Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
SOLAR merupakan salah satu bahan bakar minyak yang disubsidi oleh pemerintah. Solar biasanya diperuntukkan mesin industri dan kendaraan. Keterbatasan pendistribusian solar sering disalahartikan oleh karyawan dan mandor SPBU. Hal inilah yang dialami oleh penulis.
Penulis ketika mengunjungi beberapa SPBU yang ada di Kota Medan menemukan ada terpampang berupa stiker serta bentuk spanduk berisi tentang pelarangan mengisi bahan bakar subsidi solar menggunakan jirigen. Dasar larangan tercantum dalam spanduk itu adalah Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi No 17/2019 tentang Penerbitan Surat Rekomendasi Perangkat Daerah untuk Pembelian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu. Keterangan peraturan tersebut memuat larangan pengisian bahan bakar solar subsidi menggunakan jirigen.
Akan tetapi, penulis melihat ada catatan yang harus dipenuhi apabila pembelian bahan bakar solar subsidi menggunakan jirigen, yaitu adanya izin dari instansi terkait. Ketika penulis menanyakan syarat yang harus dipenuhi pembelian bahan bakar subsidi solar, karyawan bahkan mandor SPBU sendiri mengatakan izin tersebut haruslah dipenuhi izin dari migas. Oleh karenanya, penulis dan karyawan serta mandor SPBU terjadi perdebatan menerjemahkan arti dari pelarangan tersebut.
Usaha Mikro Terdampak
Penulis merupakan pelaku usaha mikro yang bergerak di perbengkelan terdampak terhadap adanya kebijakan pemerintah yang melarang pengisian bahan bakar subsidi solar menggunakan jirigen. Ketika penulis beberapa kali ingin membeli bahan bakar subsidi solar menggunakan jirigen ke SPBU dengan penjelasan detail untuk usaha mikro dalam hal bahan bakar mesin kompresor bengkel, karyawan SPBU tetap bersikeras tidak memperbolehkan untuk membeli bahan bakar subsidi solar. Dengan lantangnya karyawan SPBU menyarankan penulis untuk membeli bahan bakar dexlite. Bayangkan saja perbandingan harga solar Rp 5.150 vs dexlite Rp 18.150, padahal untuk usaha mikro loh.
Dengan keadaan terpaksa penulis mencoba untuk membeli bahan bakar dexlite yang harganya lebih dari tiga kali lipat harga bahan bakar subsidi solar. Akan tetapi, beberapa kali mengamati serta memikirkan dari segi perbandingan harga penulis mencoba untuk membaca regulasi yang ada terhadap pendistribusian bahan bakar subsidi solar.
Mengacu pada regulasi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, konsumen pengguna pada minyak solar diperbolehkan pada usaha mikro dengan keterangan mesin-mesin perkakas yang motor penggeraknya menggunakan minyak solar untuk keperluan usaha mikro. Pembelian dilakukan dengan verifikasi dan surat rekomendasi dari kabupaten/kota yang membidangi usaha mikro. Artinya, sesuai dengan niat untuk membaca regulasi. Penulis sampaikan kepada karyawan SPBU bahkan kepada mandor SPBU, karyawan SPBU dan mandor tersebut tetap tidak 'mengamini' apa yang disampaikan oleh penulis.
Menurut Perpres Nomor 191/ 2014 itu ada juga dijelaskan peruntukan bahan bakar subsidi solar tersebut tertuang pelarangan untuk pengisian mobil kendaraan industri. Berdasarkan fakta di lapangan, SPBU memperbolehkan mengisi mobil kendaraan industri tersebut. Hal inilah menurut penulis pendistribusian bahan bakar solar subsidi 'tidak adil dan tidak tepat sasaran'.
Melirik petani yang sebagian besar mekanisasi pertaniannya menggunakan bahan bakar subsidi solar dipastikan membuat petani 'menjerit'. Bayangkan saja, ketika petani dengan penuh semangat membawa jirigen untuk membeli bahan bakar subsidi solar, tetapi dilarang oleh karyawan SPBU. Sangat disesalkan jika hal ini terjadi.
Perlunya Sosialisasi dan Ketegasan Pemerintah
Dengan sudah adanya regulasi, penulis berharap pengaplikasian regulasi tersebut benar-benar diaplikasikan oleh stakeholder. Penyaluran bahan bakar subsidi solar yang tidak tepat sasaran dan tidak adil, tidak mengamalkan sila kelima Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Penulis meyakini pemerintah membuat kebijakan dalam hal pelarangan membeli solar dalam bentuk jirigen agar tidak diecerkan (red:diperdagangkan) kembali. Akan tetapi, alangkah baiknya pemerintah melihat nasib pelaku UMKM.
Sebagai bahan pertimbangan, sebaiknya pemerintah maupun Pertamina mengeluarkan kebijakan syarat tertentu pembelian bahan bakar subsidi solar dengan menggunakan jirigen, antara lain :
1. Menggunakan surat keterangan dari lurah bahwasanya benar merupakan pelaku UMKM
2. Taat membayar pajak (dengan membuktikan lembaran pembayaran)
3. Pembelian bahan bakar subsidi solar maksimum diperbolehkan 5 liter per hari.
Saya yakin dengan syarat-syarat tertentu, pelaku UMKM pasti memenuhinya.
Dengan adanya program UMKM yang digencarkan oleh Wali Kota Medan Bobby Nasution, penulis meyakini Wali Kota akan berkoordinasi dengan Pertamina wilayah Sumbagut dalam hal kepentingan pengisian jirigen di SPBU diperbolehkan dengan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh pelaku UMKM.
Dikutip dari sumut.antaranews.com pada Kamis (24/2/2022), Wali Kota Medan Bobby Nasution mempermudah para nelayan di kawasan Belawan yang selama ini kesulitan mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi untuk melaut. Keluhan warga yang kesulitan mendapatkan surat tanda daftar kapal (STDK) dari Distankan (Dinas Pertanian dan Perikanan) untuk beli solar subsidi jadi dipermudah. Artinya, dengan adanya respon Bobby Nasution membuktikan bahwa pemerintah hadir untuk menjawab kegelisahan rakyatnya.
Oleh karenanya, hal serupa ini jugalah diharapkan penulis, yaitu pemerintah hadir untuk menjawab kegelisahan para pelaku UMKM untuk memperbolehkan pembelian bahan bakar subsidi solar di SPBU dengan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh pelaku UMKM.
Hal ini tertuang dalam Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi No.17/2019 tentang Penerbitan Surat Rekomendasi Perangkat Daerah untuk Pembelian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu.
Perlunya ketegasan pemerintah, aparat keamanan dalam menindak yang berani 'melawan' peraturan terhadap peraturan. BPH Migas juga meningkatkan pengawasan atas penyaluran bahan bakar subsidi, yaitu dengan memperkuat peran pemerintah daerah dan penegak hukum, melakukan sosialisasi dengan penyalur yang belum memahami ketentuan, dan menekankan sanksi yang tegas, termasuk mendorong penggunaan IT dalam pengawasan.
Dilansir dari cnnindonesia.com pada Rabu (8/6/2022), Ketua BPH Migas Erika Retnowati dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR RI, mengakui bahwa saat ini pengawasan terhadap BBM subsidi belum efektif sehingga belum tepat sasaran. Artinya, dengan adanya statement ini, penulis berharap agar pemerintah benar-benar serius mendistribusikan BBM subsidi menjadi efektif dan tepat sasaran.
Penutup
Melalui maksud dan tulisan ini, penulis bermohon kepada Wali Kota Medan Bobby Nasution serta Pertamina Regional Sumbagut untuk memberikan izin pembelian bahan bakar solar subsidi menggunakan jirigen dengan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh para pelaku UMKM.
Semoga. Hidup rakyat!!!
====
Penulis Warga Kota Medan Serta Pelaku UMKM.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]