Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
KEMENTERIAN Pendidikan, Kebudayaan, Riset,dan Teknologi baru saja mengeluarkan siaran pers Nomor 564 /sipers/A6/IX/2022 dengan judul Merdeka Belajar Episode ke-22:Transformasi Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri Menjadi Lebih Holistik, Inklusif dan Transparan. Dalam siaran pers tersebut Kemendikbudristek mengatakan bahwa arah baru transformasi seleksi masuk perguruan tinggi negeri (PTN) dilakukan melalui 5 prinsip perubahan, yaitu mendorong pembelajaran yang menyeluruh, lebih fokus kepada kemampuan penalaran, lebih inklusif dan lebih mengakomodasi keberagaman peserta didik, lebih transparan, serta lebih terintegrasi dengan mencakup bukan hanya program sarjana, tetapi juga program diploma tiga dan diploma empat/sarjana terapan.
Ada tiga transformasi seleksi masuk perguruan tinggi, yakni seleksi nasional berdasarkan prestasi, seleksi nasional berdasarkan test, dan seleksi secara mandiri oleh PTN. Dari ketiga trasnformasi yang dinyatakan oleh Kemendikbudristek tersebut, saya sangat tertarik atau boleh dikatakan sangat terusik pada transformasi seleksi nasional berdasarkan test. Sebabnya, di tahun sebelumnya, yakni pada tahun 2021 dan sebelumnya juga seleksi masuk PTN dengan jalur test yang dulu disebut SBMPTN ( entah nanti apa namanya) selalu menggunakan tes mata pelajaran yang peserta didik pelajari di bangku sekolah, yakni di SMA/MA serta SMK. Pada SBMPTN 2021, kelompok ujian yang disediakan adalah Saintek,Soshum, dan campuran.
Pada semua kelompok ujian ini, materi tes yang diberikan adalah Tes Potensi Skolastik (TPS) dan Tes Kemampuan Akademik (TPA). TPS mengacu pada ujian terkait dengan kemampuan bernalar, pemecahan masalah, hingga potensi kognitif calon mahasiswa. Sementara itu, TPA berisikan ujian untuk kemampuan calon mahasiswa di bidang akademik. TKA saintek meliputi fisika,kimia, biologi dan matematika. Ada pun TKA Soshum meliputi sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi. Dan yang terakhir untuk TKA campuran adalah gabungan dari TKA sainstek dan TKA soshum.
Nah, berdasarkan transformasi seleksi nasional masuk PTN berdasarkan Sipres nomor 564/ sipres/A6/IX/2022 tersebut di atas, Kemendikbudristek mengatakan tidak ada lagi tes mata pelajaran, tetapi hanya tes skolastik. Di sinilah letak persoalannya. Akan kemanakah tujuan peserta didik mempelajari segudang mata pelajaran ketika mereka belajar di bangku sekolah lanjutan atas?
Berdasarkan Kurikulum 2013 revisi, peserta didik dengan peminatan matematika dan ilmu pengetahuan alam akan mempelajari mata pelajaran kelompok A (pendidikan agama, budu pekerti, Pancasila dan kewarganegaraan, bahasa Indonesia, matematika, sejarah dan bahasa Inggris.
Ada pun Kelompok B akan mempelajari seni budaya, pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, prakarya dan kewirausahaan. Kelompok C mempelajari peminatan matematika, peminatan fisika, kimia dan biologi. Sedangkan untuk peserta didik dengan peminatan ilmu-ilmu sosial yang membedakan adalah pada mata pelajaran peminatannya, yakni mata pelajaran sejarah peminatan, geografi, ekonomi, dan sosilogi. Pertanyaannya, cukupkah pelajaran-pelajaran tersebut hanya sebatas mereka pelajari begitu saja?
Pertanyaan itu disodorkan mengingat tujuan lulusan SMA sesungguhnya dipersiapkan masuk perguruan tinggi negeri? Kalau demikian halnya, wajar jika orang berasumsi supaya perserta didik hanya belajar literasi dan numerasi saja. Toh tidak ada tes mata pelajaran. Jujur saja, secara pribadi dan sebagai guru, saya setuju dengan transformasi seleksi masuk PTN ini karena akan lebih membangun kemampuan literasi dan numerasi calon mahasiswa. Namun, di sisi lain, pemerintah juga harus memikirkan, bagaimana menyiasati agar peserta didik di di SMA/MA dengan segudang mata pelajaran ini tidak kehilangan gairah belajar mata pelajaran peminatannya.
Peserta didik SMA/MA mempelajari segudang mata pelajaran, mereka berlatih memahami konsep mata pelajaran, menerapkan dalam soal dan juga praktik. Mereka telah berlatih untuk “berperang” sesuai dengan jurusan yang mereka cita-cita di perguruan tinggi dengan sejumlah “pedang ilmu”, tetapi ternyata perang yang harus mereka hadapi tidak menggunakan sebanyak “pedang ilmu” yang mereka pelajari. Ringkasnya, calon mahasiswa di 2023 telah belajar perang walaupun tak jadi berperang. Dan akhirnya calon mahasiswa di tahun 2024, adik kelas mereka akan melihat, dan membuat catatan di kepala mereka, jangan pelajari terlalu banyak ilmu perang karena itu akan sia-sia belaka.
Soalnya, tes skolastik sendiri nantinya akan mengacu pada ujian terkait dengan kemampuan bernalar, pemecahan masalah, hingga potensi kognitif seorang calon mahasiswa UTBK-SBMPTN 2021 merupakan jalur seleksi yang menggunakan ujian berbasis komputer. Seleksi ini medapatkan kuota minimal 40 persen.
Akan ada dua gelombang untuk jalur seleksi ini. Kelompok ujian yang akan disediakan adalah Saintek, Soshum, dan Campuran. Materi yang diberikan berupa TPS dan TKA. Siswa yang mendaftar UTBK-SBMPTN 2021 hanya diperkenankan mengikuti ujian sebanyak satu kali.
====
Penulis Guru di SMA Negeri 1 Doloksanggul, Humbang Hasundutan, Sumatra Utara.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]