Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
PENYELAMATAN Danau Toba masih sekadar wacana. Meski kerusakan Kawasan Danau Toba sudah cukup sering menjadi sorotan publik, aksi nyata yang dilakukan para pihak belum efektif mencegah degradasi lingkungan danau. Terakhir, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 60 Tahun 2021 tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional. Danau pertama dari 15 danau prioritas penyelamatan nasional adalah Danau Toba.
Akan tetapi, pertanyaan yang kemudian muncul adalah sejauh mana Perpres ini efektif menyelamatkan Danau Toba? Jawabannya terletak pada seberapa serius pemerintah mengevaluasi dan mengeksekusi kebijakan yang dibuat sebelumnya serta menggandeng para pihak bersepakat melakukan aksi penyelamatan.
Pada awal tahun ini, saya diskusi dengan warga pinggiran danau di Desa Simatupang, Kecamatan Muara, Tapanuli Utara, bagian selatan Danau Toba. Warga merasa terlalu banyak program atau janji-janji penyelamatan Danau Toba dari kerusakan selama ini, namun sangat sedikit atau boleh dikatakan setengah hati dalam implementasinya di lapangan. Oleh karenanya warga berharap pemerintah dan semua pihak tidak hanya mengumbar janji-janji manis namun tidak dilaksanakan. Lebih baik sedikit pernyataan di publik, tetapi aksi penyelamatan diam-diam nyata di lapangan.
Sampai kini, sekitar 80% penduduk yang tinggal di pinggiran Danau Toba masih menggunakan air danau sebagai air minum serta sarana untuk mandi, cuci, kakus (MCK), karena tidak ada sumber lain yang bisa digunakan masyarakat memenuhi kebutuhan air bersih. Oleh sebab itu, pencemaran Danau Toba langsung berdampak terhadap kesehatan masyarakat yang tinggal di pinggir danau.
Dalam pengamatan di kawasan, pemerintah telah membenahi sejumlah infrastruktur penting dan ini cukup baik, seperti jalan, pelabuhan, jembatan dan fasilitas publik pada situs-situs wisata dan budaya, namun terkait akar penyebab degradasi lingkungan ekosistem danau yang dikeluhkan selama ini masih tetap berjalan. Hal ini tentu tidak sejalan dengan upaya pemajuan kawasan, sudah pasti hasilnya tidak optimal.
Masih lekat diingatan bahwa Danau Toba dianalogikan bak toilet raksasa, karena terkesan menjadi tempat penampung limbah dan menjamurnya keramba jaring apung (KJA). Sementara daerah tangkapan air (DTA) Danau Toba terus menyusut karena penebangan hutan alam dan alih fungsi hutan di sekitarnya. Kedua persoalan inilah yang harus titik fokus utama penyelamatan lingkungan Danau Toba dengan dampak-dampak turunannya.
Aksi Berkelanjutan dan Pelibatan KPK
Saya melakukan wawancara dengan KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) terkait kebijakan penyelamatan Danau Toba beberapa waktu lalu. Pemerintah mengakui penyelamatan Danau Toba memang cukup lambat. Sebelum Perpres No 60 Tahun 2021 pun keluar, di atas kertas pemerintah telah membuat pengaturan khususnya mengenai zonasi dan pengurangan KJA secara bertahap, namun menurut KLHK tidak kunjung dieksekusi. Salah satu penyebabnya karena pemerintah masih mencari formula substitusi alih usaha KJA dari danau ke daratan yang lebih ramah lingkungan.
Pada tingkatan provinsi, Gubernur Sumatera Utara menjanjikan, sebelum jabatannya berakhir yakni pada September 2023, Edy Rahmayadi akan mengosongkon KJA (zero keramba) dari Danau Toba (medanbisnisdaily.com, 18/11/2021). Tentunya hal ini adalah sesuatu yang positip dan dinantikan oleh publik.
BACA JUGA: Destinasi Wisata Toba Berkelas Internasional?
Kita berharap Pemprov Sumut dapat segera merealisasikannya. Pada sisi lain, kerja sama multi pihak sangat diperlukan sebagaimana amanat dari Perpres No.60 Tahun 2021, mengundang berbagai institusi dan aktor baik pemerintah dan di luar pemerintah untuk memiliki kesepahaman dan kesepakatan melestarikan danau ini secara berkelanjutan.
Salah satu institusi yang belum pernah terlibat dalam upaya penyelamatan Danau Toba adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI). Hemat saya, KPK memiliki kewenangan untuk melakukan koordinasi dan supervisi menyelamatkan aset negara dari kerugian yang semakin besar ke depannya.
Danau Toba merupakan aset bangsa yang strategis dengan berbagai status yang dimiliki; sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN 2008), Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN 2011), destinasi superprioritas nasional dan internasional (2019), serta kawasan Geopark Global Kaldera Toba yang telah diakui UNESCO Global Geopark (2020-2024).
Oleh karenanya, KPK diharapkan dapat mengaudit kerugian negara akibat pembiaran kerusakan Danau Toba oleh KJA dan polutan lainnya yang masih terjadi hingga saat ini.
Sebagai perbandingan, KPK ikut terlibat dalam menyelamatkan danau prioritas yang lain di Indonesia seperti Danau Singkarak dan Maninjau di Sumatera Barat, dan Danau Limboto di Provinsi Gorontalo. KPK menghitung potensi kerugian negara karena eksploitasi sepihak oleh pihak ketiga dan potensi kerugian yang lebih besar jikalau tidak ditangani dengan segera. Selain itu, KPK diharapkan dapat mendukung melakukan pencegahan, pengendalian kerusakan, memulihkan dan mengembalikan kondisi alamiah danau sebagai fasilitas publik sehingga dapat memberikan kesejahteraan dan keberlanjutan kepada masyarakat sekitarnya dan generasi mendatang, (katadata.co.id, 11/08/2022).
Kita berharap dengan pelibatan KPK, penyelamatan Kawasan Danau Toba dapat lebih cepat dan konkret, tidak lagi sekadar janji-janji dan program di atas kertas. Untuk itu dibutuhkan political will berupa komitmen, konsistensi dan aksi nyata yang berkelanjutan dari para pihak mewujudkan harmoni kehidupan ekosistem Danau Toba sekitarnya.
====
Penulis Mahasiswa S3 Department of Political Science, Tunghai University, Taiwan, Staf Pengajar Hubungan Internasional Universitas Pelita Harapan.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]