Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
NARASI pentingnya semangat kebersamaan begitu dekat sekaligus lekat dalam sejarah perjalanan bangsa kita. Proklamasi kemerdekaan sebagai puncak keberhasilan perjuangan melawan penjajah pun diawali dari kesadaran akan pentingnya kebersamaan dan persatuan sesama anak bangsa.
Jauh sebelum peristiwa Proklamasi, tanggal 20 Mei 1908, di kemudian hari kita peringati sebagai hari kebangkitan nasional, organisasi Budi Utomo lahir. Saat itu, semangat kebersamaan guna mencapai kemerdekaan mulai dikumandangkan. Sekat-sekat perbedaan kedaerahan bahkan keyakinan luruh dalam kesadaran ingin mencapai cita-cita serta tujuan bersama.
Semangat kebersamaan terus dimatangkan dalam sebuah peristiwa yang kita kenal sebagai hari Sumpah Pemuda. Tanggal 28 Oktober 1928, dalam sebuah kongres yang dihadiri berbagai organisasi pemuda, diikrarkan tiga sumpah (berbangsa, bertumpah darah, dan berbahasa persatuan) yang satu, yaitu Indonesia.
Dinamika antara kaum tua dan kaum pemuda pada saat menjelang pembacaan teks Proklamasi yang diwarnai peristiwa Rengasdengklok, semata-mata bisa dimaknai sebagai wujud semangat yang menggebu-gebu dalam menyambut hari kemerdekaan.
Perjalanan Indonesia sebagai sebuah bangsa yang merdeka, tak berhenti sampai pada peristiwa Proklamasi. Perjuangan masih harus dilanjutkan dengan mengisi kemerdekaan itu sendiri. Bung Hatta mengatakan, Indonesia merdeka bukan tujuan akhir kita. Indonesia merdeka hanya syarat untuk bisa mencapai kebahagiaan dan kemakmuran rakyat.
Fakta menunjukkan, upaya mempertahankan sekaligus mengisi kemerdekaan, tak pernah semudah yang dibayangkan. Bangsa ini berulang kali dihantui ancaman perpecahan. Konflik berlatar belakang SARA pernah terjadi di beberapa daerah. Seakan lupa bahwa dulunya nenek moyang kita sudah pernah berikrar senasib sepenanggungan sesama anak bangsa yang merdeka.
Kemudian bicara tentang kesejahteraan. Yang langsung terpampang nyata justru terjadinya ketimpangan dimana-mana. Sampai-sampai lahirlah istilah, yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Lantas bagaimana?
Tahun 2022 ini, Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) yang dikoordinir oleh Kementerian Sosial mengambil tema “Bangkit Bersama Membangun Bangsa”. Narasi kebersamaan yang mencerminkan semangat persatuan, kesatuan, gotong royong, dan kekeluargaan kembali digemakan sebagai modal serta kekuatan untuk bangkit dari berbagai keterpurukan.
Dunia termasuk Indonesia sedang mengalami tantangan berlipat kali ganda. Setelah badai virus Covid-19 yang menimbulkan dampak luar biasa, kini mulai muncul lagi ancaman krisis pangan, energi, bencana alam, iklim, ekonomi, bahkan keamanan.
Kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa mendatang. Peristiwa dan tantangan apalagi yang bakal kita hadapi. Namun setidak-tidaknya, kita harus memiliki optimisme sekaligus keyakinan bahwa kita sudah menemukan kembali semangat kebersamaan sebuah bangsa. Semangat dan solidaritas itu yang mungkin akan membantu untuk menghadapi tantangan di depan. Sebagaimana pengalaman sejarah bangsa kita selama ini.
====
Penulis adalah Dosen Ilmu Sejarah.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]