Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Pengamat kebijakan anggaran di Sumut, Elfenda Ananda menilai bahwa Pemerintah Kota (Pemko) Medan di bawah kepemimpinan Wali Kota Bobby Nasution terlalu super power. Akibatnya, 50 anggota DPRD Medan jadi tidak berdaya melakukan fungsi pengawasan terhadap kinerja wali kota dan jajarannya.
Hal itu dikatakan Elfenda menyoroti pembangunan infrastruktur di Kota Medan tahun 2023 dinilai tidak sesuai dengan target, amburadul dan banyak terbengkalai.
Daya serap anggaran belanja daerah pada Dinas Pekerjaan Umum (PU) yang saat ini bernama Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga, dan Bina Konstruksi (SDABMBK) Medan hanya mampu menyerap belanja 68,64% atau Rp 988 miliar dari total Rp 1,4 triliun.
"Yaa, saya prihatin dengan tidak berjalannya fungsi pengawasan para anggota dewan. Apa karena wali kota merupakan mantu presiden sehingga kritik maupun evaluasi terhadap kinerja Pemko Medan tidak ada dan bisa dikatakan tidak berdaya. Akhirnya, banyak proyek pengerjaan yang dilakukan oleh Pemko justru tidak sesuai," katanya kepada medanbisnisdaily.com, Rabu (5/6/2024).
Elfenda menyebutkan bahwa berbagai proyek pembangunan yang dikerjakan oleh Pemko Medan saat ini dinilai ada kesan tanpa pengawasan oleh Anggota DPRD Medan.
Dimungkinkan, katanya, sejumlah proyek yang ada saat ini semisal revitalisasi Lapangan Merdeka, renovasi Lapangan Teladan yang merupakan proyek multiyears dan proyek 'top to down'.
"Artinya adalah, proyek perintah dari atas ke bawah. Jadi, kesan bahwa proyek itu tak memberi banyak manfaat bagi masyarakat Medan justru membebani APBD Medan," katanya.
Disebutkan, pada proyek revitalisasi Lapangan Merdeka dikabarkan dibutuhkan anggaran sebesar Rp 500,2 miliar yang dikerjakan multiyears dengan menggunakan anggaran tahun 2022 sebesar Rp 93,5 miliar, lalu anggaran pada tahun 2023 ini sebesar Rp 318,5 miliar lebih dan pada 2024 ditampung APBD lagi sebesar Rp 181,7 miliar.
"Padahal, gara-gara itu (rehabilitasi Lapangan Merdeka) harus membongkar sky bridge atau jembatan penyeberangan orang (JPO) yang menelan anggaran Rp 37,5 miliar yang menggunakan APBD 2012. Itu bagaimana pertanggungjawabannya,? tanyanya.
Belum lagi, proyek pemasangan 1.700 lampu di sejumlah ruas jalan Kota Medan yang dikenal 'lampu pocong' yang memakan anggaran Rp.27,5 miliar yang hingga kini belum jelas bagaimana kelanjutannya.
"Meski katanya pihak kontraktor telah mengembalikan uang Rp 21 miliar tapi itu harusnya dipertanyakan lagi oleh anggota dewan," katanya.
Ada juga, sambungnya, terkait robohnya salah satu bangunan yang baru dibangun di Kantor Kejari Medan pada 2022 lalu.
Padahal bangunan itu baru saja dikerjakan dari APBD Kota Medan tahun 2022 menghabiskan anggaran sebesar Rp 2,4 miliar.
"Kan kita gak mendengar bagaimana tindakan atau sanksi yang diberikan kepada pelaksana proyek tersebut," sambungnya.
Belum lagi pengerjaan proyek jalan 'keramik' di Jalan Sudirman yang menghabiskan anggaran Rp 1,7 milliar dari APBD Medan tahun 2023 yang dinilai proyek 'asal asal'.
"Itu juga tak tau kita bagaimana pertanggungjawabannya," sesalnya.
BACA JUGA: Elfenda: Parkir Berlangganan Itu Kebijakan Ngawur, Gratis Tepi Jalan 'Hangat-hangat Tai Ayam'
LHP WTP Medan
Dari berbagai proyek yang dikerjakan oleh Pemko Medan yang dinilai tidak tepat sasaran tak kesan dikerjakan 'asal-asalan' justru oleh BPK Sumut memberikan penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kepada Medan dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) terhadap penggunaan anggaran oleh Pemko Medan.
Justru, katanya, predikat WTP yang diberikan ke Pemko Medan tidak sesuai dengan fakta di lapangan khususnya dalam hasil dari penggunaan anggaran yang telah digelontorkan oleh Pemko Medan.
"WTP yang diberikan kepada Pemko Medan mungkin saja hanya dalam segi naskah akademis yang disampaikan ke BPK. Tapi, BPK mungkin lupa melakukan audit secara menyeluruh terhadap hasil secara fakta di lapangan. Saya rasa, dengan banyaknya kasus-kasus yang menerpa di tubuh BPK, WTP yang diperoleh tidak lagi sebagai gambaran pengelolaan keuangan yang baik. Mungkin, masyarakat pasti bisa menilai dengan pandangan sendiri-sendiri," katanya.
Sehingga, katanya lagi, bahwa minimnya serapan anggaran oleh Pemko Medan terutama dalam proyek fisik yang dikerjakan oleh Dinas PU atau SDABMBK Medan serta banyak proyek yang 'tak punya manfaat' dikarenakan kesan "super power" yang ditunjukkan oleh Wali Kota Medan.
Sehingga akhirnya membuat banyak anggaran yang seharusnya bisa dipergunakan untuk masyarakat Medan justru tidak tepat dan sebagai proyek 'wah-wahan' atau lebih dikenal pencitraan yang pembangunannya tidak begitu dirasakan manfaatnya bagi seluruh masyarakat medan yang merupakan pembayar pajak ke kas daerah Medan.
"Dan, sangat disayangkan itu semua lepas dari pengawasan lembaga DPRD Medan yang tak bisa memberikan evaluasi atau catatan terhadap kinerja Wali Kota Medan serta para OPD nya," pungkasnya.