Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Bandung - Dengan mengandalkan ember plastik, Asefullah sibuk menuangkan gabah ke dalam mesin giling padi di sebuah penggilingan kecil di
Desa Wargamekar, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung. Sementara rekan Asefullah, menunggu ember lainnya terisi penuh gabah yang keluar dari ayakan,
sebelum kemudian dengan gerakan cekatan memasukkannya ke mesin giling yang lebih besar.
Gabah tersebut harus digiling Ketua Gapoktan Mekar itu sebanyak setidaknya 3 kali untuk menjadi beras putih. Beras yang sudah yang sudah terlepas kulit arinya
dia pisahkan di ember lain untuk langsung dikemas di plastik ukuran 5 kg bertuliskan Toko Tani Indonesia (TTI).
Deru mesin di ruang tertutup, serta kepulan bulir dedak seolah tak dihiraukannya. Selain Asefullah, ada 3 orang lain yang membantu pekerjaannya, dari
memanggul gabah kering ke atas mesin giling setinggi 2 meter, hingga mengemasnya dalam plastik tertutup. Penggilingan tersebut merupakan salah pemasok
beras untuk TTI di Jabodetabek dan Bandung.
"Kita sudah kirim beras ke TTI dari bulan lima (Mei) sampai sekarang 41 ton. Targetnya 50 ton sampai Desember. Biasanya sebelumnya kalau jual beras ke
(Pasar Induk Beras) Cipinang. Tapi sekarang hanya beras merah saja yang jual ke Cipinang," kata Asefullah ditemui di sela-sela aktivitasnya menggiling gabah di
Penggilingan Gapoktan Mekar, Desa Wargamekar, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Minggu (19/11/2017).
Dia mengungkapkan, Gapoktan yang diketuainya saat ini jadi pemasok rutin beras kualitas medium ke TTI. Harga jualnya Rp 7.700/kg, dan dijual kembali oleh
pedagang TTI Rp 8.000/kg yang dibungkus dalam kemasan plastik setiap 5 kg.
Total luasan sawah yang digarap petani yang tergabung di Gapoktannya mencapai 360 hektar, dengan jumlah petani sebanyak 650 orang yang terbagi dalam 13
kelompok tani. Sementara varietas beras medium yang ditanam kelompoknya yakni Ciherang, Mekongga, Sidenok, dan Inpari.
Menurutnya, selain mensuplai untuk TTI, pihaknya juga mensuplai beras ke pemasok atau pedagang besar di Jakarta dan Bandung. Saat musim panen, dengan
kapasitas saat ini, tempatnya hanya bisa menggiling 20 ton beras dalam satu bulan.
"Harga gabah keringnya Rp 6.200/kg. Dengan rendemen sampai 65% lebih ya hasilnya kita jual beras ke TTI harganya Rp 7.700/kg. Tapi itu belum menghitung
pendapatan dari dedak," papar Asefullah.
Cerita Asefullah, Petani yang Bisa Jual Beras Rp 8.000/Kg ke
Dia menuturkan, keberadaan TTI cukup membantu kelompoknya memasarkan beras langsung ke konsumen akhir. Dengan panen yang cukup besar saat sekarang,
harga jual beras ke TTI dan pasar seperti ke Pasar Induk Cipinang saat ini hampir sama, namun pihaknya diuntungkan dengan pasar yang lebih luas langsung ke
konsumen.
"Kebetulan kalau saat ini harganya sama. Tapi sangat bermanfaat untuk pasar yang lebih banyak. Kita jual beras ke TTI harganya Rp 7.700/kg," ucap Asefullah.
Sementara itu, Kapala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, Agung Hendriadi, menjelaskan TTI memberikan kepastian pasar pada Gapoktan di
musim apa pun. Meski diakuinya, harga bisa relatif bisa lebih murah atau lebih mahal dibandingkan harga beli tengkulak atau pemasok.
"Kalau bicara harga ada dua masa. Saat panen rendeng harganya kan bisa jatuh saat Januari sampai Maret di bawah HPP. Nah di sinilah manfaat TTI. Kalau harga
sekarang dengan perhitungan gabah kering Rp 6.200/kg dijual (jadi beras) ke TTI Rp 7.700/kg," terang Agung.
Diungkapkannya, saat ini sudah ada sekitar 2.500 TTI yang tersebar di seluruh Indonesia, dan ditargetkan bisa bertambah menjadi 1.000 TTI pada tahun depan.
Menurutnya, dengan memotong rantai pasok dari petani ke konsumen, sulit bagi spekulan mengendalikan harga.
"Kalau dengan TTI ini kan dipangkas dari sebelumnya 7 rantai pasok hanya jadi 3 saja, dari Gapoktan ke TTI, kemudian langsung ke konsumen. Poin pentingnya
lagi, TTI ini ada lingkungan masyarakat," pungkas Agung.dtc