Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Pembahasan Revisi UU KUHP berkaitan dengan pasal pidana korporasi atau swasta kembali dilakukan. Fokus pembahasan terkait norma pidana material dalam pasal itu.
"Di KUHP itu kita bicara hukum pidana material," ucap anggota panitia kerja (Panja) Revisi UU KUHP Arsul Sani di DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (23/1/2018).
Menurut Arsul, meskipun pasal pidana korporasi telah diratifikasi United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC), pasal itu disebutnya baru dalam norma hukum di Indonesia. Dia juga menyebut pasal tentang itu dimasukkan ke revisi KUHP karena tak ada agenda revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Korupsi di sektor swasta ini kan hal yang baru. Meskipun negara kita sudah meratifikasi UNCAC tetapi yang baru itu dalam arti kita mau merumuskan norma hukum tindak pidana korupsi di sektor swasta, itu di dalam KUHP. Kenapa kita masukkan ke dalam KUHP? Karena kita tidak ada agenda pada saat ini, revisi UU Tipikor sehingga kita putuskan masuk di KUHP," kata Arsul.
KPK sempat memprotes lantaran disebut tak bisa menangani pidana korporasi. Arsul menyebut KPK tetap bisa turun tangan tetapi tetap harus dipertimbangkan sumber daya manusia (SDM) dari KPK.
"Tidak bicara soal kelembagaan, maupun hukum acara. Jadi kalau belum apa-apa kemudian sudah ditafsirkan bahwa KPK itu tidak akan bisa menangani sektor korupsi swasta, itu masih terlalu pagi. Tapi kalau memang kita berpijak pada KPK sekarang, KPK memang tidak bisa menangani korupsi sektor swasta murni yang tidak ada unsur penyelenggara negaranya," tutur Arsul.
"Iya memang boleh, benar. Tetapi kita kan jangan juga nafsu besar tapi kapasitas kurang. Kapasitas KPK itu ya sesuai dengan ajuan anggarannya ke DPR hanya untuk penuntutan yang kira-kira hanya skitar 85 perkara per tahun. Kan katanya masih ada ribuan yang belum tertangani. Jadi nafsu besar kapasitas terbatas itu yang tidak boleh terjadi di kita," imbuh Arsul.
Sebelumnya, pimpinan KPK menyebut usulan itu merupakan kesalahan dalam kerangka berpikir terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Sektor swasta sebagai bagian dari pemberantasan tindak pidana korupsi menurut KPK seharusnya ditangani lembaga antikorupsi.
"Dimasukkannya korupsi sektor swasta sebagai bagian dari tipikor adalah kemajuan dan sesuai dengan UNCAC (United Nations Convention against Corruption). Namun demikian, jika korupsi sektor swasta hanya dapat diinvestigasi oleh Polri dan Kejaksaan adalah suatu kesalahan atau kebodohan berpikir karena tidak ada alasan filosofi, sosial, atau legal yang dapat membenarkan hal tersebut," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif kepada wartawan, Jumat (19/1). (dtc)