Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Selandia Baru. Angon, startup digital binaan Indigo, mengikuti CEO Forum di The Majestic Centre, Selandia Baru. Dari kegiatan itu, mereka akan segera bekerjasama dengan warga negara Indonesia (WNI) yang berprofesi sebagai peternak di negara tersebut.
COO Angon Agif Arianto mengatakan, peternak WNI yang ada di Selandia Baru, khususnya di Kota Auckland dan Wellington, rata-rata memiliki ternak 10.000 hingga 50.000 ekor ternak dengan rata-rata lahan seluas 350 hektar.
Menurutnya, jika kerjasama Angon dengan peternak Indonesia di negara tersebut sudah terealisasi, maka sangat menguntungkan keduanya. Member Angon atau mereka yang investasi ternak melalui startup tersebut, tak perlu repot mengurus izin investasi membeli tanah serta membangun infrastruktur peternakan dari nol.
Sementara mitra peternak Angon di Selandia Baru jelas dapat menekan biaya operasional peternakan karena semua biaya jadi dibayar member Angon saat mereka berbelanja hewan ternak melalui aplikasi tersebut.
"Peternak akan lebih berfokus pengelolaan lahan untuk memastikan persediaan pakan bagi ternak, sehingga hewan ternaknya bisa tumbuh lebih baik. Di Selandia Baru, ternak tidak dikandangi, beda dengan Indonesia yang hewan ternaknya lebih banyak disuapi," ujarnya, Minggu (15/4).
Menurut Agif, pihaknya bersama Kadin Bilateral akan kembali ke Selandia Baru untuk menyusun kerjasama bilateral secara lebih spesifik. Ditargetkan, bulan November nanti, hewan ternak milik peternak Indonesia di New Zealand sudah bisa di-online-kan melalui aplikasi Angon.
Saat ini, Angon sudah memiliki 11.100 hewan yang diternakkan dari 10.000 lebih member aktif serta 800 transaksi di setiap bulannya. Sentra peternakan rakyat (SPR) mitra mereka tersebar di desa beternak online yang berlokasi antara lain di Wawar Lor Kabupaten Semarang, Jogjakarta, dan Bogor.
Sudah ada permintaan kemitraan dari peternak di Batam, Palembang, Kalimantan, dan Makasar namun terkendala infrastruktur dan standardisasi, sehingga baru bisa dilakukan di sekitar Jawa sementara ini.
Selandia Baru, sambung Agif, menjadi pilihan karena standar animal welfare dan pengolahan lahannya memakan waktu hingga 30 tahun. Maka itu, kualitas ternak di Selandia Baru berkualitas tinggi sekaligus banyak diterima secara global.
"Dengan aplikasi investasi kami, diharapkan bisa meningkatkan neraca perdagangan Indonesia. Masyarakat Indonesia dapat memperluas peternakannya hingga ke Selandia Baru dengan mitra peternak juga WNI. Dengan kata lain, ketika hasil ternak dibeli, sebenarnya kita tidak mengimpor, melainkan menggunakan produksi kita sendiri, hanya saja lokasinya di Selandia Baru," katanya.
Angon juga dalam rencana bekerjasama dengan pemerintah terkait rencana menjadikan Balai Latihan Kerja (BLK) sebagai tempat pelatihan calon mitra peternak yang ingin mendapatkan sertifikasi peternak. Jadi, setelah praktik di balai tersebut, calon mitra peternak mendapat sertifikat sebelum kandangnya dapat di-daringkan dalam aplikasi Angon.
Dari sisi layanan, kata Agif, pihaknya kini memberikan layanan bagi para member yang merasa tidak puas dengan kinerja mitra peternak Angon. Misalnya apabila selama dua kali ditimbang berat hewan ternak terus menurun, member dapat mengadu ke Customer Support Angon,
"Apabila ternyata terjadi kelalaian dari mitra peternak, maka member tidak perlu khawatir karena Angon memberikan dua garansi service. Yakni refund 100% atau ganti hewan ternak dengan bobot ditambahkan 3,5 kg dari bobot timbangan yang diterima oleh member," katanya.
Sementara peternak yang terbukti lalai dari tanggung jawab dalam merawat ternak, maka akan disuspend atau sanksi tertentu hingga penutupan SPR. Angon akan melengkapi fitur rating performa untuk para mitra peternak, sehingga member bisa membandingkan kualitas mitra peternak satu dengan lainnya. (dtn)