Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Dolar AS mengalami pelemahan pada Jumat (2/11). Pelemahan ini menyebabkan nilai mata uang sejumlah negara di Asia perkasa dan rupiah menjadi mata uang yang paling kuat dibandingkan negara lain di Asia.
Dari data RTI nilai rupiah menguat 134 atau 0,89% ke posisi 14.959. Kemudian mata uang Korea Selatan Won naik 12,9 poin, Rupee India naik 0,95 poin, Dolar Taiwan naik 0,19 poin, Baht Thailand naik 0,14 poin, Peso Filipina 0,12 poin, Yuan China naik 0,06 poin, Dolar Hong Kong 0,02 poin dan Ringgit Malaysia naik 0,01 poin.
Menjadi mata uang yang menguat paling tinggi di Asia, dapatkan rupiah kembali ke kisaran 14.500?
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan untuk nilai tukar tak bisa diprediksi dan ditargetkan. Pasalnya selama Ini Indonesia dan negara lain masih menunggu keputusan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve untuk kebijakan suku bunga.
"Kita tunggu arahan The Fed apakah akan agresif sekali menaikkan bunganya," kata Bhima saat dihubungi, Sabtu (3/11/2018).
Dia menjelaskan, untuk harga dolar AS kembali ke angka Rp 14.500 rasanya sulit karena kondisi global.
"Penguatan yang kembali ke Rp 14.500 nampaknya masih belum bisa. Tapi jika melihat kondisi global yang sedikit membaik maka dolar bisa di kisaran Rp 14.800 - Rp 15.100 dalam satu bulan ke depan," jelas dia.
Sebelumnya Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjelaskan arah kebijakan Bank Indonesia masih kepada stabilisasi nilai tukar rupiah dan membuat aset keuangan lebih banyak menarik investor.
Lebih lanjut, Perry mengungkapkan Bank Indonesia akan memantau perekonomian terlebih dahulu pada RDG selanjutnya sebelum menentukan sikap kebijakan moneter yang akan diambil.
Apalagi, bank sentral Amerika Serikat (AS) masih tetap menaikkan suku bunga meskipun Presiden Trump selalu menegur Jerome Powell terkait dampak kenaikan suku bunga.
"Kami masih pegang komunikasi dari Fed, bahwa Fed akan menaikkan suku bunga secara gradual dan akan melakukan komunikasi secara jelas. Komunikasi Fed, kemungkinan sekali tahun ini, tiga kali tahun depan, dan dua kali 2020," jelas dia.(dtf)