Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) periode 2018 mencatatkan laba bersih sebesar Rp 15,02 triliun tumbuh 10,3% dibandingkan periode 2017 Rp 13,62 triliun.
Direktur BNI Endang Hidayatullah menjelaskan laba bersih ini juga menciptakan pendapatan bunga bersih atau net interest income (NII) Rp 35,45 triliun tumbuh 11% dibandingkan periode 2017 RP 31,94 triliun.
"NII tersebut menjadi sumber pertumbuhan laba bersih BNI yang utama. Selain itu laba bersih juga ditopang oleh pertumbuhan pendapatan non bunga Rp 11,61 triliun tumbuh 5,2% dibandingkan periode 2017 sebesar Rp 11,61 triliun," kata Endang dalam konferensi pers di kantor BNI, Jakarta, Rabu (23/1/2019).
Pertumbuhan pendapatan non bunga tersebut didorong oleh peningkatan kontribusi fee dari trade finance, pengelolaan rekening dan fee bisnis kartu.
Pencapaian laba bersih BNI ini juga didukung dari membaiknya kualitas aset, ditunjukkan oleh non performing loan (NPL) Gross tercatat 1,6% membaik dibanding sebelumnya 2,3%.
Di sisi lain, coverage ratio meningkat dari 148,0% pada akhir Desember 2017 menjadi 152,9% pada Desember 2018 untuk mengantisipasi kondisi global yang challenging di tahun 2019.
Penyaluran kredit BNI yang tercatat Rp 512,78 triliun tumbuh 16,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp 441,31 triliun. Kredit segmen korporasi swasta tercatat 29,6% dari total kredit yang disalurkan.
Kredit pada segmen korporasi swasta ini mencapai Rp 151,71 triliun pada 2018 atau tumbuh 12,9% yoy. Kredit BNI juga tersalurkan ke Badan-badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar 21,6% dari total kredit. Nilai kredit ke BUMN mencapai Rp 110,99 triliun pada 2018, atau tumbuh 31,6% yoy.
Khusus untuk kredit yang disalurkan pada segmen Usaha Menengah, BNI menjaga pertumbuhan yang moderat sebesar 6,4% yoy menjadi Rp 74,73 triliun pada akhir 2018. Adapun untuk kredit pada segmen Usaha Kecil, BNI berhasil mencatatkan pertumbuhan sebesar 17,0% yoy menjadi Rp 66,06 triliun pada akhir tahun 2018.
Kinerja penyaluran kredit BNI tersebut tidak terlepas dari kemampuan dalam mengelola likuditas secara optimal. Meskipun berada pada kondisi pasar likuiditas yang sangat ketat, BNI mampu menjaga pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) Rp 578,78 triliun pada Desember 2018 tumbuh 12,1% yoy dari tahun sebelumnya Rp 516,10.
Penghimpunan DPK BNI tersebut diiringi dengan menurunnya Cost of Fund dari 3,0% pada Desember 2017 menjadi 2,8% pada Desember 2018.
Hal ini tersebut tercapai karena BNI berhasil menumbuhkan rasio dana murah (CASA) dari level 63,1% pada Desember 2017 menjadi 64,8% pada Desember 2018.
Perbaikan rasio dana murah ini tidak terlepas dari pertumbuhan giro sebesar 18,2% yoy dan tabungan sebesar 13,0% yoy, yang lebih tinggi dibandingkan peningkatan deposito BNI yaitu 6,7% yoy.
Total Aset melampaui Rp 800 triliun, tepatnya Rp 808,57 triliun atau tumbuh 14,0% yoy dibandingkan akhir 2017 yang mencapai Rp 709,33 triliun.
"Pertumbuhan aset BNI ini jauh melampaui pertumbuhan aset di industri perbankan yang mencapai 9,1% yoy per November 2018," ujarnya. (dtf)