Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Perolehan laba bersih PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) di 2018 kedapatan berasal dari piutang yang dimasukkan ke pos pendapatan. Hal itu menjadi ramai ketika ada kabar dua komisaris menolak menandatangani laporan keuangan tersebut.
Piutang itu berasal dari kontrak kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi untuk pemasangan layanan konektivitas (on board WiFi) dan hiburan pesawat. Nilai kontrak yang ditandatangani Desember 2018 itu mencapai US$ 239,94 juta.
Dengan akal-akalan laporan keuangan itu, alhasil pada 2018 GIAA mencatatkan laba bersih US$ 809,85 ribu atau setara Rp 11,33 miliar (kurs Rp 14.000).
Setelah kabar itu terungkap, muncul kabar baru. Ternyata nilai transaksi itu menyusut.
Melansir CNBC Indonesia, perubahan nilai transaksi itu diumumkan dalam keterbukaan informasi pada 4 April 2019. Tercatat nilai transaksi turun menjadi US$ 172,94 juta.
Dengan demikian nilai transaksi dengan Mahata menyusut hingga US$ 67 juta, atau sekitar Rp 948,2 miliar.
Jika semula biaya kompensasi atas hak pemasangan layanan in-flight WiFi di 153 pesawat milik Garuda dihargai US$ 131,94 juta, maka menurut versi terbaru ini harganya kini hanya US$ 92,94 juta. Sementara itu, hak pengelolaan in-flight entertainment tetap di angka US$ 80 juta.
Selain itu, Sriwijaya tidak lagi dimasukkan dalam transaksi ini. Dalam perjanjian awal, nilai pemasangan dan pengelolaan in-flight WiFi pada 50 pesawat yang dioperasikan Sriwijaya dihargai senilai US$30 juta. Namun, Sriwijaya Air tidak lagi disinggung dan kini hanya menyebutkan layanan untuk Garuda dan Citilink.
Menariknya lagi, nilai transaksi dengan Mahata di laporan keuangan kuartal I-2019 masih dengan angka yang sama yakni US$ 239,94 juta. menurut perhitungan Tim Riset CNBC Indonesia, jika nilai versi baru yang melewati proses appraisal ini dicatatkan dalam laporan tahunan 2018, Garuda aslinya mencatatkan rugi bersih pada tahun lalu.
Secara operasional, total beban usaha yang dibukukan Garuda pada 2018 mencapai US$ 4,58 miliar, atau sebesar US$ 206,08 juta lebih besar dari pendapatannya. Saat itu, transaksi Mahata (versi pertama senilai US$239,94 juta) menjadi penyelamat, meski masih berstatus piutang.
Dengan revisi nilai transaksi versi penilai independen menjadi hanya US$172,94 juta, maka perusahaan pelat merah ini semestinya mencatatkan Pendapatan Lain-Lain Bersih senilai US$211,8 juta (dan bukannya US$278,81 juta) pada 2018.
Dus, laba usaha pun hanya US$33,8 juta (dan bukannya US$100,8 juta). Ini berujung pada rugi sebelum pajak US$47,99 juta (dan bukannya laba sebelum pajak US$19 juta). Jika kontribusi transaksi Mahata dan Sriwijaya dimasukkan (sebesar US$30 juta), maka perseroan masih memikul rugi sebelum pajak US$17,99 juta.dtc