Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Aliansi Indonesia Damai (AIDA) bersama komunitas korban Bom Kuningan, Bom Thamrin, dan Bom Kampung Melayu mendorong pemerintah untuk segera menerbitkan peraturan pemerintah (PP) untuk memberikan kompensasi kepada korban terorisme lama.
"Kami mendorong Kementerian Hukum dan HAM, khususnya Direktorat Jenderal Perundang-Undangan, Kementerian Keuangan, LPSK, dan BNPT agar segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) dari UU No. 5 Tahun 2018 sebagai aturan turunan untuk memberikan kompensasi kepada korban terorisme lama," ujar Direktur AIDA Hasibullah Satrawi di Hotel Softan, Jl. Cut Meutia, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (4/7/2019).
Hasibullah juga mengungkapkan, AIDA mendorong agar pemberian kompensasi kepada para korban terorisme lama tidak menggugurkan hak-hak lain di luar kompensasi. Hal ini karena hak-hak korban pada prinsipnya berdiri sendiri-sendiri.
"AIDA mendorong pemberian kompensasi kepada para korban terorisme didasarkan atas asas keadilan dan kesetaraan," tuturnya.
Sementara itu, salah satu korban Bom Thamrin, Dwi S. Rhomdoni (Dwieky) mengatakan tidak semua korban terorisme mendapatkan kompensasi. Untuk itu dia berharap PP kompensasi korban terorisme dapat memberikan kompensasi ke semua korban tragedi terorisme lama.
"Soal kompensasi untuk saya yang bom Thamrin itu dapat, Bom Melayu juga. Tapi untuk yang lama-lama itu, nggak dapat," kata Dwieky.
Dwieky menceritakan bahwa dari 30 korban Bom Thamrin, hanya 14 orang yang mendapatkan kompensasi medis dan 11 di antaranya mendapatkan kompensasi dari putusan pengadilan. Meski begitu, ia mengatakan bahwa jumlah yang diberikan ke tiap korban tidaklah sama.
"Kompensasi yang kita terima beda-beda. Kami menerimanya dalam bentuk cash. Jumlah yang saya terima dan yang teman-teman terima beda-beda. Saya dapat 100 juta, ada yang 50 juta, ada yang 20 juta," ucapnya.
Menurut Dwieky, kompensasi untuk korban terorisme menjadi penting sebab penderitaan yang diakibatkan pasca kejadian akan berdampak panjang. Tidak hanya menjadi cacat, tidak sedikit dari korban juga masih memerlukan penanganan berkelanjutan. Hal ini dialami Dwieky yang akibat terkena bom dirinya memiliki kesulitan dalam mengontrol diri karena dapat kolaps kapan saja. Ia pun kadang sulit untuk mengingat berbagai hal secara tiba-tiba.
"April 2017, saya mulai berias untuk mengembalikan kepercayaan diri. Saya nggak mau disebut difabel, saya nggak mau disebut cacat. Karena ada beberapa momen saya nge-blank. Saya nggak tahu harus ngomong apa. Setiap saat harus bawa rekaman atau catatan, kadang-kadang saya juga bisa tiba-tiba pingsan saat jalan," cerita Dwieky. dtc