Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. International Monetary Fund atau IMF mengatakan bahwa Cina harus menjaga mata uangnya tetap fleksibel jika eskalasi perang dagang dengan AS semakin mengancam ekonomi Negeri Tirai Bambu tersebut.
Berdasarkan laporan teranyar IMF, jika AS merealisasikan kenaikan tarif impor sebesar 25% untuk sisa produk Cina lainnya, maka dapat memangkas pertumbuhan ekonomi Cina sebesar 0,8 poin persentase pada tahun berikutnya seiring dengan lemahnya permintaan dan ketatnya kondisi finansial.
Sebelumnya, IMF pun telah memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi Cina pada 2019 menjadi 6,2%, karena risiko perang dagang dengan AS yang masih berlangsung sejak tahun lalu.
Oleh karena itu, IMF menilai pelonggaran kebijakan lebih lanjut oleh Cina, terutama melalui langkah-langkah fiskal, akan dibenarkan. Adapun, pada awal pekan lalu Cina telah mendepresiasi nilai tukarnya ke level terendah sejak krisis keuangan yaitu di level 7 yuan per dolar AS.
Namun, aksi Pemerintah Cina tersebut pun semakin membuat geram Presiden AS Donald Trump, dan menyebut China sebagai manipulator nilai tukar.
Kendati demikian, Kepala Misi IMF untuk Cina James Daniel mengatakan bahwa depresiasi yuan sudah sejalan dengan fundamentalnya, sehingga tidak dinilai terlalu tinggi ataupun undervalued secara signifikan.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan akhir pekan lalu, Jumat (9/8/2019), yuan renmimbi berada di level 7,0623 yuan per dolar AS, melemah 0,24%. Sementara itu, yuan offshore melemah 0,31% menjadi 7,0984.
Indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback terhadap sekeranjang mata uang mayor juga bergerak melemah 0,13% menjadi 97,491.
Di sisi lain, Mantan Gubernur Bank Sentral Cina Chen Yuan mengatakan bahwa pemerintah Cina harus bersiap untuk konflik jangka panjang dengan AS seiring dengan perang dagang yang diproyeksi akan berkembang menjadi perang mata uang.
Dia menilai balasan AS yang menilai Cina telah memanipulasi mata uangnya akan berdampak pada Cina lebih dalam dan luas jika dibandingkan dengan efek perang dagang saat ini.
“Sementara Cina harus mencoba untuk menghindari perluasan perselisihan dengan AS, pembuat kebijakan harus siap untuk konflik jangka panjang dengan AS terkait mata uang,” tutur dia.(bisnis.com)