Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) mengubah strategi bisnisnya tahun ini. Hal itu dilakukan lantaran melihat situasi ekonomi domestik maupun global yang kurang bersahabat.
Beberapa hal yang dianggap menjadi tantangan bagi perusahaan adalah pertumbuhan ekonomi dunia dan domestik yang diperkirakan melambat akibat berkepanjangannya perang dagang antara Amerika Serikat dan China, serta turunnya harga komoditas.
Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi di 2019 hanya sebesar 2,6% lebih rendah dibandingkan prediksi awal sebesar 2,9%. Perlambatan tersebut direspon sejumlah Negara dengan kebijakan moneter yang berdampak pada industri perbankan.
BTN pun telah melakukan kajian ekonomi makro dengan mengubah asumsi makro lantaran pertumbuhan ekonomi uang diperkirakan lebih rendah dari asumsi awal. Sehingga suku bunga acuan BI 7 days reverse repo rate diperkirakan terus turun seiring dengan inflasi yang relatif stabil.
"Penyesuaian Rencana Bisnis Bank (RBB) perlu dilakukan karena mempertimbangkan kondisi makro ekonomi yang ada dan melihat perkembangan industri perbankan dalam negeri yang cenderung mengalami pengetatan likuiditas," demikian kata Direktur Utama Bank BTN, Maryono, belum lama ini.
Maryono menjelaskan, ada sejumlah penyesuaian RBB dengan mempertimbangkan kinerja bisnis perseroan. Perubahannya meliputi pertumbuhan kredit hingga akhir tahun yang diprediksi berkisar 10-12% , sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) diprediksi juga tumbuh di level yang sama yaitu 10-12%, serta aset ditargetkan bisa tumbuh di kisaran 8-10%.
"Target pertumbuhan DPK dan kredit kami masih di atas RBB industri perbankan yang berada di angka 9-11% untuk kredit dan DPK yang hanya tumbuh 7 hingga 9%, kami optimistis kinerja Bank BTN tetap dalam jalurnya atau on track," kata Maryono.
Sejumlah strategi dijalankan Bank BTN untuk meraup pendanaan dan meningkatkan pertumbuhan kredit. Untuk Pendanaan, Bank BTN melakukan kombinasi antara dana dari wholesale funding seperti penerbitan obligasi berkelanjutan tahap II dan mengejar dana murah dari produk tabungan dan deposito.
Adapun segmen kredit yang digenjot adalah KPR non subsidi, kredit komersil dan kredit konstruksi. Ada beberapa hal yang jadi stimulus pertumbuhan kredit pada semester kedua tahun ini di antaranya kebijakan BI melonggarkan Giro Wajib Minimum (GWM).
Selain itu BI juga telah memangkas suku bunga acuan atau BI 7days reverse repo rate menjadi 5,75%, permintaan kredit terutama properti yang masih tinggi, serta stabilnya suhu politik pasca Pemilu Presiden lalu.
Dengan proyeksi meningkatnya penyaluran kredit, BTN juga akan lebih ketat dalam menjaga rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL). Perusahaan menargetkan NPL gross tetap dijaga di bawah 2,5%.
"Pengendalian NPL kami lakukan lewat pelelangan agunan yang tidak perform kepada developer maupun ke investor properti," kata Maryono.
Lebih lanjut pada RBB, Maryono juga menyampaikan revisi dari target rasio perbankan diantaranya, Rasio Kecukupan Modal dan rasio kredit macet dengan tetap menyesuaikan dengan aturan regulator. Untuk Capital Adequate Ratio (CAR) ditargetkan Maryono bisa bertahan pada kisaran 17-19%.
Selain itu Maryono memberikan penjelasan terkait rencana aksi korporasi yang sudah direncanakan sebelumnya akan tetap dilaksanakan untuk dapat direalisasikan sesuai rencana bisnis.
Seperti akuisisi Perusahaan Modal Ventura untuk menjadi 'vehicle' memiliki saham di LinkAja dan menuntaskan proses akuisisi PT PNM Investment Management (PNMIM) yang saat ini masih terus berjalan untuk sampai pada ujung dari rencana akuisisi tersebut, dimana pada akhir Juni lalu sudah diselesaikan transaksi tahap 1.
"Sesuai ijin OJK kita terus jalankan proses ini sampai mayoritas saham PNMIM secara ketentuan sudah terpenuhi untuk kita akuisisi," tegas Maryono.(dtc)