Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Ekonomi dunia sedang terancam resesi akibat perlambatan ekonomi di sejumlah negara. Indonesia harus tetap waspada dengan sinyal resesi ekonomi global yang terjadi saat ini.
Peneliti CSIS Fajar B Hirawan menjelaskan mengungkapkan, memang ada penurunan kinerja produk domestik bruto (PDB) di dunia.
"Dalam kasus Indonesia, kita harus tetap waspada, sinyal itu sudah mulai terlihat ketika kuartal II 2019, pertumbuhan ekonomi kita lebih rendah yakni 5,05% dibandingkan kuartal I 5,07%," kata Fajar saat dihubungi, Kamis (5/9/2019).
Menurut dia, beberapa faktor eksternal seperti perlambatan ekonomi di negara-negara mitra dagang strategis Indonesia seperti Amerika Serikat (AS) dan Cina, akibat perang dagang dan kebijakan ekonomi yang populis. Jika diasumsikan Indonesia tidak mampu mengutak-atik faktor eksternal ini, selain melakukan antisipasi negara tujuan ekspor, maka yang bisa dikelola adalah internalnya.
Fajar mengatakan, dari sisi internal, resesi ekonomi dapat terjadi karena indikator yang kurang baik seperti konsumsi rumah tangga yang turun, investasi dan produksi yang rendah. Hal ini harus terus dijaga kinerjanya oleh pemerintah. Karena pertumbuhan ekonomi Indonesia juga dipengaruhi oleh konsumsi rumah tangga.
Jurus paling jitu yang harus dilakukan pemerintah adalah menjaga daya beli masyarakat atau menjaga tingkat inflasi agar kinerja konsumsi rumah tangga tidak menurun.
"Wacana kenaikan harga seperti iuran BPJS dan listrik secara otomatis akan memengaruhi daya beli masyarakat, sehingga pemerintah tampaknya perlu mengantisipasi hal ini ke depannya," imbuh dia.
Selain itu untuk investasi dan produksi masih belum diimbangi dengan proses perizinan investasi yang pas. Masih banyak kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang kurang sinkron dan ditakutkan menjadi penghambat untuk pencapaian target investasi.
Menurut Fajar, Indonesia saat ini membutuhkan investasi yang sangat besar untuk membangun industri berbasis bahan baku lokal dan berorientasi ekspor. Karena itu diharapkan hambatan yang ganggu iklim investasi bisa dikurangi.
"Segala bentuk insentif fiskal yang dijanjikan pemerintah harus benar-benar direalisasikan sebagai bentuk komitmen agar investasi di seluruh Indonesia semakin banyak," jelas dia.
Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Ryan Kiryanto mengungkapkan pemerintah juga harus mendorong ekspor melalui produk manufaktur unggulan seperti alas kaki, perlengkapan otomotif, metal dan bahan dari kulit dan kayu ke negara tradisional maupun non tradisional.
Pemerintah bisa memperkuat program CEPA dengan negara-negara tertentu sebagai strategic buyers. Indonesia juga harus aktif dalam berbagai kegiatan internasional agar produk makin dikenal di pasar internasional.
"Selain itu juga pemerintah harus mendorong UMKM melalui policy yang pro pertumbuhan UMKM sebagai penyangga atau bumper perekonomian di saat mengalami pelemahan," imbuh dia.
Ryan menambahkan, juga harus ada insentif fiskal ke industri manufaktur tertentu yang padat modal dan padat karya. Kemudian, mempercepat belanja pemerintah pusat dan daerah sebagai pengungkit perekonomian.
"Koordinasi yang lebih baik dan proaktif dari semua K/L, BKPM, BI dan OJK untuk memformulasikan kebijakan yang integrated dan relaktatif (sebagai) sehingga menarik bagi investor dan pelaku usaha," ujarnya.(dtf)