Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Eksportir kelapa sawit dan biodiesel Indonesia sedang mendapat tekanan dari Uni Eropa gara-gara kampanye hitam dan juga pemberlakuan tarif bea masuk 8-18%. Menindaklanjuti hal tersebut, pemerintah akan menggelar rapat koordinasi mengambil sikap ke depan.
"(Pemerintah) belum (ada tindak lanjut lagi). Makanya kita akan segera melakukan rakor, minggu-minggu ini akan ada rakornya." tutur Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono, di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (6/9/2019).
Rakor ini juga akan membahas langkah Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang mau mengenakan tarif bea masuk 20-25% terhadap produk olahan susu dari Eropa sebagai tindakan balasan atau retaliasi. Kemarin, dalam media briefing dengan awak media, Uni Eropa mengatakan bahwa retaliasi tersebut hanya akan merugikan perekonomian Indonesia.
"Justru itu kan harus kita koordinasikan semuanya. Jadi perlakuan retaliasi pembahasan itu kan konsekuensinya ke mana-mana. Pasti nanti akan kita bahas di rakor itu," ujar Susiwijono.
Ia mengatakan, wacana tersebut juga akan melibatkan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia yang membawahi Komite Antidumping (KADI).
"Ya nanti Kadin kan juga merekomendasikan ke Pak Mendag, nanti dibawa juga ke rakor kan," katanya.
Sebelumnya, Uni Eropa telah memberlakukan tarif bea masuk terhadap biodiesel Indonesia sebesar 8-18%. Pemerintah Indonesia pun merasa keberatan dengan hal tersebut.
Menanggapi hal itu, Head of the Economic and Trade Section Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Raffaele Quarto mengatakan, tarif ini diberlakukan atas dasar keadilan. Besaran tarif yang diberlakukan untuk biodiesel Indonesia katanya juga lebih rendah dibandingkan kebijakan negara lain.
"Tarif yang dikenakan terhadap biodiesel Indonesia, sebesar 8-18% sebenarnya adalah angka yang kecil jika dibandingkan dengan negara lain. Bahkan, USA saja memberlakukan tarif anti subsidi 30-50%, dan sebagainya," kata Raffaele.
Kemudian, ia mengatakan, dengan memberlakukan tarif bea masuk 20-25% terhadao produk olahan susu dari Eropa yang merupakan bahan baku dari berbagai industri makanan, minuman, dan sebagainya di Indonesia hanya akan merugikan RI. Terutama produk susu bubuk dari Eropa yang kualitasnya sudah terbukti cocok untuk industri di Indonesia. Dengan begitu, wacana ini hanya akan memberikan kerugian bagi berbagai industri di Indonesia yang menggunakan produk susu olahan dari Eropa.
"Banyak perusahaan di Indonesia yang menggunakan produk olahan susu dari Eropa sebagai bahan baku. Mereka tentunya akan terdampak. Contohnya, Eropa merupakan pemasok susu bubuk di Indonesia yang digunakan oleh berbagai industri. Kalau dikenakan tarif sebesar itu, hanya akan memberikan kerugian," jelas Raffaele.(dtf)