Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan perang dagang dan geopolitik mewarnai kondisi perekonomian global sepanjang 2019. Kondisi-kondisi yang terjadi antara lain berlanjutnya proses Brexit, protes di Hong Kong, hingga ancaman resesi di beberapa negara.
"World Economic Outlook (WEO) April 2019 yaitu pada musim semi 2019 menyampaikan volume perdagangan dan PE global dikoreksi ke bawah karena risiko meningkat dan terjadinya krisis di Venezuela ekonomi politik sosial," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita di kantornya, Selasa (7/1/2020).
Dari sisi perang dagang, kata Sri Mulyani, Amerika Serikat (AS) dengan China terus mencari kesepakatan yang terbaik seperti pada pertemuan G20 di bulan Mei. Tapi kesepakatan itu tak kunjung membuahkan hasil hingga membuat tensi perang dagang tambah memanas.
"Juli Jepang dan Korsel (Korea Selatan) ada ketegangan dan berimbas pada perang dagang, Agustus Argentina krisis nggak mampu bayar utang dan perlu direstrukturisasi setelah Presiden alami kekalahan pemilu, kemudian Aramco dapat serangan sehingga alami penurunan 5%, sehingga minyak mentah turun seketika," katanya.
Kemudian pada Oktober ada kondisi politik yang cukup memanas di Chili karena ada kenaikan tarif transportasi umum. Protes masyarakat Chili tak terhindarkan.
"Dan dilihat juga pada Desember meski AS-Tiongkok yang diumumkan namun dari sisi politik terjadi impeachment di AS. Dengan dinamika tersebut maka dilihat berbagai negara alami pengaruhi ekonominya termasuk partner dagang Indonesia," katanya.
Dari kejadian-kejadian tersebut, pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara melambat. AS 2,1%, China 6,2%, Singapura cuma 0,7%. Kemudian Inggris mengalami pelemahan karena ketidakpastian politiknya. Meski begitu, Sri Mulyani menambahkan, Indonesia tetap mampu menjaga pertumbuhan ekonomi di atas 5%.
"India emerging country yang jadi 2nd highest growth tumbuh 4.5% dari 7% Thailand juga pengaruh. Kombinasi eksternal dan internal sendiri pengaruhi perekonomian dari negara tersebut apa itu politik mereka di dalam negeri berimbas ketegangan dagang dan geopolitik," katanya.
"Kembali ke Indonesia dengan tekanan yang tidak kondusif kita tetap mampu jaga pertumbuhan di atas 5%. Kalau dilihat dari komponen karena domestik demand konsumsi tumbuh di atas 5%" tuturnya.(dtf)