Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Berdasarkan riset Giesecke+Devrient (G+D) dan Smither Spira, pertumbuhan pencetakan uang kartal dunia, baik uang kertas maupun uang logam masih tumbuh 2-3%.
Direktur Pengembangan Usaha Perum Peruri Fajar Rizki mengatakan, kebutuhan mencetak uang terus tumbuh meski saat ini gencar aktivitas transaksi digital.
"Belum lama ini kita dapat share dari Ibu Dirut yang baru pulang dari Jerman, ia baru mengikuti seminar mata uang dunia. Hasil risetnya masih tumbuh 2-3% untuk pertumbuhan uang kertas maupun uang logam dunia," kata Fajar dalam acara Ngopi BUMN, di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (8/1/2020).
Pencetakan uang rupiah sendiri merupakan penugasan dari Bank Indonesia (BI) setiap dua tahun sekali. Rata-rata uang yang dicetak per tahunnya itu sebanyak 8 miliar bilyet (lembar uang).
"Kita dapat penugasan dari BI dua tahun sekali. Itu komposisinya beragam. Rata-rata itu kurang lebih 8 miliar bilyet," terang dia.
Fajar mengatakan, memang untuk pencetakan uang kartal domestik sendiri masih cukup besar. Saat ini kontribusi percetakan uang rupiah terhadap pendapatan perusahaan masih menyentuh angka 60-70%.
Selain itu, Fajar menuturkan, Indonesia sebagai negara kepulauan memang masih membutuhkan transaksi dengan uang kartal. Pasalnya, di wilayah yang jauh dari perkotaan, transaksi cashless masih belum mendominasi.
"Negara kita ini kan kepulauan, yang kebutuhan uang fisiknya masih tumbuh sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Memang kalau di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Makassar, Medan, ini cashless-nya di kota-kota besar. Tapi di kota yang jauh dari perkotaan masih menggunakan uang secara fisik," jelas Fajar.
Berdasarkan data yang diterima detikcom dari Peruri, pada tahun 2019 pendapatan usaha tercatat sebesar Rp 3,9 triliun. Angka tersebut meningkat 23% dari pendataan usaha 2018 yang sebesar Rp 3,1 triliun.
Sedangkan, laba usahanya sebesar Rp 595 miliar atau meningkat 30% dibanding tahun 2018 yang hanya Rp 456 miliar. Kemudian, laba bersih sebesar Rp 360 miliar, meningkat 25% dibandingkan tahun 2018 yang hanya Rp 288 miliar.(dtf)