Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-New York. Delta Air Lines mencatat rugi US$ 534 juta setara Rp 8 triliun (kurs Rp 15.500/ dolar AS) dalam tiga bulan pertama tahun ini. Kerugian pada kuartal pertama ini menjadi yang terparah dalam lima tahun terakhir.
Delta menjadi maskapai pertama yang melaporkan kerugian akibat krisis virus Corona. Rugi sebelum pajak dan lain-lain tercatat US$ 326 juta (Rp 5 triliun), dibandingkan dengan laba tahun lalu sebesar US$ 639 juta (Rp 9,9 triliun).
Pendapatan di kuartal ini turun US$ 1,9 miliar (Rp 29 triliun) dibandingkan tahun lalu, menurun 18%. Maskapai mengatakan kerugiannya belum termasuk kerugian pada barang-barang lainnya.
"Kerugian pada kuartal pertama 2020 benar-benar belum pernah terjadi dalam sejarah kami," kata CEO Delta Air Lines, Ed Bastian. Dilansir dari CNN, Kamis (23/4/2020).
Delta memperkirakan kerugian saat ini hanya peringatan awal di krisis saat ini. Maskapai memprediksi pendapatannya bisa anjlok 90% dan akan terus mengalami kekurangan permintaan perjalanan pada tahun berikutnya.
"Kami semua berharap dapat memprediksi laju pemulihan, namun pemulihan akan ditentukan oleh konsumen yang merasa baik secara fisik dan finansial, untuk memulai perjalanan lagi," kata Bastian.
"Mengingat efek dari pandemi berdampak pada finansial dan ekonomi global. Kami memprediksi kondisi saat ini akan terus terjadi pada tiga tahun mendatang," lanjut Bastian.
Delta dan maskapai lain telah memangkas jadwal penerbangan mereka pada awal tahun ini dan sebagian juga telah memarkirkan pesawat mereka.
Kerugian Delta lebih kecil dari perkiraan kerugian oleh analis Wall Street yang disurvei oleh Refinitiv. Setiap maskapai AS diperkirakan akan melaporkan kerugiannya di tiga bulan pertama tahun ini.
Terbukti selain Delta, ada United Airlines (UAL) telah melaporkan rugi sebelum pajak US$ 1 miliar (Rp 15 triliun) pada kuartal pertama, karena permintaan untuk perjalanan udara telah jatuh ke angka nol. Kerugian operasional kuartal pertama untuk industri AS diperkirakan akan mencapai US$ 2 miliar (Rp 31 triliun).
Kongres baru-baru ini menyetujui paket bantuan US$ 50 miliar (Rp 779 triliun) untuk industri, dengan US$ 17,5 miliar (Rp 272 triliun) dalam bentuk hibah federal dan sisanya dalam bentuk pinjaman.
Bantuan federal datang dengan persyaratan bahwa maskapai penerbangan tidak menerapkan PHK, cuti atau pemotongan gaji untuk karyawan sampai akhir September. Selain itu, perusahaan harus mempertahankan beberapa layanan ke semua kota.(dtf)