Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
PADA 12 September 2020, penulis baru saja menginjakkan kaki di Kota Medan untuk mengurus beberapa hal terkait perkuliahan. Karena kebetulan status Medan sebagai salah satu penyumbang kasus pandemi terbesar di Indonesia, maka masker dan handsanitizer menjadi kewajiban baru yang harus selalu dibawa.
Sungguh di luar dugaan, ternyata faktanya masih banyak warga kota yang berjuluk Melayu Deli ini tidak mematuhi peraturan wajib masker tersebut. Bahkan yang semakin membuat penulis bergidik ngeri adalah ketika melihatPpajak (istilah orang Medan untuk menyebut pasar) Sukaramai penuh dengan sesak dan tentu saja tanpa ada pengawasan ketat dari aparat setempat.
Setelah menyaksikan secara langsung riuhnya transaksi jual beli antara pedagang dan konsumen di Pajak Sukaramai, penulis menjadi memaklumi mengapa kasus pandemi Covid-19 terus melambung tinggi di Indonesia.
Di Indonesia pasar merupakan bagian yang luput dari pemantauan pemerintah. Tempat umum yang paling ramai dengan desak-desakan antara pembeli yang tak mungkin dapat dihindari. Ketika hembusan napas dihirup berkali-kali menjadi satu alasan yang tepat mengapa penularan pandemi ini semakin tak terkendali.
Mungkin di pusat perbelanjaan dan perkantoran, sistem keamanan dan kenyamanan konsumen lebih terjaga. Mereka memiliki alat cek suhu tubuh, mewajibkan karyawan dan pembelinya menggunakan masker serta tetap menjaga kehigienisan barang dengan melakukan pembayaran via ATM atau sistam credit card.
Akan tetapi coba kita bandingkan dengan di pasar, dimana jarak anatara pedagang yang satu dengan yang lain hampir tidak ada, ditambah lagi pembayaran jual beli masih menggunakan sistem transaksi tunai. Dari hal ini saja dapat kita ketahui berapa kali uang tunai tersebut berpindah tangan..
Indonesia menjadi kluster baru pertumbuhan pandemi yang masih belum dapat dikendalikan. Covid 19 pun memanfaatkan kecerobohan setiap orang untuk meningkatkan eksistensinya. Sehingga pandemi ini akan terus menggerogoti, baik sektor ekonomi, politik bahkan budaya sekalipun akan terkena imbasnya.
Pemerintah pun cenderung lambat dalam menyelesaikan pandemi ini. Imbauan selalu memakai masker kemanapun tak diimbangi dengan pengawasan yang ketat. Seolah masker saja sudah dapat menangkal serangan pandemi ini. Alangkah bijaknya apabila imbauan memakai masker diimbangi dengan pengawasan yang super ketat, mungkin sekarang kita sudah dapat bebas bercengkrama dengan teman sekampus, sekantor atau bahkan saudara yang jauh di seberang pulau.
Anggaran penanggulangan pandemi ini pun luar biasa besarnya, akan tetapi lagi-lagi cara pemerintah dalam menanggulangi penyebaran Covid-19 ini pun tergolong kocak. Sebut saja penyemrotan disenfektan dengan watercannon dari mobil barracuda milik Brimob yang menyemprot warga di jalanan. Bukannya terhindar dari virus malah harus masuk angin karena basah kuyub. Apalagi kebijakan yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menghadirkan peti mati di tepi jalan sebagai bentuk peringatan terhadap pandemi. Alih-alih membuat masyarakat takut, peti mati tersebut lagi-lagi hanya menjadi hiburan serta objek foto dalam mengkritik kebijakan sang gubernur.
BACA JUGA: Perusakan Mapolsek Ciracas dan Sumpah Prajurit
Masih banyak lagi kebijakan-kebijakan konyol yang dilakukan pemerintah daerah lain dalam mengurangi penularan pandemi ini. Dari kebijakan-kebijakan konyol tersebut dapat kita pahami bahwa regulasi antara pusat dan daerah tidak berjalan dengan baik. Sehingga daerah mengambil langkah sendiri dalam mencegah penularan Covid-19 ini. Kebijakan antimeinstream pun tak dapat terhindarkan. Ketidakjelasan inilah yang menyebabkan ketidakpedulian masyarakat terhadap bahaya pandemi ini sudah jauh berkurang.
Sebenarnya masyarakat Indonesia bukannya tidak perduli terhadap pandemi ini. Jika kita kembali melihat saat awal mula virus ini masuk ke Indonesia masyarakat dapat cepat mengisolasi diri di rumah masing-masing. Momentum ini tidak dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah, terkhusus pemerintah daerah.
Jika saja momentum ini dimanfaatkan dengan baik dengan cara pemantaun langsung oleh aparat gabungan baik TNI dan Polri, serta pendataan WNI yang baru pulang dari luar negeri jelas, maka niscaya kontraksi terhadap pertumbuhan ekonomi kita tidak sedemikian parah.
Sekarang pandemi ini bukan lagi sekadar wacana. Ia mengintai setiap dari kita baik muda, tua, sehat, terlebih yang sakit-sakitan. Kekuatannya tak dapat diremehkan dengan semprotan watercannon atau hanya sekadar imbauan memakai masker dan selalu jaga jarak. Bak pencuri di malam hari ia dapat mengintai rumah siapapun, baik si kaya dan simiskin dan pada akhirnya hanya ada kemelaratan yang ia tinggalkan bagi si pemilik rumah.
Melalui tulisan ini penulis menuntut pemerintah khususnya daerah agar serius dalam mencegah penularan Covid-19. Perhatikan sektor-sektor yang luput dari pantaun petugas, seperti misalnya pasar dan tempat keramaian lainnya. Agar seluruh masyarakat Indonesia tak perlu lagi menjalani kehidupan pengasingan ini lagi.
====
Penulis mahasiswa jurusan ilmu politik FISIP USU.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]