Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Ibarat bunga mawar yang memancarkan keanggunan, memanjakan mata serta aromanya yang harum semerbak menawan seakan menegaskan bahwa dialah yang terbaik dari semua bunga. Tidak jauh beda dengan kontestasi pilkada yang selalu menawarkan janji-janji wah, menegaskan bahwa dia lebih baik dari pasangan calon yang lain, membuat masyarakat takjub, menarik simpati dengan tujuan untuk memilihnya sebagai pemimpin.
Kampanye merupakan hal yang tidak asing lagi di alam demokrasi. Kampanye selalu memberikan hal yang unik dalam mempresentasekan langsung visi-Misi pasangan calon. Kampanye pada prinsipnya merupakan suatu proses kegiatan komunikasi individu atau kelompok yang dilakukan secara terlembaga dan bertujuan untuk menciptakan suatu efek atau dampak tertentu, tindakan komunikasi yang terencana yang dilakukan secara bekelanjutan pada kurun waktu tertentu. (Rogers dan Storey, 1987)
Pesta demokrasi 5 tahunan dijadwalkan akan berlangsung pada akhir 2020 di berbagai daerah. Lagi-lagi virus Covid-19 menjadi penghalang. Pilkada yang seharusnya pada 23 September 2020 harus diundur hingga 9 Desember 2020. Hal tersebut merujuk pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pilkada yang diteken Presiden Joko Widodo pada 4 Mei 2020 (kompas.com, 25/07/2020). Sesungguhnya dalam dunia demokrasi pilkada merupakan salah satu jambatan emas dalam memantapkan kehidupan demokratis, memilih pemimpin yang bisa mewujudkan kesejahterahan masyarakat.
Namun, nasib yang berbeda harus dirasakan 270 wilayah, 9 provinsi, 224 kabupaten, 37 kota dan sebanyak 106 juta jiwa pemilih. Pilkada serentak harus dilaksanakan di tengah pandemi, tentunya memberikan tantangan-tantangan tersendiri, riak-riak suara dan hebohnya pesta kampanye mungkin akan dibatasi sekaligus terciptanya wajah baru kampanye di tengah pandemi, wajah yang penuh kekhawatiran namun harus dijalani dengan langkah yang terasa berat. Bagaimana tidak, pemimpin yang dipilih sebelum pandemi saja masih banyak yang jauh panggang dari api, janji manis kampanye dikubur hanya sebagai kata-kata manis saja. Lalu, bagaimana nantinya pemimpin yang dipilih lewat pandemi?
Perbincangan hangat tentang perjalanan baru sekaligus terciptanya sejarah baru di negeri ini, banyak insan bertanya bagaimana jadinya kampanye, optimalkah? Bagaimana para calon mempresentasekan visi misi serta prestasi di tengah pandemi? Ya, ini masalah masa depan, karena salah pilih akan sengsara 5 tahun ke depan. Pandemi ini memaksa untuk berinovasi dalam memproklamasikan visi-misi dengan cara yang baru.
Selain itu, pilkada tahun ini membuat “hidup segan, mati tak mau”, karena dihadapkan pada tantangan yang amat berat. Penulis setuju dengan peneliti Centre for Strategic and Internasional Studies (CSIS) yang mengatakan, ada tiga tantangan yang akan dihadapi oleh pemerintah pada pesta kampanye. Jangan sampai pesta demokrasi ini justru kemunculan klaster-klaster baru virus akibat kurangnya sosialisasi
BACA JUGA: Pendidikan dan Malapetaka Generasi
Pertama, tantangan terbesar memastikan bahwa protokol kesehatan benar-benar diterapkan dengan baik, menggingat masih banyak yang belum mematuhi protokol kesehatan, Satgas Covid-19 menyebutkan kepatuhan protokol kesehatan masih di bawah 50%. Padahal 90% masyarakat sudah mengetahui tentang pentingnya protokol kesehatan, termasuk menggunakan masker. Hal ini menjadi tantangan bagaimana KPU memastikan protokol kesehatan dilakukan dengan baik oleh setiap petugas di lapangan pada setiap tahapan
Kedua, regulasi terkait penerapan protokol kesehatan dalam kampanye, pengawasan aturan itu harus dilakukan dengan ketat, bahkan perlu diberlakukan sanksi, khususnya kepada kandidat yang melanggar protokol kesehatan. Ketiga, proses sosialisasi KPU kepada publik dan kandidat pada masa kampanye Pilkada 2020 harus optimal supaya kampanye dan pilkada pada 9 desember mendatang berjalan dengan lancar.
Tentunya setiap insan harus turut berperan dalam melawan persebaran covid-19, mari saling bertopang tangan dalam menyukseskan kampanye dan pilkada yang akan datang. Karena tidak ada pilihan lain selain menerapkan protokol kesehatan dengan baik, penulis melihat penundaan pilkada mungkin akan sangat tidak mudah dilakukan. Menkopolhukam Mahmud MD mengatakan bahwa pilkada tahun ini tidak mungkin ditunda lagi. sebab Plt tidak memiliki kewenangan definitif. akan berpengaruh pada sektor ekonomi dan investasi, ditambah lagi Indonesia akan menghadapi jurang resesi.
====
Penulis Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik Fisipol Universitas Sumatra Utara.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]