Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Perjalanan sebuah bangsa selalu saja memberikan momen-momen spesial dalam hal tertentu. Tidak terkecuali dengan bangsa kita dimana setiap tanggal 28 Oktober merupakan sebuah momen khusus sebagai ihwal berdirinya Negara Republik Indonesia menuju sebuah negara yang mampu mempersatukan berbagai ragam budaya (suku), agama, dalam sebuah spirit yang bernama Indonesia. 92 tahun yang lalu anak-anak muda dari berbagai daerah mendeklarasikan sebuah kesatuan, yaitu satu bangsa, satu bahasa dan satu tanah air, yaitu Indonesia. Perjuangan anak-anak muda kala itu tidak ada kepentingan pribadi, yang ada adalah sebuah perjuangan yang digerakkah oleh “keinginan luhur” (noble desire) dan kebersamaan dengan satu tujuan, Indonesia yang merdeka dari penjajahan. Buah dari perjuangan ini bermuara pada Indonesia merdeka melalu proklamasi 17 Agustus 1945.
Warisan anak-anak muda 92 tahun yang lalu tentu menjadi tugas kita mentransformasikannya, dan bukan sekedar mewarisi. Spirit sumpah pemuda adalah “vitamin jiwa” bagi semua warga negara agar mampu menjadi warga negara yang cerdas, bertanggung jawab, dan taat pada aturan serta hukum yang berlaku. Dalam perjalanan bangsa ini yang kita lihat, masih banyak perilaku kita yang jauh dari sumpah pemuda. Penyakit korupsi (corruption disease), illegal loging, narkoba, pembalakan hutan secara liar adalah sejumlah kecil daftar penyakit sebagai musuh bangsa ini. Pemberantasan korupsi sampai saat ini masih sangat sulit dilakukan, karena sudah menjadi penyakit akut yang pengobatannya buruh terapi khusus. Berbagai upaya terus dilakukan agar korupsi bisa diminimalisir sampai ke level yang paling kecil.
Saat ini di berbagai daerah di belahan nusantara ini akan dilakukan pilkada dengan tujuan memilih kepala daerah (bupati/wali kota dan gubernur). Tujuan pilkada ini tentu secara umum adalah memilih seorang pemimpin yang berkarakter bagus, punya visi, dan berjiwa pelayan di daerah agar mampu menjalankan roda pemerintahan yang mampu mempercepat pembangunan untuk rakyat. Pilkada adalah proses politik yang didalamnya sangat kita harapkan “berdampak besar” (big impact) bagi peningkatan pelayanan publik dan pembangunan lokal. Harapan rakyat ini wajar mengingat selama ini sangat jarang kita jumpai kepala daerah yang punya prestasi dan reputasi yang sangat bagus. Bahkan tidak jarang Kepala daerah banyak berurusan dengan hukum karena korupsi. Ini terjadi karena biaya politik yang sangat tinggi untuk menjadi kepala daerah. Begitulah para analis yang berkompeten dan kajian akademisi menyebutnya.
Lantas, bagaimana dengan pilkada Kota Medan yang mempertemukan duo Nasution, kalau bisa dibilang satu senior dan satu junior. Pilihan hanya pada yang dua ini. Apakah proses pencalonannya telah menunjukkan pencalonan yang transparan, punya akuntabilitas, sesuai harapan rakyat tentu hanya parpol yang tahu persis karena merekalah yang diamanatkan oleh UU untuk mencalonkan kepala daerah. Calon independen tidak ada karena mungkin berbagai prasyarat yang sangat berat.
Sekali lagi, pilkada adalah sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Dalam berpilkada kita ahrus melihat, bahkan menoleh kembali kepada peristiwa sumpah pemuda. Sumpah pemuda memberikan kita sebuah pesan moral, betapa dalam berjuang atau perjuangan politik kekuasaan bukan segalanya. Anak-anak muda 92 Tahun yang lalu tidak pernah ada dalam lintas pikirannya untuk memperoleh keuntungan. Yang ada hanya satu tujuan, bagaimana menegakkan Indonesia yang satu demi tujuan yang sangat mulia, Indonesia merdeka, yang dimulai dari keinginan untuk bersatu. Apa yang dilakukan oleh anak-anak muda ini seharusnya menjadi permenungan khusus bagi kita betapa negara ini membutuhkan ide kreatif, membutuhkan niat yang tulus, keinginan yang luhur untuk berbuat yang terbaik bagi bangsa.
BACA JUGA: Mengisi Kemerdekaan
Fakta politik membuktikan betapa bangsa kita dalam kompetisi politik seringkali terlibat konflik. Masyarakat pendukung terbelah karena beda dukungan. Sesama kontestan gugat menggugat ke MK. Proses politik pilkada yang kita lakukan tidaklah sehat karena kurangnya edukasi politik dan literasi politik. Masyarakat kita sangat gampang dimobilisasi oleh elite politik dengan tujuan praktis. Ini adalah bentuk gagalan parpol sebagai pusat atau institusi yang seharusnya mendukung pendidikan agar masyarakat cerdas secara politik.
Untuk itu, dalam konteks pilkada Kota Medan saatnya semua elemen, mulai dari masyarakat pemilih, calon, team sukses, penyelenggera (KPU dan Bawaslu), ASN harus melakukan sesuai dengan porsinya. Tujuan kita berpilkada tentu satu, mencari calon Walikota Medan yang menjadi pelayan bagi rakyat dengan karakter kepemimpinan yang melayani dan amanah. Semua pihak punya tanggung jawab untuk itu. Jika kita melakukannya sesuai dengan tanggung jawab kita masing –masing, proses pilkada Kota Medan akan berjalan dengan damai dan penuh dengan persaudaraan. Persaingan memang kadang menyakitkan karena hasil akhir yang sering kita lihat dan kita tidak siap. Kita harus meletakkan pilkada Kota Medan sebagai wujud kebersamaan politik (political togetherness). Kalah dan menang adalah hal yang biasa. Beda pilihan adalah naluriah dan itu biasa. Tetapi ketika pilihan kita kalah, maka kita harus mengucapkan selamat kepada yang menang. Itulah idealnya.
Sejarah mencatat dan kalau bisa memaksa kita untuk melihat kebelakang sebagai sebuah refleksi betapa spirit sumpah pemuda sangat bagus untuk jadi pembelajaran maha berharga bagi semua anak bangsa ini. Cerdas memahami sejarah telah dipesankan oleh Presiden Soekarno (the founding father kita) dulu kepada kita dengan menyebut sebuah istilah “JASMERAH” (jangan sekali –sekali melupakan sejarah). Sebagai warga negara yang, kita sangat dituntut untuk memahami sejarah (understand the history) bangsa ini agar semua warga negara bisa memahami apa yang jadi tanggung jawabnya. Kesimpulan yang yang bisa kita buat, bangsa ini butuh warga negara yang punya tekad, negara ini butuh warga negara yang jujur, negara ini butuh warga negara yang punya nasionalisme, dan negara ini butuh warga negara yang mendahulukan kepentingan umum (prioritize the public interest) di atas kepentingan pribadi.
Warga negara yang mau berkorban, punya tekad yang bagus (great determination), punya semangat nasionalisme dan gelora kebangsaan telah ditunjukkan oleh para anak-anak muda 92 tahun yang lalu saat mereka mengobarkan gelora kebangsaan Indonesia denga tiga kebulatan tekad, tanah air Indonesia, bahasa Indonesia, dan bangsa Indonesia. Artinya, spirit KeIndonesiaa itu telah ada 92 tahun lalu sebelum Indonesia merdeka 17 Agustus 1945. Apa yang dilakukan oleh anak –anak muda ini dari berbagai latar belakang suku dan agama yang berbeda ini sangat luar biasa. Dari sini hendaklah anak bangsa ini dapat belajar betapa sebenarnya nasionalisme, rela berkorban (willing to sacrfice) , punya visi besar telah tumbuh 90 tahun yang lalu.
Hanya, mengapa kita selalu gagal memahaminya dan mengimplementasikan jiwa anak –anak muda 92 tahun yang lalu dalam spirit Sumpah Pemuda dengan kehidupan keseharian kita sebagai warga negara dan juga sebagai pejabat negara? Padahal jikwa warisan anak-anak muda dalam spirit Sumpah Pemuda 28 Okotober 1928 ini kita warisi dengan baik maka segala bentuk korupsi, narkoba, kriminal, prostitusi, kebakaran hutan, dan kemiskinan mungkin tidak akan pernah ada di negara ini. Kegagalan kita sebagai sebuah negara terletak kdetika kita gagal mewarisi karakter (failed to ihnherit character) para pendiri negara ini, khususnya lagi anak-anak muda yang berjuang 92 tahun yang lalu untuk membentuk sebuah negara bangsa (nation state) yang disebut satu tanah air, satu bahasa, dan satu bangsa yaitu “Indonesia”
Sekali lagi, kebulatan tekad anak-anak muda dari berbagai latar belakang suku dan agama 90 tahun yang lalu patut kita acungkan jempol. Identitas kesukuan mereka tinggalkan dengan baik menuju keIndonesiaan yang satu. Mereka tidak peduli eksistensi suku mereka, yang penting mari membentuk identitas nasional atas nama bangsa Indonesia. Mereka tidak digaji, mereka datang dengan ideologi yang bertujuan membentuk sebuah bangsa sebagai wadah mempersatukan semua anak bangsa di nusantara ini. Itupun dengan tujuan agar masyarakat bisa mendapatkan hak-haknya dengan baik melalui pembentukan sebuah bangsa.
Sekali lagi, pilkada Kota Medan yang akan kita lakukan pada tanggal 9 Desember 2020 ini harus kita lihat sebagai upaya membangun dari berbagai pihak. Boleh beda pilihan, boleh beda parpol, boleh beda metode, yang pasti semua yang terlibat dalam pilkada Kota Medan harus mengedepankan jiwa besar bahwa masa depan Kota Medan ini adalah tanggung jawab kita semua. Untuk itu,warga Kota Medan sebagai pemilik kedaulatan bisa menggunakan hak pilihnya secara bertanggung jawab dan cerdas. Menolak money politic adalah cara yang paling bagus dalam mendorong pilkada Kota Medan yang beradab dan bermutu.
Penutup
Pihak penyelenggera seperti KPU harus profesional dan netral tanpa takut diintervensi oleh siapapun. Laksanakanlah pilkada Kota Medan itu dengan profesional, transparan dan penuh tanggung jawab. Dengan demikian, proses pilkada itu akan menunjukkan sebuah siklus yang sehat dan baik. Saat yang bersamaan parpol harus juga mendukung proses yang baik dan benar. Begitu juga dengan kontestan juga ahrus menerima konsekuensi pilihan rakyat dan mampu menerima hasilnya dengan baik. Kedewasaan politik tentu jadi kekuatan dan ruh demokrasi yang baik. Semoga Pilkada Kota Medan berjalan dengan baik, transparan, jujur, dan hasilnya diterima oleh semua pihak. Kita semua adalah saudara. Kita semua adalah satu dalam penanggungan dan satu dalam kemajuan. Mari mengedepankan kekeluargaan dalam pilkada Kota Medan 2020. Horas....Horas....Horas.....!
====
Penulis Dosen Tetap FISIP Universitas HKBP Nommensen Medan/ Mahasiswa S3 Manajemen Pendidikan.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]