Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
SALAH satu penjajah yang mungkin sepanjang masa akan kita lawan adalah koruptor. Korupsi sebagai kejahatan yang luar biasa tentu cara menghadapinya juga harus luar biasa juga. Koruptor yang merupakan orang yang merusak negara dengan segala cara liciknya akan terus berusaha melakukan kendali atas negara. Untuk itu, penjajah koruptor ini jika terus dibiarkan akan membuat negara bisa ambruk, bahkan hancur. Untuk itu, tatkala dimana –mana pekik kemerdekaan dibunyikan, maka yang terbayang di pikiran penulis adalah korupsi adalah sebuah virus yang punya daya jelajah hebat dalam merusak negara ini. Inilah yang musti kita sikapi bersama bahwa merdeka dari korupsi adalah sesuatu keharusan yang jadi visi kita bersama.
Kini, sesuai dengan perkembangan zaman penjajahan sudah mengelami pergeseran bentuk. Sekarang kita kenal penjajahan gaya baru dalam bentuk wujud lain yang justru lebih berbahaya. Salah satu bentuk penjajahan gaya baru itu adalah korupsi (new style colonization is corruption). Koruptor masuk kategori penjajah karena sifat rakusnya (greedy nature) sama dengan penjajah (invaders), menghabiskan semuanya (SDA) untuk pemuas nafsunya. Berarti, daya juang dalam mengisi kemerdekaan, sudah lagi bukan dalam bentuk mengangkat senjata, tetapi melawan hawa nafsu. Dari sini dapat kita buat sebuah frasa baru, tidak korupsi saja sudah ikut mengisi kemerdekaan, sekalipun tidak harus mendapat pengakuan administratif dari pemerintah. Banyak cara untuk mengisi kemerdekaan di usia NKRI ke 75 ini.
Sekali lagi, tidak korupsi saja, taat membayar pajak (obedient to pay taxes), membuang sampah dengan teratur, menolong sesama, berkunjung ke panti asuhan untuk berbagi dengan sesama, tidak menerobos lampu merah, bertutur kata santun dengan sesama, ini saja sudah jadi cukup bagi kita untuk mengisi kemerdekaan. Negara ini butuh yang individu yang peduli, taat, jujur, tidak korup, pekerja keras, sebagai sebuah prasyarat untuk menjadi negara yang kuat dan bermartabat (become a strong and dignified country).
Sekali lagi sangat perlu untuk kita pertegas, apa yang penting kita lakukan bersama dalam rangka memperingati hari kemerdekaan negara ini. 17 Agustus 1945 merupakan sebuah peristiwa heroik itu tentu tidak bisa kita lupakan sebagai sebuah momentun sejarah yang memang perlu diingatkan pada memori kolektif anak-anak bangsa ini. Kini, makna kemerdekaan sudah mengalami pesegeran yang sangat luar biasa. Perang fisik kemungkinan tidak akan terjadi. Perang yang terjadi saat ini adalah perang ekonomi dan perang ideologi yang sangat mempengaruhi perjalan sebuah bangsa kedepannya.
Telah dipertegas di atas, hal –hal sederhana yang kita lakukan untuk menujukkan cara kita mengisi kemerdekaan tidaklah sulit. Butuh komitmen dan kemauan serta kesamaan visi yang sama dari semua anak bangsa ini. Hal –hal sederhana itu seperti taatlah pada lampu merah, bantulah anak panti asuhan, tanamlah pohon untuk menyelamatkan dunia, berilah hak pilih anda pada waktu pemilihan, dan jauhilan korupsi sudah sangat membantu bangsa ini. Fakta berbicara saat ini tingkat korupsi sangat masif, pengemplang pajak merasa tidak berdosa, begal sangat sadis, illegal loging sangat marak, prostitusi sangat marak, kejahatan internet (cyber crime) sangat banyak, sebagai sebuah kenyataan yang saat ini terus diperangi. Artinya, bangsa kita belum bisa bebas dari korupsi, illegal loging, human traficiking, pengemplang pajak, penyebaran hoaks sebagai musuh negara yang paling berbahaya.
Saat ini trend perang ekonomi adalah sebuah medan tempur baru yang sangat membutuhkan komitmen bersama (mutual commitment) karena semua warga negara harus punya nasionalisme ekonomi (economic nationalism) dalam rangka mendorong kesejahteraan bersama (promote mutual prosperity) secara adil dan merata. Meminjam pendapat para ahli, penjajahan baru sekarang adalah penjahahan dalam bentuk penjajahan ekonomi. Penetrasi produk negara asing yang luar biasa di negara ini telah membuat kita terjajah. Eksploitasi sumber daya alami kita oleh luar dan tidak sebanding keuntungannya telah membuat negara kita terjajah. Leluasanya PT Freeport, PT Caltex dalam mengelola tambang negara kita merupakan wujud penjajahan ekonomi. Tanpa bermaksud mengatakan investasi asing itu tidak penting. Artinya kedaulatan ekonomi (economic sovereignty) juga harus ditegakkan.
Kemudian fenomena akut lainnya yang sangat sulit untuk disembuhkan adalah perilaku korupsi bangsa ini. Perilaku korup yang luar biasa dari pengelola negara justru membuat kita jadi bangsa terjajah. Bahkan berbagai survey yang angat bisa dipertanggungjawabkan sering membuat DPR, Polri misalnya sebagai institusi korup. Berangkat dari sini dapat kita simpulkan dengan meminjam filosofi dari negara Cina (RRT), musuh terbesar bangsa kita adalah diri sendiri dan bukan orang lain. Kalau kita di internal kuat maka kita akan bisa menghadapi seberat apapun tantangan dari luar. Korupsi hanya bisa kita tuntaskan dari keinginan dan niat baik yang luhur dari pengelola negara ini. Dalam hal ini aparat penegak hukum mulai dari Polri, Jaksa, dan Hakim serta KPK adalah aparat yang punya wewenang untuk itu.
Melaksanakan nilai patriotisme bukanlah hal yang sulit. Kita harus berpikir dari hal yang mendasar tetapi hasilnya sangat besar. Staub (1997) melihat patriotisme sebagai keterikatan individu pada kelompoknya (suku, bangsa, partai politik), yang menjadikannya rela untuk mengidentifikasikan diri terhadap kelompok tersebut, dan menjadi loyal terhadapnya. Ini menyebabkan seorang patriot sampai mau mengorbankan diri, pun sampai mati, terhadap apa yang dibelanya.
Para patriot, pahlawan ini, menempatkan kepentingan negara, publik dan kepentingan umum jauh di atas kepentingan diri sendiri. Di zaman ini, istilah patriotisme dikaitkan erat dengan nasionalisme. Rasa nasionalisme memang akan meningkatkan rasa patriotisme. Dan setelah merdeka tentu saja nuansa "rela berkorban" harus diartikan bukan lagi kerelaan untuk mati dalam peperangan.
Staub, dan Bartal dalam bukunya "Patriotism in the lives of individuals and nations", mengatakan bahwa pada zaman sekarang dibutuhkan constructive patriotism. Ini adalah istilah bagi keterikatan kepada tanah air yang bercirikan dukungan dan kemauan untuk bersikap kritis terhadap praktik-praktik yang dilakukan (oleh negara). Kekritisan ini akan mengarah kepada perubahan positif (Schatz, Staub, Lavine,1999). Sebagai contoh, apabila kita membayar pajak tepat waktu sebagai kewajiban semua warga negara, maka kita sudah bersikap kritis dan punya kepedulian kepada negara ini.
Saat ini pajak merupakan hal yang sangat mendasar bagi negara. Berbagai kebijakan kemudahan (tax amnesty) dilakukan oleh negara bagaimana supaya wajib pajak mau membayar pajak. Artinya kesadaran kita, apakah berbagai ragam profesi masih belum punya kesadaran untuk membayar pajak tepat waktu. Sementara fungsi pajak itu sangat signifikan dan sangat penting untuk membangun negara ini. Melalui pajaklah pembangunan bangsa bisa dimulai. Untuk itu, perlu dibangun kesadaran kolektif untuk membayar pajak demi kelancaran dan kebaikan pembangunan bangsa ini.
Praktik manipulasi pajak dengan membuat berbagai modus masih terus berlangsung. Bahkan banyak pegawai perpajakan yang tertangkap OTT karena mencoba melakukan perselingkuhan dengan objhek pajak agar nilai pajakanya bisa dikurangi. Tentu niat seperti ini (keinginan memanipulasi) sangat jahat. Sekalipun sudah ada sanksi badan untuk wajib pajak yang membangkang, praktik manipulasi masih sangat tinggi. Ini adalah sebagai wujud kesadaran (form of consciousness) warga negara yang sangat rendah. Sangat beda dengan negara maju kesadaran warganya dalam membayar pajak sangat tinggi. Terlepas dari faktor negara mengalokasikan pajak secara tepat untuk kualitas pelayanan publik dan percepatan pembangunan bangsanya.
Kemudian kesadaran kita dalam mengelola lingkungan hidup (managing the environment) juga sangat rendah. Di berbagai kota besar sampah masih jadi problematika yang sangat mendasar dan membuatuhkan kesadaran kita untuk mengelola lingkungan hidup yang baik dan benar. Untuk itu, saatnya kita menunjukkan nilai kepahlawanan kepada lingkungan (environmental hero) dengan membuang sampah pada tempatnya dan jangan sampai merusak ekologi kita. Bahkan bangsa kita punya dosa lingkungan (enviromental sin) yang sangat parah dimana kerusakan dan kebakaran hutan yang tidak terkendali sering terjadi. Sebagai contoh, eksploitasi alam yang sangat berlebihan karena ketamakan dan merupakan sebuah paradoks yang membuat kita kehilangan logika saat kita menyebut tanah air Indonesia dalam sumpah pemuda. Terlebih data dan fakta mengatakan bahwa lebih dari separuh dari total luas sawit di Indonesia hanya dikuasai oleh 25 grup perusahaan. Mereka menguasai 5,1 juta hektar konsesi sawit, dan dampak kehancuran ekologinya diderita oleh jutaan orang sampai membuat korban jiwa (Kompas, 28/10/2015).
Terlepas daripada itu, mari kita memperingati hari kemerdekaan RI ke 75 dengan melakukan hal –hal yang kecil seperti yang telah dikemukakan di atas. Membayar pajak tepat waktu, membuang sampah pada tempatnya, taat pada lampu merah, hormat pada sesama, mencegah human traficikng, tidak terlibat illegal loging, tidak terlibat pengemplangan pajak (tax filing), berbagi dengan anak yatim merupakan nilai kepahlawanan yang sesungguhnya. Kalau kita mulai dari hal kecil dengan kebaikan, maka hal besar akan menanti kita untuk membangun bangsa ini. Mari merenungkan hari kemerdekaan dengan melakukan sekecil apapun kebaikan di lingkungan kita yang pada akhirnya membuat bangsa ini punya karakter yang kuat (strong character).
Penutup
Kita harus belajar dari negara Singapura dimana Lee Kuan Yew menanamkan disiplin kepada warganya dengan hal –hal kecil seperti tidak buang sampah sembarangan dan tidak merokok sembarangan yang pada akhirnya membuat bangsa itu punya disiplin dan karakter yang kuat. Tidak sulit untuk mengisi kemerdekaan RI dalam konteks kebutuhan bangsa (needs of the nation) ini. Bangsa ini burtuh warga negara dan pengelola negara yang berkarakter. Bertemunya warga negara yang punya kesadaran dan bertanggung jawab dengan pengelola negara yang juga punya kesadaran dan tanggung jawab yang sama akan membuat bangsa ini punya martabat.
Sekali lagi, banyak cara untuk mengisi kemerdekaan dengan perilaku membangun. Mengutip pendapat para hali filsafat, kala kita kehilangan uang, kita hanya kehilangan sedikit, kala kita kehilangan kesehatan kita kehilangan banyak, tetapi kala kita kehilangan karakter, hilanglah semuanya. Semoga bangsa ini tidak kehilangan karakter. Dirgahayu ke-75 NKRI. Merdeka...merdeka...merdeka....
====
Penulis Pengajar Tetap di Prodi Ilmu Administrasi Publik FISIP Universitas HKBP Nommensen (UHN) Medan/ Mahasiswa S3 Manajemen Pendidikan Unimed
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]