Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Tan Malaka dalam sebuah bukunya pernah mengatakan bahwa pendidikan berguna untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan, serta memperhalus perasaan. Pendidikan adalah sebuah jalan meraih apa yang diinginkan sekaligus bermanfaat bagi orang lain. Seturut dengan itu bagaimana pendidikan kita saat ini?
Pendidikan saat ini digunakan sebagai landasan agar memperoleh kehidupan yang nyaman, aman dan tentunya menikmati hari tua. Contohnya jarang kita melihat siswa atau mahasiswa yang bercita-cita menjadi petani, nelayan, pejuang lingkungan, atau pengusaha. Sebaliknya banyak yang bermimpi menjadi pilot, dokter, presiden dan PNS. Hal pertama yang dilihat adalah persoalan gaji atau kenyamanan bisa mendapat uang pensiun di hari tua. jika ada mahasiswa yang bercita-cita menjadi petani, maka banyak yang menganggapnya kurang waras.
Seorang mahasiswa yang mengambil jurusan administrasi publik pasti bercita cita menjadi pegawai negeri atau pejabat publik. Padahal kalau mau berjuang dengan visi ia bisa bekerja di NGO, wartawan atau banting setir menjadi pengusaha. Seorang dengan jurusan pertanian alih-alih berusaha mengembangkan pertanian rakyat, ia akan bercita-cita menjadi mandor atau pengawas di perkebunan negara atau swasta. Bukan pada akhirnya hal itu salah, namun kesalahan besar jika pendidikan itu digunakan untuk meraih kenyamanan di hari tua, apalagi bekerja untuk uang dan jabatan.
Seringnya kita menemukan maladministrasi pada pelayanan publik bahkan birokrasi yang seharusnya mempermudah segala urusan malah dipersulit. Lebih dari itu birokrasi baru akan berjalan mulus ketika terjadi suap menyuap. Bukan hanya pada pelayanan publik, bahkan pada tingkatan universitas sering terjadi dosen meninggalkan mata kuliah yang menjadi kewajibannya hanya untuk proyek-proyek penelitian dari luar kampus. Inilah hasil dari proses pendidikan kita, pendidikan yang masih beriorientasi pada hasil bukan pada proses.
Pendidikan kita memang telah dirasuki oleh paham neoliberalisme. Pendidikan telah dipersiapkan untuk pasar dalam artian tenaga kerja murah dan manjadi buruh perusahaan. Padahal pendidikan seharusnya membebaskan belenggu-belenggu seperti ini. Pendidikan seharusnya mempersipkan setiap muridnya untuk berinovasi, bekerja sesuai dengan potensinya dan bisa bermanfaat bagi masyarakat luas.
BACA JUGA: Membangun Indonesia dari Desa
Institusi pendidikan yang dekat dengan pemodal akan menghasilkan kebijakan pendidikan yang berioentasi terhadap pasar. Sekolah atau universitas yang telah beriorientasi pasar akan menganggap mahasiswanya sebagai buruh yang hendak diperas. Contohnya kebijakan uang kuliah yang semakin lama semakin bertambah dan kurang sesuai dengan pendapatan orang tua mahasiswa. Penerimaan mahasiswa sebanyak-banyaknya walaupun kurang efektif dalam pembelajaran, bahkan sistem kelulusan yang diatur oleh perguruan tinggi. Semua hal ini mempunyai satu ujung, yaitu mempersiapkan buruh murah dan cadangan buruh bagi perusahaan nantinya.
Program dari Menteri Pendidikan saat ini yaitu merdeka belajar masih kurang substasial untuk mengatasi masalah pendidikan, sebab tidak sampai kepada akar masalah pendidikan. Pendidikan seharusnya menjadi hak semua orang. Begitulah yang tertera dalam pasal 31 UUD 45. Tetapi pada kenyataannya lembaga pendidikan justru menghalangi anak-anak bangsa yang hendak belajar karena mahalnya biaya pendidikan. Pendidikan yang bermutu harus diraih dengan biaya yang mahal pula, dengan begitu jelas bahwa pendidikan tidak akan mampu menolong bangsa dari keterpurukan kemiskinan sebab hanya tersedia bagi kalangan tertentu.
Perguruan tinggi sendiri menetapkan kuota tertentu untuk mahasiswa mandiri dan internasional yang jelas tidak akan mampu dijangkau oleh masyarakat miskin. Penyedian porsi khusus ini tentu agar menambah pendapatan kepada perguruan tinggi dan semakin memperjelas bahwa pendidikan kita sekarang beritorientasi pada pasar.
Selain itu, perlu ada perbaikan sistem yang mendalam pada wajah pendidikan saat ini. merdeka dalam pendidikan sama seperti konsep pendidikan Paulo freire. Proses pendidikan harus melibatkan identifikasi masyarakat secara langsung dan dilakukan terus menerus oleh para murid sebaliknya para guru tidak berhenti belajar supaya terjadi proses dialog yang dapat menambah pengetahuan keduanya. Maksudnya pendidikan yang diajarkan harus dekat dengan permasalahan real yang dialami oleh masyarakat sekitar, dibahas secara mendalam dan tidak memihak siapapun
Akhirnya, pendidikan tidak akan menghasilkan generasi yang hanya terspesialiasi dalam jurusan tertentu dan beriorientasi pada gaji tetapi menghasilkan manusia yang humanis dan mempunyai kesadaran sendiri dalam menyikapi kehidupan.
====
Penulis Aktif Diskusi di KDAS Medan dan Mahasiswa Administrasi Publik Universitas Sumatera Utara.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Gunakan kalimat-kalimat yang singkat (3-5 kalimat setiap paragraf). Judul artikel dibuat menjadi subjek email. Tulisan TIDAK DIKIRIM DALAM BENTUK LAMPIRAN EMAIL, namun langsung dimuat di BADAN EMAIL. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]