Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Tanggal 9 Desember yang baru saja terjadi, tampaknya begitu berkesan pada perhelatan Pemilu Serentak 2020 dikala pandemi masih saja terjadi di Indonesia. Antusiame masyarakat yang tertuang dalam partisipasi politik, terlihat berbeda-beda di setiap daerah di sepenjuru nusantara. Ada yang di daerahnya memilih 5 paslon; ada juga daerah dengan paslon tunggal; kebanyakan memilih 2 paslon kepala daerah. Sungguh beranekaragam, esensi demokrasi jelas terpampang dalam pemilu serentak tahun ini.
Akan tetapi penulis dalam hal ini, akan membahas tentang partisipasi pilkada, terkhusus Kota Medan yang di mana akhyar Nasution selaku wali kota petahana bersaing dengan Bobby Nasution sang penantang yang bahkan tidak memiliki pengalaman politik selama ia hidup. Atau istilah kerennya ‘anak kemarin sore’.
Catatan Penting
Berdasarkan hasil rekapitulasi yang digelar KPU Medan, Bobby-Aulia berhasil meraih 393.327 suara berbanding 342.580 suara untuk pasangan calon Akhyar Nasution-Salman Alfarisi. Dari pandangan penulis, hal ini menunjukkan bahwa, telah terjadi kekecewaan yang begitu besar terhadap Akhyar. Penulis melihat bahwa pilkada kota Medan kali ini hampir serupa, atau mirip-mirip dengan pemilu yang dilaksanakan di Amerika bulan November lalu. Alasannya pun sama, gagal karena kekecewaan masyarakat terhadap petahana.
Menyinggung sedikit alasan utama kegagalan daripada Trump adalah tindakan dan perkataannya hampir bertolak belakang. Tak jarang ia juga mengusulkan strategi ataupun solusi kontroversial yang dianggap tidak memiliki efektivitas yang terukur serta dapat mengancam keselamatan daripada warga negara Amerika itu sendiri. Di Kota Medan penulis juga merasakan hal yang sama, akan tetapi mungkin lebih parah terkait dengan pengelolaan sampah, pengangguran, serta persoalan utama yaitu banjir yang beberapa belakangan terjadi. Sampai saat ini jangankan solusi, keseriusan Pemko Medan saja dalam menangani hal ini tampaknya tak ada.
BACA JUGA: Monopoli, Persaingan Usaha Tidak Sehat dan KPPU
Bobby bahkan menuduh bahwa Pemko Medan gagal berkolaborasi dengan kabupaten Karo terkait pencegahan banjir, terkait permasalahan banjir yang terjadi di Medan beberapa hari lalu. Bukannya memberikan solusi, akhyar bahkan menepis bahwa banjir yang terjadi merupakan banjir 10 tahunan yang karena siklus perubahan iklim. Lucunya ia (Akhyar) juga bertanya "apa dasar dan buktinya saudara mengatakan itu gagal?". Padahal sudah jelas-jelas sebagian wilayah kota Medan terendam oleh genangan banjir, apalagi namanya kalau bukan gagal? Oh, mungkin belum berhasil.
Penulis kalau menjadi Akhyar, tidak akan melakukan tindakan bertanya balik seceroboh itu. Ya, setidaknya tindakan lainlah. Misalnya seperti yang dikatakan Trump saat dengar pendapat dengan para orang tua penembakan yang terjadi di di California beberapa tahun lalu. Trump berceletuk, "bagaimana jika guru kita bekali saja dengan senjata api, sehingga ia dapat menahan serangan sampai polisi tiba dilokasi".
Atau kira-kira jika ingin sekontroversial Trump, Akhyar bisa menjawab “Saya punya solusi melepaskan bibit lele kedalam genangan banjir, sehingga namanya bukan banjir lagi, melainkan empang lele hehe”. Ya setidaknya, tidak menyangkal tindakan yang benar-benar nyata didepan mata. Sungguh sangat menyakiti perasaan masyarakat.
Kebutuhan dan Harapan
Medan butuh pemimpin yang benar-benar dapat bekerja dengan maksimal. Tampaknya hal tersebut belum dirasakan sebagian besar warga kota Medan melalui sosok Akhyar. APBD kota Medan yang jumlahnya triliunanpun yang sempat disinggung oleh Bobby juga tampaknya turut menyumbang penurunan perolahean suara Akhyar. Maklum di negara dengan kode telepon +62 ini, uang adalah isu yang sensitif.
Masyarakat Medan mungkin mengganggap, ‘bagaimana mungkin Akhyar dapat bekerja secara maksimal sementara terkadang tindakannya tak sesuai dengan yang dilakukannya’. Masyarakat tak dapat memakan janji manis. Sekalipun disisipi dengan toping semiotika bahasa yang berbunga-bunga. Masyarakat hanya butuh tindakan. Tindakan tersebut samar terlihat pada sosok dan tindakan Akhyar. Sehingga masyarakat kota Medan mengalihkan perhatiannya kepada Bobby selaku kandidat pesaing.
Masalah banjir yang tak kunjung selesai, tingginya aksi kriminalitas serta sedikitnya ruang terbuka hijau merupakan keinginan umum yang diinginkan masyarakat kota Medan. Dan hal tersebut belum terealisasikan selama masa kepriodeaan Akhyar.
"Mungkin Bobby juga tidak akan bekerja semaksimal Akhyar. Tapi setidaknya ia dapat bekerja sedikit lebih baik daripada masa kepemimpinan Akhyar, sekalipun tidak ada jaminan, yang penting tidak memilih seorang pemimpin yang tak menjalankan tugasnya dengan baik". Begitu kira-kira anggapan masyarakat kota Medan.
Penutup
Meskipun tim pemenangn Akhyar Nasution dan Salman Alfarisi (AMAN) mengatakan tampak adanya kejanggalan dalam pemilu kali ini di Medan, dengan berlandaskan kecurigaan bahwa indikasi hasil Quick Count yang bergerak jauh hingga 10%, tampak tak masuk akal. Sementara sebelumnya selisih suara tidak terlalu jauh yang dikatakan oleh Gelmok Samosir, selaku Wakil Ketua Tim Pemenangan AMAN, dilansir dari bisniscom.
Tindakan yang serupa dengan yang dilakukan Trump atas kekalahannya melawan Biden. Namun tampaknya hal ini akan menjadi sia-sia. Mengingat pengamanan TPS yang begitu ketat dengan menerapkan protokol kesehatan serta jaga jarak antar pemilih untuk menghindari timbulnya kerumunan, tampaknya akan menambah sulit terjadinya penyelewengan hasil daripada pemilu itu sendiri.
Pada akhirnya, pelajaran yang dapat kita petik dari Pilkada Kota Medan ini adalah jangan menyangkal tindakan yang benar-benar nyata. Atau setidaknya berikan saja solusi sekalipun ia kontroversial, karena tidak ada larangan juga selama masih masuk akal. Semoga Bobby Nasution, selaku walikota yang akan dilantik nanti, menjadi pembawa angin segar bagi sirkulasi kesejahteraan masyarakat Kota Medan. Bukan hanya sekedar janji-janji kosong belaka seperti walikorta yang sebelumnya haha. Semoga.
====
Penulis Mahasiswa Ilmu Politik FISIP USU
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Gunakan kalimat-kalimat yang singkat (3-5 kalimat setiap paragraf). Judul artikel dibuat menjadi subjek email. Tulisan TIDAK DIKIRIM DALAM BENTUK LAMPIRAN EMAIL, namun langsung dimuat di BADAN EMAIL. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]