Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Tahun 2020 akan segera berlalu. Begitu juga hajatan Pemilihan Kepala Daerah ( Pilkada) Serentak di tengah masa pandemi Covid 19, karena proses proses penghitungan suara oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) sudha selesai dan diumumkan pemenang. Tahapan saat ini sudah masuk pada pengajuan sengketa ke Mahkamah Konsitusi (MK). Namun, tidak semua hasil Pilkada dibawa ke MK, sejumlah daerah hanya tinggal penetapan pemenang, selanjutnya tahapa pelantikan kepala daerah terpilih.
Sambil menunggu pelantikan yang dijadwalkan pada 17 Februari 2021, para kepala daerah terpilih harus serius mempersiapkan diri untuk menghadapi persoalan yang tidak ringan, karena menjalankan pemerintah dalam situasi abnormal akibat pandemi Covid 19 yang hingga kini belum juga berakhir.
Para kepala daerah terpilih tidak hanya akan berhadapan dengan persoalan transisi pemerintahan dan rekonsiliasi setelah pertarungan Pilkada, namun harus segera bertindak untuk menangani pencegahan penyebaran virus Covid 19, yang memberikan dampak sangat signifikan terhadap perekonomian dan kesehatan masyarakat serta daerah.
Apalagi adanya potensi lonjakan kasus baru Covid 19 akibat dari proses Pilkada, kerumunan yang tidak tercegah, hingga arus mudik dan liburan dalam menyambut Natal dan Tahun baru 20121, seharusnya membutuhkan persiapan yang ekstra dapi para Kepala Daerah yang terpilih, sejak dari hari pertama menjabat.
Termasuk mengatur rencana proses vaksinasi yang diprogramkan pemerintah pusat agar tidak mengalami kekacauan seperti penyaluran bantuan sosial selama ini. Serta mempersiapkan program gerak cepat dalam menangani dampak pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung nyaris setahun, kondisi yang telah menimbulkan gelombang kemiskinan baru di tengah masyarakat, akibat banyaknya terhenti roda ekonomi di sektor jasa dan pariwisata.
BACA JUGA: Pemenuhan Hak Dasar Warga dalam Pilkada
Persoalan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), lonjakan penganguran hingga UKM yang berhenti beroperasi, tentunya tidak lagi membutuhkan janji politik seperti saat kampanye, namun sangat membutuhkan terobosan dan kemampuan yang nyata. Sehingga tidak lagi seolah membiarkan warga berjuang sendiri menghadapi kesulitan ekonomi, dan hanya disibukkan dengan Re-cofusing APBD untuk program bantuan sosial yang rawan penyelewengan seperti yang terjadi pada banyak daerah dalam APBD 2020.
Berdasarkan data Disnaker Sumut pada April 2020 tercatat 56.000 pekerja sektor formal dan informal yang dirumahkan, sementara beberapa perusahaan juga menerapkan pengurangan jam kerja yang berimbas pada pemotongan gaji, situasi yang menyebabkan hilangnya sebagian besar pendapatan masyarakat. Dan akhirnya menekan daya beli serta menyebabkan kelesuan pada sektor produksi.
Tugas Berat Kepala Daerah
Perbaikan data yang menyeluruh, untuk memastikan penyaluran bantuan hingga APBD yang tepat sasaran, menyusun dan mengawasi pelaksanaan penanganan penyebaran Covid 19 yang efektif dan efisien, serta menutup peluang korupsi dalam bantuan bencana, adalah tantangan berat yang harus dihadapi oleh Kepala Daerah terpilih, sehingga tidak ada waktu untuk menepuk dada atas kemenangan yang di peroleh.
Tugas berat yang tentunya sangat membutuhkan konsentrasi dan gagasan cemerlang untuk mendorong penanganan kesehatan dan ekonomi sekaligus, sekaligus menemukan skala prioritas sebagai penggerak utama roda perekonomian, yang menjadi sektor unggulan untuk dioptimalkan bagi pemulihan ekonomi di masa pandemi.
Dengan beban ganda yang harus dilaksanakan secara bersamaan disektor kesehatan dan pemulihan ekonomi, tentunya sangat membutuhkan kalkulasi dan perhitungan yang sangat terukur, maka Kepala Daerah terpilih dituntut memiliki leadership dan manajemen yang mumpuni dalam memastikan harmonisasi seluruh Muspida dan SKPD di jajarannya.
Begitu juga penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2021-2024, yang kemungkinan besar masih harus memasukkan penanganan dan dampak Pandemi Covid 19 ke dalam program, berpadu dengan penuntasan Visi, Misi dan program unggulan, yang menjadi panduan dalam pembangunan daerah untuk tiga setengah tahun ke depan.
Semoga RPJMD yang disusun oleh Kepala Daerah terpilih RPJMD tidak hanya sekedar dokumen administrasi pemerintahan, namun tersusun dari situasi, kebutuhan hingga konsepsi yang dirangkum menjadi pedoman dan panduan dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah ( RKPD ) setiap tahunnya, hingga penyusunan alokasi APBD, sebagai acuan publik dalam melihat manifestasi dari seluruh visi, misi, program, hingga janji politik dalam Pilkada.
Karena proses pemenuhan janji politik akan terlihat dari perencanaan dan panduan pembangunan yang disusun untuk melaksanakan pemerintahan, dengan menyiapkan rancangan teknokratik sebagai bahan awal RPJMD dan disempurnakan dengan masuknya visi, misi dan program kepala daerah terpilih, sebagai gambaran perjalanan seluruh SKPD dan Muspida di daerahnya masing-masing.
Kepala daerah terpilih tentunya harus memiliki kemampuan untuk menjelaskan situasi dan kondisi yang sulit dan rumit ditengah Pandemi Covid 19, menjadi turunan kerja yang terukur dan implementatif, menyambungkan manual Pemerintah Pusat dengan alur kebutuhan daerah, mensikronkan kebutuhan sektor kesehatan dan ekonomi, meramu aspirasi Pemilih menjadi tujuan RPJMD.
Dan sebaiknya dalam penyusunan RPJMD dibuat dengan sederhana, ringkas, terukur, programatik, dan jelas arahnya, agar masyarakat mampu memahami ke mana arah pembangunan yang hendak dituju kepala daerah terpilih, dengan menitikberatkan penyusunan yang menyerap aspirasi publik, terutama kebutuhan dan solusi dari dampak pandemi Covid 19, serta melinierkan nilai kedaerahan dengan tantangan global untuk menyiapkan masyarakat dan daerah yang memiliki kompetensi untuk berkompetisi.
Antara Harapan dan Kekhawatiran
Kita tentu berharap para kepala daerah yang terpilih agar segera langsung bekerja, setelah pelantikan Februari 2021. Dengan masa menjabat hanya 3,5 tahun, semoga tidak ada Kkpala daerah yang terobsesi untuk “mengejar setoran”. Karena, sejak Pilkada Serentak 2005, sudah ± 300 kepala daerah yang terjerat korupsi.
Walaupun berat berharap akan lahirnya kepala daerah yang memiliki integritas dan kapasitas, dengan orientasi menjadi pelayan rakyat yang terhormat, dalam situasi Pilkada berbau pragmatis, transaksional dan berbiaya besar, yang membuka peluang para pemilik modal untuk berinvestasi pada setiap calon kepala daerah dalam proses Pilkada.
Semoga kepala daerah terpilih lebih berniat mengumpulkan modal integritas, kapasitas serta pelayanan publik yang mumpuni dalam masa 3,5 tahun jabatan di masa pandemi, sebagai modal utama menuju Pilkada 2024. Bukan terjerat pada obsesi membayar utang pada cukong dan mengejar setoran untuk mengumpulkan kekayaan dan biaya politik uang dalam Pilkada 2024.
====
Penulis Direktur Eksekutif Perhimpunan Suluh Muda Indonesia (SMI)/penggiat HAM dan Demokrasi
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Gunakan kalimat-kalimat yang singkat (3-5 kalimat setiap paragraf). Judul artikel dibuat menjadi subjek email. Tulisan TIDAK DIKIRIM DALAM BENTUK LAMPIRAN EMAIL, namun langsung dimuat di BADAN EMAIL. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]