Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Sebelum akhirnya kami memutuskan berkunjung ke Seribu Gua, terselip sebuah pertanyaan di benak saya, "Kenapa dinamakan Seribu Gua? Benarkah jumlah guanya ada 1.000? Rasa penasaran saya itu akhirnya terjawab. Lasro Simanullang, pemandu kami menyusur salah satu dari seribu gua yang ada berujar, bahwa penamaan itu bukanlah hiperbol. Berdasarkan hasil temuan mereka, jumlah gua yang terletak di Lereng Gunung Pinapan, Desa Banuarea, Kecamatan Pakkat, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Sumatra Utara itu berkisar antara 800 sampai 1.200 gua.
Betapa kami terkagum-kagum mendengar penjelasan itu. Kok bisa sampai 1.000 gua? "Belum pernah saya dengar gua sebanyak itu di satu lokasi," begitu saya melanjutkan percakapan kami atas rasa ingin tahu yang membuncah dalam pikiran saya.
Ia lalu menimpali, "Mungkin karena letusan Gunung Toba dulu Lae". Rasanya sangat masuk akal. Letusan Gunung Toba merupakan salah satu letusan terdahsyat dalam dua juta tahun terakhir yang berimbas pada perubahan iklim global dan berbagai macam imbas lainnya.
Di dekat salah satu gua yang kami kunjungi, kami disambut sebuah air terjun setinggi kurang lebih 30 meter yang muncul dari celah-celah batu. Sungguh indah. Rasa lelah kami menyusuri jalan terjal menuju gua tersebut terbayar lunas. Gemercik air terjun yang cukup jernih itu seakan memecah kesunyian alam yang dikelilingi oleh hutan hijau dan bebatuan berukuran raksasa. Di kejauhan, terdengar suara satwa bersahut-sahutan yang kian menambah keeksotisan wisata alam yang masih cukup genuine itu.
Berjalan sedikit meninggalkan air terjun kami bertemu dengan gua maha dahsyat. Hamparan stalaktit dan stalakmit yang menggantung di langit-langit dan “tumbuh” di dasar gua seakan tersenyum mengetahui kehadiran kami di sana. Sebuah sungai mengalir di sepanjang gua itu. Airnya dingin. Namun ajaibnya, sekalipun suhu airnya cukup rendah, dan nir-cahaya ternyata masih ada ikan yang hidup di sana.
Ketika cahaya alat penerangan kami menyorot ke arah sungai berwarna kemerah-merahan itu, ikan-ikan berukuran kecil nampak berenang kian kemari, melenggak-lenggok bak seorang peragawati di atas catwalk. Ikan-ikan itu seperti bergembira ria menyadari kami ada di sana. Ada beberapa jenis ikan terlihat di sana. Bahkan konon, ikan lele juga ada.
Tak henti-hentinya kami berdecak kagum memuji keindahan lubang bawah tanah yang mahaindah itu. Dinding-dinding gua seperti diukir sedemikan rupa. Di dalam lorong gelap itu tersaji lanskap alam yang begitu elok. Hanya ucapan takjub semata yang terlontar dari mulut. Stalaktit dan stalakmit nampak berubah warna keemasan ketika diadu dengan cahaya penerang yang kami bawa, yang membuat kami tak kuasa untuk tidak mengabadikannya.
Tak terasa, kami telah tiba di ujung gua sepanjang 500 meter itu. Baru saja rasanya kami masuk ke dalam gua itu, ternyata kami sudah berjalan sekitar setengah kilometer. Panorama di dalam gua yang begitu memesona membuat waktu berlalu terasa begitu cepat. Di ujung gua itu, terdapat sebuah air terjun setinggi kurang lebih 10 meter. Di dalam gua ada air terjun. Sungguh menakjubkan!
Satu gua telah kami susuri. Masih ada 999 gua lagi yang konon tidak kalah cantik dengan gua yang baru saja kami kunjungi dengan tantangan, kerumitan, dan tentu pesona yang berbeda-beda. Tapi satu hal yang pasti, sebagaimana dituturkan oleh Lasro Simanullang, setiap gua memiliki daya tarik dan keunikan masing-masing. Maka mendatanginya satu per satu, bagi kita penyuka wisata alam, adalah sebuah keharusan.
Oh ya, untuk sampai di lokasi, kita harus menempuh perjalanan darat sekitar 40 menit dari kota Pakkat. Jika kita dari Doloksanggul, Ibu kota Kabupaten Humbang Hasundutan, butuh waktu sekitar satu setengah jam untuk tiba di sana.
Namun, keindahan alam Seribu Gua itu terasa menjadi sedikit hambar akibat akses jalan ke sana yang cukup memprihatinkan. Sekitar lima kilometer sebelum pintu masuk Wisata Alam Seribu Gua tersebut, jalannya rusak parah. Lewat tulisan ini saya berharap agar Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan memberi perhatian khusus untuk segera memperbaiki akses jalan menuju lokasi wisata Seibu Gua tersebut.
Saya percaya, jika Seribu Gua itu dikelola secara baik niscaya akan menjadi salah satu tempat pariwisata andalan Humbang Hasundutan yang dapat mendatangkan pendapatan yang tidak sedikit baik kepada penduduk setempat pun kepada Pemkab Humbang Hasundutan. Selain Geosite Sipinsur dan Baktiraja, saya pikir Seribu Gua juga sangat layak dijadikan sebagai destinasi wisata prioritas di Kabupaten Humbang Hasundutan. Horas! (Pengirim tulisan: Hermanto Purba, PNS di Pemkab Humbang Hasundutan)