Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
SETIAP negara yang ingin bertransformasi menuju kesejahteraan ideal, tentu harus memiliki sistem administratif yang baik. Percuma, apabila sebuah negara yang kaya akan hasil bumi, namun defisit di dalam tranparansi pengelolaan administrasi. Transparansi tersebut dibutuhkan untuk mendukung keluesan gerak, pun langkah haluan negara untuk step forward (selangkah ke depan) menuju transparansi dan efisiensi administrasi. Dengan begitu, maka sebuah negara akan mendapatkan trust (kepercayaan) untuk ditanamkan modal (investasi), agar proses pembangunan infrastruktur-khususnya fisik-menjadi tanpa hambatan.
Menghadapi era persaingan global, diikuti dengan telah terbukanya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. Menjadi sebuah peluang baru bagi negara dalam lingkup Asean untuk turut andil dalam wadah pasar terbuka. Untuk dapat memaksimalkan optimalisasi performa Indonesia, maka Indonesia butuh akan adanya sokongan aliran investasi, demi mempercepat pembangunan infrastruktur terukur, yang ditopang oleh Sumberdaya Manusia (SDM) sehingga menghasilkan kesejahteraan ideal yang diharapkan.
Reshuffle Kabinet Indonesia Maju Presiden Joko Widodo beberapa waktu ini, tampak sangat jelas, bahwa struktur kabinet didominasi dari kalangan para elit non-partai. Berbeda dari struktur reshuffle sebelumnya yang masih didominasi oleh elit partai. Hal ini secara ringkas menunjukkan bahwa, Jokowi saat ini sedang berfokus untuk melakukan tranparansi serta perampingan administrasi demi percepatan pemulihan pandemi covid- 19, agar pembangunan infrastruktur tak terlalu terhambat.
Hal ini lebih jelas dapat ditilik pada reshuffle posisi jabatan menteri kesehatan Terawan Agus Putranto, digantikan oleh Budi Gunadi seorang pengusaha merangkap bankir yang sama sekali tidak memiliki latar belakang dalam spektrum dunia medis. Presiden Jokowi melalui Gunadi tampak ingin berfokus pada percepatan distribusi serta pendataan yang lebih baik agar vaksinasi virus tepat sasaran. Maklum, belajar dari kasus korupsi Juliari Batubara, membuat Jokowi kini lebih waspada sekaligus mengalihkan perhatiannya pada sirkulasi distribusi.
Hal ini juga berhubungan dengan investasi yang selama ini telah dirancang oleh Jokowi bersama kabinet kerjanya, yang sudah tentu, akan sangat disayangkan harus pupus, jika harus tersandung oleh praktek korupsi dan pendataan distribusi yang amburadul. Apalagi mereka yang melakukannya notabene adalah pembantu Jokowi sendiri.
Aliran investasi ini, salah satu aliran lingkupnya menyasar pasar Asean. Untuk mempagari akan pentingnya kolaborasi yang baik antar sesama anggota negara dalam lingkup Asean. Maka dibentuklah Comprehensive Investment Agreement (ACIA) dengan 49 isi, pasal yang disepakati di Cha-Am, Thailand pada 2009. Kemudian berimplikasi pada dibentuknya MEA Tahun 2015.
Sebenarnya ACIA merupakan revisian penyempurnaan dari 2 bagian struktur perjanjian kerja yaitu Agreement on the ASEAN Investment (AIA Agreement) Tahun 1998, serta ASEAN Investment Guarantee Agreements (ASEAN IGA) Tahun 1987. Diharapkan melalui ACIA ini maka jaminan para investor-terkhusus investor lingkup ASEAN-untuk menaruh modalnya kedalam lingkup Asean mendapatkan jaminan atas perlindungan terhadap modal yang mereka alirkan. Mengingat bahwa dahulu dalam kawasan negara ASEAN, arus investasi sangat deras sekaligus sangat berisiko sehingga menghambat pembangunan dalam kawasan negara-negara lingkup Asean.
Lantas bagaimana implementasi ACIA di Indonesia? Terkait hal ini, tampaknya akan berjalan sangat mulus di Indonesia, mengingat telah disahkanya-melalui ketokan palu sidang DPR ke-7-UU Omnibus Law pada 5 November 2020 yang lalu. Secara keseluruhan setidaknya ada 11 sub bab bagian yang prioritas didalam UU Omnibus Law. Salah satunya adalah persyaratan investasi. Melalui Omnibus Law pemerintah ingin merampingkan aturan pun proses masuknya aliran modal yang datang di Indonesia, dengan harapan mempercepat pembangunan infrastruktur fisik, sekaligus membuka lapangan kerja baru.
Terlepas dari baik buruknya pendapat tentang isu implementasi penerapan omnibus law oleh para ahli, tampaknya UU ini akan secara langsung menarik para investor asing baik dari manapun. Tidak hanya dari kawasan Asean, namun juga seperti kabar baru-baru ini, bahwa Tesla sebuah perusahaan mobil listrik dari Amerika juga turut tergiur dengan kemudahan investasi yang tersedia di Indonesia. Mengingat itulah tujuan sebenarnnya alasan UU ini dibuat.
BACA JUGA: Mari Berbagi Esensi Natal dan Tahun Baru 2021!
Dalam UU Omnibus Law juga diatur akan pengendalian lahan oleh pemerintah pusat serta keluesan bagi proyek pemerintah untuk hadir dalam suatu wilayah Indonesia. Atau sederhananya para investor akan dimanjakan dengan kemudahan perlindungan serta penyediaan lahan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia sendiri. Hal inilah yang membuat perjanjian ACIA akan mendapatkan regulasi jaminan, terutama di negara Indonesia.
Walaupun demikian, secara hukum, bahwa ACIA telah disediakan dengan baik tempatnya oleh pemerintah Indonesia. Namun dalam segi struktur dan budaya tentu tak serta merta akan diterima oleh beberapa masyarakat Indonesia, menilik terkait demo penolakan omnibus law beberapa waktu lalu.
Karena mau bagaimanapun Indonesia terdiri dari beragam suku, budaya dan bahasa yang berbeda. Pun dengan sumberdaya alam yang berbeda. Aliran investasi di Indonesia sangat beragam, tidak hanya terkonsentrasi melalui sebuah sumberdaya tunggal saja, seperti mayoritas dengan negara lain. Sumberdaya alam Indonesia sangat beragam; Mulai dari emas hijau (hutan), Minyak, gas bumi, emas kuning, nikel, emas hitam (batubara) dan segudang sumberdaya lainnya.
Walaupun begitu, penulis percaya bahwa melalui UU Omnibus Law, pemerintah telah menyempurnakannya dengan sangat matang. Sehingga dapat segera mengimplementasikan aliran investasi dengan perjanjian ACIA Agreement di Asean. Namun, jika melihat dari kondisi distribusi serta tranparansi penanganan pandemi covid-19 saat ini, terasa agak berat untuk mengatakan bahwa UU Omnibus Law akan berfungsi sesuai dengan harapan.
====
Penulis Mahasiswa Ilmu Politik FISIP USU.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Gunakan kalimat-kalimat yang singkat (3-5 kalimat setiap paragraf). Judul artikel dibuat menjadi subjek email. Tulisan TIDAK DIKIRIM DALAM BENTUK LAMPIRAN EMAIL, namun langsung dimuat di BADAN EMAIL. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]