Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MENAPAKI nafas pembangunan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) telah menancapkan kekhidmatannya untuk negeri Indonesia semenjak 5 Februari 1947 sampai kini. Telah berusia 74 tahun kini, HMI tetap menunjukkan eksistensi dirinya sebagai organisasi kemahasiswaan dengan meletakkan dasar perkaderan sebagai wujud aktivitasnya. Perkaderan adalah suatu proses penggemblengan sumber daya insan untuk mewujudkan insan cita yang paripurna. Itulah orientasi terbesar dalam kontribusi terhadap bangsa dan negara Indonesia.
HMI didirikan oleh Lafran Pane (yang lahir di Pangurubaan, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan pada 5 Februari 1922) bersama 14 orang temannya di Sekolah Tinggi Islam, Yogyakarta. Lafran Pane (5 Februari 1922 – 25 Januari 1991) adalah Pahlawan Nasional yang ditetapkan Presiden Jokowi berdasarkan Kepres Nomor 115/TK/Tahun 2017 tanggal 6 November 2017. HMI telah mempertahankan sifat perkaderannya sepanjang masa; seantero negeri juga telah memberikan sumbangan yang tiada terhingga. Proses perkaderan adalah upaya membina dan membangun kualitas manusia. Hal itulah yang sampai kini dan selanjutnya akan tetap menjadi landasan pergerakannya.
Mengokohkan Keislaman
HMI merupakan salah satu organisasi kemahasiwaan yang meletakkan dasar agama Islam sebaga fondasi; sebagai tempat berpijaknya. Sehingga nilai-nilai Islami juga ada di dalam setiap pergerakan dan perkaderan yang dilaksanakan. Nafas Islam menjadi sesuatu yang mutlak untuk menjadi “kitab suci”. Tatkala hal ini menjadi fondasi, maka seluruh rangkaian kegiataan/aktivitas tetap dalam garis yang sama; garis keislaman. Itulah garis lurus yang menjadi landasan jalan dan bertujuan kepada ridho Allah Tuhan Yang Mahakuasa.
BACA JUGA: Wilayah Perkebunan Tanpa Narkoba
Atas dasar itu pula, pengaderan yang dilakukan selalu dilaksanakan dalam rangka mengokohkan dan menguatkan nilai-nilai Islam yang dimiliki oleh setiap kadernya. Sehingga, janganlah mengaku ber-HMI tatkala terlepas dari akar dasar Islam. Sebab, Islam-lah yang menjiwai dan mendasarinya setiap pergerakan perkaderan yang dilakukan. Tanpa Islam, janganlah menyebutkan HMI sebagai organisasi perjuangan dan perkaderan.
Dengan semangat dan nilai-nilai islami, pengaderan itu dilakukan; baik dalam training penjenjangan formal struktural (Masa Perkenalan Anggota [Maperca], Latihan Kader I, Latihan Kader II), juga dalam segala bentuk kegiatan lainnya (Senior Course, maupun capacity building lainnya) serta yang sejenisnya. Tetaplah menempatkan Islam sebagai dasar perkaderan. Sehingga orientasi yang dicapai adalah bagaimana menciptakan kader yang merupakan sumber daya manusia yang ber-Islam dengan berkesungguhan. Inilah hal dasar yang terus dilaksanakan secara konsisten dan menyeluruh.
Mengokohkan Keindonesiaan
HMI bukanlah sebuah organisasi eksklusif yang lepas dari akar kesejarahan Indonesia. Justru, lahirnya HMI adalah upaya untuk tetap penguatan nilai-nilai keindonesiaan, sebagaimana yang menjadi ingatan awal dalam pendiriannya yang mengalami masa-masa sulit untuk bangkit dan berdirinya Indonesia. Suasana Yogyakarta tahun 1947 melatari berdirinya HMI. Suasana yang seperti itu juga memberikan nuansa historis bahwa HMI berjuang untuk Indonesia. HMI tidak bangun dari kekosongan, namun ada spirit kuat yang mendasarinya.
Indonesia adalah wadah seluruh bangsa Indonesia, dan di dalamnya HMI mendarmabaktikan dirinya agar Indonesia bangkit dan mensejajarkan dirinya dengan bangsa lainnya. Inilah tujuan mulia yang ada di benak para kader HMI. Sehingga eksklusivisme yang dibangun dalam jiwa para kader HMI adalah bagaiaman ber-Islam dengan tetap berdiri kokoh pada nilai-nilai kecintaan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhinneka Tunggal Ika, serta NKRI. Empat pilar kebangsaan ini harus sudah “dikhatamkan” oleh para kader HMI. Sehingga para kader tersebut tidak tercerabut dari akar ke-Indonesiaanya.
Sesungguhnya, Indonesia tetaplah menjadi sumpah dasar persatuan dan kesatuan yang tidak bisa dipungkiri, sebagaimana niatan bersama dalam Sumpah Pemuda 1928. Dalam lanskap yang sama juga, dengan tetap pada kepemudaan sebagai inisiator dan operatornya. Pemuda, yang juga mahasiswa adalah isi dari sebuah organisasi perkaderan HMI. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap wacana diskusi kebangsaan, Indonesia adalah suatu rumah besar yang menaungi seluruh kepentingan bangsa ini.
Janganlah merasa aneh dalam keragaman nusantara yang memang banyak ditemukan perbedaan. Justru perbedaan dalam konteks apapun akan menghadirkan suatu harmonisasi. Indahnya suatu lukisan, dipastikan dikontribusi oleh keragaman warna maupun degradasi warnanya. Tanpa hal itu, maka lukisan adalah hanya selembar kanvas dengan satu warna tanpa degrasi warna. Apa jadinya? Bukan lukisan!
Kader Umat dan Kader Bangsa
HMI tetap konsisten akan melahirkan para kader muda untuk umat dan bangsa Indonesia. Hal itu dikarenakan bahwa landasan filsofi kebergerakannya adalah Islam dan Indonesia. Atas dasar Islam, maka para kader akan menjadi kader umat. Kader yang harus terpanggil tatkala umat Islam memanggilnya. Bahwa kondisi saat ini umat Islam dalam kondisi yang seperti ini, maka para kader HMI, plus para alumninya adalah kader yang semestinya terpanggil untuk membangkitkan kegairahan umat. Itulah sejatinya yang ada dan dirasakan para kader HMI tersebut.
Sebagai kader bangsa, para kader HMI harus menyadari bahwa dirinya hidup di Indonesia. Indonesia adalah tanah tumpah darah yang harus tetap dirawat keberlangsungannya. Adanya disparitas sosial merupakan suatu yang niscaya terjadi. Karenanya, kader HMI tetaplah memposisikan dirinya sebagai katalisator pemersatu Indonesia.
Tidak cukup sampai titik pemersatu, tetapi harus menjadi penggagas dan pendobrak kemajuan zaman, dalam setiap generasinya. Sebagai kader bangsa harus melihat bahwa setiap zaman mempunyai tantangannya tersendiri. Tidaklah sama tantangan setiap zaman. Sehingga tidak pula mencitrakan kader HMI hanya dengan satu model keberpihakan terhadap Indonesia.
Sehingga setiap ancaman, tantangan, hambatan, dam gangguan yang berasal dari luar dan dalam negeri ini harus selalu diwaspadai. Harus selalu menjadi pengingat bahwa nasionalisme Indonesia haruas ditempatkan pada posisi yang tertinggi. Indonesia harus kata mufakat final dalam sistem berkebangsaan. Tidak ada identitas kebangsaan lainnya selain menyebutkan Indonesia sebagai wadah final. Wadah yang membuat perikehidupan menjadi harmonis.
Penutup
Mengokohkan keislaman dan keindonesiaan adalah spirit final dari para kader HMI. Tidak ada pengembangan diskursus lainnya atas terminologi yang satu ini. Kini dengan usia yang ke-74 tahun, HMI tetap menawarkan kehidupan yang lebih baik. Kiranya semakin banyak kader HMI yang akan berwujud sebagai kader umat dan kader bangsa. Inilah orientasi bersama yang tidak bisa dilupakan dari garis pergerakan dan pengaderan HMI.
Dirgahayu HMI! Yakin Usaha Sampai!
====
Penulis Sekretaris pada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Pemkab Serdang Bedagai, Provinsi Sumatra Utara/Ketua Umum HMI Komisariat FPBS IKIP Medan 1994/1995 dan Ketua Bidang Komunikasi Umat HMI Cabang Medan 1996/1997 ([email protected]).
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Gunakan kalimat-kalimat yang singkat (3-5 kalimat setiap paragraf). Judul artikel dibuat menjadi subjek email. Tulisan TIDAK DIKIRIM DALAM BENTUK LAMPIRAN EMAIL, namun langsung dimuat di BADAN EMAIL. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]