Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Ada yang berbeda dengan tanggal 14 Februari tahun ini. Semarak warna serba pink yang menghiasi toko-toko souvenir, boneka-boneka cupid, bahkan ucapan-ucapan penuh rayuan gombal hampir tidak tercium aromanya (agak mirip dengan keluhan gejala awal virus asmara, maksud saya virus yang sedang naik daun).
Jika tahun lalu beredar surat edaran di berbagai provinsi yang mengimbau bahkan melarang siswa merayakan momen 14 Februari, maka tahun ini dipastikan tidak ada. Walaupun tidak ada sanksi khusus bagi siswa yang merayakan valentine, namun setidaknya kebijakan yang diambil oleh pejabat terkait dengan menerbitkan surat edaran tersebut patut diapresiasi.
Biasanya, jelang hari valentine (akhirnya muncul juga kata kunci), media massa diramaikan dengan berita tentang pro-kontra seputar valentine. Lantas, kemana anak remaja kita yang selama ini gandrung dengan momen spesial yang mereka sebut dengan “Hari Kasih Sayang?” Apakah remaja kita sudah semakin menua sehingga merasa tidak pantas mengadakan acara seperti itu? Atau, apakah remaja (putri) kita beralih ke tontonan paling menggugah hati dan perasaan, yakni drama dari negeri ginseng?
Ternyata remaja kita masih d isini, masih berada di bumi pertiwi. Mereka tidak eksodus ke Korea, atau ke Turki untuk sekadar bertemu langsung pemeran berbagai drama maupun sinetron ala-ala Opa maupun Cansu-Hazel. Tahun-tahun sebelumnya, kita para guru mulai membekali siswa dengan berbagai petuah untuk menahan diri dengan tidak merayakan hari (spesial) tersebut. Ada beberapa alasan maka siswa diberi pemahaman tentang baik buruknya jika valentine dirayakan sesuai selera mereka.
Jika merujuk pada tradisi yang dilakukan di negara-negara dengan budaya serba permisif, maka kemungkinan besar kemaksiatan semakin merajalela dengan mengatasnamakan kasih sayang. Anak-anak muda akan pelesiran dengan pasangan masing-masing, mencari tempat yang paling nyaman untuk sekadar menunjukkan kasih sayang.
BACA JUGA: Ketika Ujian Nasional Ditiadakan (Lagi)
Yang paling mengkhawatirkan adalah ketika remaja kita salah memaknai kasih sayang tersebut. Hingga, kebablasan melakukan hal-hal yang dilarang agama maupun norma-norma yang berlaku di masyarakat kita. Kalau endingnya seperti ini, maka bukan lagi kasih sayang yang didapat, malah sebaliknya, akan muncul amarah, ketika orang tua mengetahui anaknya berbuat hal tercela. Sebab, menurut pengamatan, selama ini valentine dirayakan oleh anak remaja yang masih berupaya mencari jati diri yang secara psikologis belum matang. Sehingga, tindakan yang mereka lakukan tidak diiringi dengan akal sehat, pantas atau tidak pantas dilakukan.
Memaknai sepinya tanggal 14 Februari 2021 dari segala hiruk pikuk perayaan valentine, hati kecil saya berbisik, inilah satu lagi hikmah di balik wabah pandemi covid-19. Tanpa perlu bersusah payah untuk memberi pemahaman kepada siswa, secara tidak langsung kegiatan tersebut sepi karena luput dari perhatian siswa. Walaupun, tidak dipungkiri, ada juga kemungkinan remaja kita melakukan perayaan virtual (semoga ini hanya dugaan), namun diyakini efeknya tidak seluas seperti pada tahun-tahun sebelumnya.
Saya yakin, pandemi hanyalah satu dari berbagai faktor penyebab sepinya momen tersebut. Bapak, ibu, para orang tua, remaja kita sudah semakin matang pola pikirnya. Berbagai informasi dapat diperoleh hanya melalui sebuah gawai digenggaman, tentu, mereka semakin cerdas memilih dan memilah informasi.
Berilah apresiasi tertinggi buat remaja dan anak muda milenial kita, karena mereka lebih butuh sentuhan kasih sayang, bukan hanya pada momen 14 Februari, tetapi setiap hari. Teruntuk anak-anakku, yang mungkin jumlahnya sudah puluhan ribu, wujudkanlah kasih sayang kepada keluarga, juga kepada seisi semesta, setiap hari, setiap saat. Sia-sialah bila kalian hanya mengungkapkan kasih sayang di media sosial, karena saya yakin, jangankan atok/nenek/oppung, ayah emak saja tidak akan membaca ungkapan tersebut (karena tidak memiliki akun medsos).
Di akhir tulisan ini, saya berharap, kita sudahi perdebatan pro-kontra hari kasih sayang ala valentine, sebab saya yakin, kita tidak lagi berada di level semacam itu. Saatnya menatap masa depan anak Indonesia yang lebih baik, berilah ruang dan kesempatan kepada anak muda kita untuk menunjukkan eksistensi.
Sengaja saya turunkan tulisan usai hari valentine, dengan harapan tidak ada yang terinspirasi lagi karena sudah “basi”. Selamat jalan valentine! Carilah planet lain untuk kau huni. Salam literasi dari bumi Kualuh, basimpul kuat babontuk elok.
====
Penulis Guru di SMA Negeri 1 Kualuh Selatan dan SMA Muhammadiyah 9 Kualuh Hulu, Kabupaten Labuhanbatu Utara.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Gunakan kalimat-kalimat yang singkat (3-5 kalimat setiap paragraf). Judul artikel dibuat menjadi subjek email. Tulisan TIDAK DIKIRIM DALAM BENTUK LAMPIRAN EMAIL, namun langsung dimuat di BADAN EMAIL. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]