Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Prevalensi jumlah perokok anak dari tahun ke tahun menunjukan angka yang cukup mengkhawatirkan dan peningkatan.Sesuai data riskesdas Kemenkes tahun 2013, prevalensi perokok anak di usia 15 tahun ke bawah ada 7,2%, tahun 2016 meningkat menjadi 8,8% dan tahun 2018 sebanyak 9,1%.
Dari data itu, artinya diperkirakan lebih dari 60 juta anak melakukan aktivitas merokok di Indonesia. Padahal rokok tentunya sangat berbahaya bagi kesehatan anak.
Tantangan untuk menurunkan jumlah perokok anak harusnya bukan hanya dilakukan dari iklan promosi dan sponsor rokok saja, tetapi kalangan internal sendiri termasuk orang tua dan tenaga pengajar juga harus melakukannya.
Yayasan Pusaka Indonesia (YPI) yang konsen terhadap perlindungan kesehatan anak sendiri melihat, di banyak sekolah juga belum memiliki komitmen bersama untuk menurunkan angka perokok anak.
"Masalah perokok anak harusnya menjadi masalah serius di tataran lembaga pendidikan, apalagi kita harus mencapai target Indonesia emas di tahun 2024 ini," ungkap Elisabet Juniarti Koordinator program Tobaco Control YPI.
Elisabeth menjelaskan, YPI telah mengapresiasi sekolah yang sudah menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Namun dia menyayangkan masih ada juga sekolah yang belum melakukan itu, bahkan masih menemukan guru yang merokok di sekolah.
"Guru itu teladan bagi anak-anak, sehingga penting bagi guru untuk bisa ikut mengimplementasikan perda KTR di sekolah-sekolah. Jadi guru tak sekedar melarang siswa merokok tetapi juga tidak seharusnya merokok di sekolah," jelasnya.
Sementara itu, data dari dinas kesehatan Kota Medan mencatat, sejauh ini sudah sekitar 90% sekolah yang telah menerapkan perda KTR. Sebagaimana diketahui, Perda KTR ini mengatur larangan merokok di 7 kawasan termasuk di sarana pendidikan, termasuk melarang aktifitas merokok, memasang iklan dan sponsor, bahkan tidak dibenarkan penyediaan tempat asbak rokok
Namun yang tidak kalah mengkhawatirkan adalah merebaknya rokok vave. Elisabet menyebutkan, konsumsi rokok elektronik ini juga mengalami peningkatan di usia pelajar di antara usia 10 sampai 18 tahun.
"Dari tahun 2016 yang hanya 1,2% meningkat menjadi 10,9% di tahun 2018," ujarnya.
Untuk itu, di momen hari pendidikan nasional yang jatuh pada 2 Mei, Elisabet berharap guru bisa menyampaikan informasi yang baik dan larangan merokok kepada pelajar.
"Sebab angka perokok anak sudah begitu mengkhawatirkan bagi kesehatan mereka di masa yang akan datang," pungkasnya.