Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
INDONESIA merupakan negara yang sedang mengalami bonus demografi. Hasil proyeksi penduduk Indonesia 2010-2035 menunjukkan bahwa bonus demografi telah terjadi sejak 2012 silam dan diperkirakan akan berlanjut hingga 2037. Puncaknya diperkirakan terjadi di tahun 2025, dimana pada saat itu rasio ketergantungan berada pada titik terendah dengan besaran 44,2 yang sering disebut dengan jendela peluang (window of opportunity).
Bonus demografi menjadi penting karena sangat menguntungkan secara ekonomi. Hal ini disebabkan mayoritas penduduk merupakan usia produktif dan tentunya berpotensi dan berdaya memutar roda perekonomian. Sedangkan pada saat bersamaan, jumlah penduduk tidak produktif yang harus ditanggung relatif kecil.
Membaiknya tingkat kesehatan telah meningkatkan usia harapan hidup (UHH) dan jumlah penduduk usia lanjut. Pada tahun 2020 UHH kita telah mencapai 71,47 tahun. Sementara itu penduduk berusia 60 tahun telah berada di angka 26,84 juta atau 9,93 persen. Jadi jika penduduk produktif saat ini tidak benar-benar produktif maka akan terjadi “bencana” bagi negara di masa depan.
Sebagaimana disampaikan Adioetomo (Guru Besar Ekonomi Kependudukan-UI), setidaknya ada empat syarat untuk dapat menikmati bonus demografi, yakni sumber daya manusia berkualitas, lapangan kerja berkualitas, partisipasi perempuan ke dunia kerja, dan investasi.
Covid-19 Menunda Harapan
Covid-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia telah mengubah banyak dimensi kehidupan dan tertundanya banyak harapan. Bayang-bayang gagalnya Indonesia memetik bonus demografi seakan nyata. Kinerja ekonomi di tahun 2020 yang anjlok hingga minus 2,07 persen telah berimbas pada meningkatnya penggangguran.
BACA JUGA: Menguji Keberhasilan Pertanian Pangan di Sumatra Utara
Tingkat pengangguran telah melonjak hingga mencapai 7,07 persen. Secara jumlah, pengangguran telah melanda sebanyak 8,75 juta penduduk usia kerja. Bahkan pada kelompok usia muda angkanya mencapai 20,46 persen yang artinya setiap 100 penduduk pada usia 15-24 tahun yang termasuk angkatan kerja terdapat 20 orang yang menganggur (Sakernas Agustus 2020).
Data lain menyebutkan bahwa Covid-19 telah menyebabkan 15,72 juta orang mengalami pengurangan jam kerja dan telah terjadi penurunan upah buruh hingga 1,75 persen, Selain itu ada 1,62 juta orang yang menganggur dan 1,11 juta orang yang sementara tidak bekerja (Sakernas Februari 2020 dan 2021).
Pasca Covid-19 jumlah perempuan yang bekerja paruh waktu mengalami peningkatan. Jika sebelum Covid-19 angkanya 33,81 persen, maka setelah Covid-19 angkanya menjadi 37,10 persen. Sementara itu, rata-rata upah yang diterima perempuan juga jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan laki-laki, terpaut hampir tujuh ratus ribu rupiah (Sakernas 2020 dan 2021).
Selain itu mayoritas pekerja kita masih berpendidikan SD ke bawah. Hal ini juga yang mendorong besarnya pekerja informal di Indonesia yang pada Februari 2021 mencapai 59,62 atau naik 2,98 persen dari tahun sebelumnya. Sebagai kita ketahui, pekerja informal sangat rentan terhadap eksploitasi dan cenderung menerima penghasilan yang kecil.
Investasi
Sebagaimana disebutkan sebelumnya investasi menjadi salah satu kunci suksesnya pemanfaatan bonus demografi. Namun, lagi-lagi Covid-19 membuat segalanya “berantakan”. Bagi pekerja yang terdampak, maka mau tidak mau harus menggunakan uang tabungan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, hal ini tentunya menggerus rencana investasi.
Terkait investasi di kalangan milenial, survei yang dirilis IDN research institute setidaknya memberi gambaran bagaimana mereka mengatur keuangannya. Survei yang terbit 2019 silam menunjukkan bahwa hanya 10,7 persen pendapatan milenial yang di tabung, sedangkan yang terbanyak (51,1%) untuk kebutuhan rutin bulanan. Untuk kepemilikan aset, terdapat 64,9% belum memiliki rumah.
Gaya hidup milenial juga telah mempengaruhi keinginan untuk berinvestasi. Bagaimana tidak, kecenderungan melakukan pengeluaran kecil tetapi rutin (Latte Factor) ternyata seringkali menguras kantong mereka. Untuk membeli kebutuhan tersebut memang terlihat kecil, tetapi sangat sulit ditinggalkan. Belum lagi kebutuhan akan pengalaman yang lebih mendominasi ketimbang keinginan memiliki barang.
Menangkap Peluang
Covid-19 yang telah melanda Indonesia lebih dari setahun ini memang telah menggerus pendapatan banyak pelaku usaha. Namun demikian, ternyata ada pelaku usaha yang justru untung. BPS mencatat bahwa pelaku usaha makanan dan minuman berupa makanan beku, jamu, penjualan masker, penjualan sepeda, dan jasa layanan internet merupakan pelaku usaha yang menikmati keuntungan itu.
Menjadi wirausaha di sektor usaha tersebut di atas tentunya menjadi langkah baik untuk survive di tengah pandemik, termasuk menjalankan bisnis secara daring. Dalam sektor ini bisa dimanfaatkan perempuan untuk tetap berpenghasilan meski tetap di rumah.
Peluang lain tentunya akan terus bertambah seiring semakin baiknya penanganan Covid-19 di Indonesia. Bappenas mengestimasi bahwa Covid-19 akan terkendali di September 2021. Menangkap peluang berarti mampu beradaptasi dengan kebiasaan baru.
Harapan pertama adalah pada generasi milenial yang memiliki mimpi besar dan selalu ingin tampil. Ini menjadi modal besar untuk menciptakan banyak inovasi dan kreasi. Memberikan mereka banyak kesempatan dan kepercayaan akan berdampak lahirnya pengusaha-pengusaha baru. Munculnya “crazy rich” milenial Indonesia menjadi salah satu bentuk pembuktiannya.
Tersisa lebih kurang empat tahun lagi untuk memasuki jendela peluang bonus demografi, Kerjasama antar semua elemen masyarakat dan pemerintah tentu diperlukan, sehingga Covid-19 beserta dampaknya tidak terus menjalar. Disisi lain, vaksinasi segera menjangkau mayoritas penduduk, sehingga roda perekonomian secepatnya berputar normal sehingga jalan terjal itu menjadi landai.
====
Penulis Statistisi Madya pada BPS Propinsi Sumatera Utara.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]