Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Tanggal 5 Juli merupakan salah satu tanggal yang penting dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia. Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang berisi:
"Bahwa andjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 jang disampaikan kepada segenap rakjat Indonesia dengan amanat Presiden pada tanggal 22 April 1959 tidak memperoleh keputusan dari Konstituante sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Sementara;
Bahwa berhubung dengan pernjataan sebagian besar anggota-anggotakepadanja Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar untuk tidak lagi menghadiri sidang.
Konstituante tidak mungkin lagi menjelesaikan tugas jang dipertjajakan oleh rakjat kepadanja;
Bahwa hal jang demikian menimbulkan keadaan-keadaan ketatanegaraan jang membahajakan persatuan dan keselamatan Negara, Nusa, dan Bangsa, serta merintangi pembangunan semesta untuk mencapai masjarakat jang adil makmur;
Bahwa dengan dukungan bagian terbesar rakjat Indonesia dan didorong oleh kejakinan kami sendiri, kami terpaksa menempuh satu-satunja djalan untuk menjelamatkan Negara Proklamasi;
Bahwa kami berkejakinan bahwa Piagam Djakarta tertanggal 22 Djuni 1945 mendjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut,
Maka atas dasar-dasar tersebut di atas,
KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG
Menetapkan pembubaran Konstituante; Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia terhitung mulai hari tanggal penetapan dekret ini dan tidak berlakunja lagi Undang-Undang Dasar Sementara.
Pembentukan Madjelis Permusjawaratan Rakyat Sementara, jang terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakjat ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara akan diselenggarakan dalam waktu
sesingkat-singkatnja".
Akhir-akhir ini kembali muncul keinginan untuk melakukan perubahan UUD 1945 lagi atau perubahan kelima UUD 1945. Keinginan untuk melakukan perubahan kelima UUD 1945 muncul juga dalam peringatan Dekrit Presiden pada 5 Juli 2021 kemarin, terkhusus mengenai masa
jabatan presiden agar boleh lebih dari dua periode.
BACA JUGA: Hukum Sebagai Proses Investasi
Sebenarnya sejak beberapa tahun lalu sudah muncul usul perubahan kelima UUD 1945, tetapi bukan tentang Presiden melainkan tentang Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD). Dan belakangan usul ini tidak atau kurang
terdengar.
Dari sejarah ketatanegaraan dapat diketahui bahwa di Indonesia pernah dilakukan perubahan bahkan pergantian Undang-Undang Dasar beberapa
kali. Baik perubahan Undang-Undang Dasar yang dilakukan secara konstitusional maupun inkostitusional. Perubahan Undang-Undang Dasar melalui dekrit Presiden sesungguhnya merupakan perubahan Undang-Undang Dasar yang inkonstitusional, tetapi kenyataannya dapat diterima oleh sebagian besar bahkan segenap bangsa Indonesia. Dalam kehidupan kenegaraan penilaian terhadap sesuatu perbuatan memang dapat dilakukan setelah terjadi (post pactum).
Perubahan UUD 1945 bukan sesuatu yang dilarang sebagaiman diatur dalam Pasal 37 yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan
dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.
Memperhatikan ketentuan Pasal 37 tersebut perubahan UUD 1945 dapat dikatakan mudah tetapi dapat dikatakan sulit juga. Dapat dikatakan mudah karena pernah dalam beberapa tahun saja berhasil dilakukan empat kali perubahan yaitu pada tahun 1999-2001.
Akan tetapi dapat dikatakan sulit juga karena pernah selama puluhan tahun UUD 1945 tidak mengalami perubahan. Secara umum dapat dikatakan perubahan Undang-Undang Dasar lebih sulit daripada perubahan peraturan perundang-undangan lain meskipun pada kenyataannya tidak selalu begitu.
Setelah perubahan UUD 1945 yang membatasi masa jabatan Presiden hanya dua periode berbagai jabatan lain, baik di dalam pemerintahan maupun di luar pemerintahan mengikuti. Akan tetapi, belakangan ini beberapa jabatan di luar pemerintahan tidak lagi dibatasi hanya dua periode.
Ada berbagai alasan yang dikemukakan untuk membenarkan masa jabatan lebih dari dua periode, antara lain pejabat yang bersangkutan selama dua periode memegang jabatan ternyata telah menjalankan jabatan itu dengan baik. Oleh karena itu, sangat beralasan jika kepada yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk periode ketiga dan seterusnya daripada diserahkan kepada pejabat baru yang belum tentu sebaik pejabat lama.
Perkembangan atau perubahan periodesasi di luar pemerintahan tersebut dijadikan contoh atau alasan untuk mengubah UUD 1945 lagi, sehingga presiden boleh juga tiga periode bahkan lebih.
Akan tetapi, ketika bangsa Indonesia masih mengalami pandemi covid 19 maka pikiran Bangsa Indonesia termasuk para anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat tentu masih tertuju ke sana. Keinginan untuk perubahan kelima UUD 1945 silakan dipikirkan tetapi mohon ditunda dulu. Saat ini, marilah kita lebih memikirkan upaya mengatasi pandemi Covid-19 dulu.
====
PenulisKetua Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) Universitas HKBP Nommensen dan anggota Asosiasi Profesi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Indonesia (AP3KNI).
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]