Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
SANG fajar terbit memancarkan sinar. Burung-burung mulai menari melintas terbang bersukaria menikmati alam, biji-biji di ladang subur tumbuh menyapa. Awan di langit pun tak lupa menghiasi serta warna-warni bunga di taman memancarkan keanggunan. Ohh, betapa indahnya alamku, indahnya bumi pertiwiku. Sungguh, ciptaaan yang sempurna dibalut keanekaragaman.
Alam semesta memberi pelajaran betapa indahnya keberagaman. Indonesia negara yang mempunyai keunikan tersendiri berdiri dengan kemajemukan yang diwariskan oleh pendiri-pendiri bangsa sebagai refleksi bahwa dari keberagaman dapat tercipta kesempurnaan. Tak kalah juga wujud apresiasi pemuda pada 28 oktober 1928 yang telah memaknai arti kemajemukan negeri ini. Kesadaran bertumpah darah yang satu, berbangsa yang satu serta menjunjung tinggi bahasa persatuan.
Sejatinya, pemupukan kesadaran itulah yang harus tetap dilestarikan pemuda sebagai salah satu tonggak negeri ini Founding fathers Ir Soekarno mengatakan “beri aku 10 pemuda, niscahya akan kuguncang dunia” Ya, memang begitulah kedashyatan pemuda mempunyai peran penting dalam kemajuan negeri.
Ikrar 28 oktober 1928 baru saja kita peringati, genap sudah 93 tahun kristalisasi semangat yang menegaskan cita-cita berdirinya Indonesia. Kala pemuda bersatu memperteguh kesatuan. Sebuah refleksi ketika Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Bataks Bond, Pemuda Kaum Betawi, Sekar Rukun dan lainya menancapka sebuah ikrar yang menghargai kemajemukan. Ohh, sungguh mulianya.
Warisan luhur yang patut kita jaga di tengah derasnya ancaman badai menggoyang persatuan apalagi di era 4.0, era perkembangan teknologi yang semakin merajalela. Semangat, kritis dan kepedulian terkikis oleh derasnya arus globalisasi, teknologi sedang menyerang pondasi nasionalisme dan kebhinekaan. kaum muda (millenial) terjebak pada kecanduan gadget, menyebarkan hoax, doktin-doktrin yang salah yang menyebabkan intoleran, narkotika, sex bebas, meniru budaya-budaya luar, hingga sifat apatisme yang semakin melonjak.
BACA JUGA: Pengawasan Partisipatif, Pemuda dan Pemilu Berkualitas
Menyaksikan realitas yang terjadi, indahnya sang fajar seakan tertutupi oleh tebalnya awan. Semangat nasionalisme yang diukir sudah selayaknya dimaknai kembali, apalagi di tengah ancaman covid-19 yang menggugurkan satu-persatu insan negeri. sudah waktunya perjuangan pemuda yang dulu terbit lagi bak sinar mentari memberi perubahan, bersatu padu membangun negeri.
Merawat Kemajemukan
Semangat nasionalisme yang mengeyamingkan adanya perbedaan suku, agama dan daerah, telah mengantarkan Indonesia untuk menikmati kemerdekaanya, kaum millenial harus mampu berdiri tegak dan kokoh menampilkan eksistensi sebagai bangsa dan Negara yang berjati diri di tengah ancaman globalisasi. Karakter bangsa, sifat bangsa, identitas bangsa, kepribadian bangsa, haruslah kita rawat.
Kita harus berjuang untuk menghilangkan “krisis jati diri bangsa” apalagi bagi kaum millenial penerus haruslah menjaga toleransi dan senantisa mengamalkan Bhineka Tunggal Ika. Menjadi generasi cerdas, kreatif, hebat dan berkarakter. Era industri 4.0 yang tengah berlangsung penanaman sikap itulah yang harus ditanamkan.
Menanamkan pendidikan karakter. Nilai-nilai moral yang baik sangat penting untuk menjaga generasi muda tetap berpikiran, berperilaku dan berhati baik. Pendidikan karakter menjadi penyeimbang ditengah cepatnya perkembangan jaman dan besarnya tekanan hidup. Kolaborasi antara keterampilan berbasis teknologi digital dengan pendidikan karakter akan menciptakan generasi muda yang kokoh dan mampu membawa perubahan yang baik bagi bangsa.
Kemajemukan haruslah dirawat, bergerak bersama menuju Indonesia yang maju, mampu bersaing dengan memegang teguh sikap-sikap yang ditanamkan para pejuang. Memaknai indahnya keberagaman, melanjutkan cita-cita para pejuang. kemajemukan bukan menjadi penghalang melainkan sebagai pedoman.
Mari menjadi generasi yang mampu menyatukan segala jenis perbedaan. Menanamkan nilai-nilai pancasila, sebagai alat menyatukan keberagaman. Saling merangkul dan bertopang tangan, karena Indonesia butuh generasi pemersatu, bukan generasi kepala batu. Maju Negeriku, Jaya Indonesiaku!
====
Penulis Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Sumatra Utara.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]