Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
DALAM seluruh kajian demokrasi klasik ataupun modern, hampir semuanya sepakat bahwasanya salah satu ciri khas demokrasi ialah adanya partisipasi politik, yang memberikan ruang bagi keadilan dan persamaan bagi semua warga negara (one man, one vote). Sejalan dengan itu, Herbert McClosky menegaskan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum.
Di Indonesia, pemilihan umum (Pemilu) menjadi bagian yang sangat penting, karena Pemilu berperan sebagai mekanisme perubahan politik mengenai pola dan arah kebijakan publik mengenai sirkulasi elite secara periodik dan tertib (Surbakti dkk, 2008: 12). Seiring berjalanya waktu tuntutan pemilu yang jujur dan adil semakin tinggi, hal ini disebabkan oleh maraknya pelanggaran pemilu, politik uang, politik identitas yang menganggu proses pemilu yang berkualitas.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menjadi jawaban dari pertanyaan, bagaimana menerapkan pemilu yang berkualitas di tengah-tengah masyarakat?
Bawaslu sebagai badan formal yang bertugas untuk mengawasi seluruh tahapan penyelenggaraan pemilu. UU No 7 Tahun 2017 dengan jelas memberikan amanat pengawasan pemilu mulai dari Bawaslu pusat, Bawaslu Pprovinsi, Bawaslu kabupaten/kota, Panwaslu kecamatan, Panwaslu kelurahan/desa dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang khusus menangani pelanggaran etik oleh penyelenggara pemilu.
Urgensi Pengawasan Partisipatif
Berdasarkan data Bawaslu 2019, hasil penanganan pelanggaran. sebanyak 16.134 pelanggaran administrasi, 373 pelanggaran kode etik, 582 pelanggran pidana, 1.475 pelanggaran hukum lainya. Penulis beranggapan, kecenderungan pelanggaran di setiap pemilu salah satunya adalah keterbatasan jumlah pengawas, edukasi yang kurang komprehensif. Ya, tentunya hal itu menjadi premis sangat berpengaruh pada kesadaran masyarakat untuk berpartisiasi pada setiap tahapan dengan terlibat langsung atau memberikan laporan dalam proses pengawasan pemilu.
Berangkat dari keresahan tersebut, upaya mendorong partisipasi melalui edukasi menjadi jalan yang terbaik. Namun, bagaimana caranya dengan jumlah pengawas yang terbatas? Program pengawasan partisipatif manjadi langkah terbaik guna upaya mendorong partisipasi melalui edukasi. Sekolah kader pengawas partisipatif menjadi wadah untuk menciptakan muda/i yang proaktif mengedukasi masyarakat.
BACA JUGA: Memaknai Natal di Tengah Pandemi
Sekedar informasi, penulis pada September lalu, tepatnya pada tanggal 27-29 mengikuti Sekolah Kader Pengawas Partisipatif (SKPP). Banyak hal yang penulis dapat terkait pengawasan pemilu, tugas Bawaslu, kepemimpinan, etika seorang pengawas dan juga bagaimana menginformasikan ketika ditemukan pelanggaran pada pemilu. Sejatinya, hal inilah yang seharusnya dibumikan, serta memahami secara mendalam nilai pengawasan guna menyadarkan masyarakat.
Pemuda diharapkan menjadi tombak dalam proses pengawasan dan edukasi masyarakat. Mengapa? Pertama, jika dilihat dari sejarah, banyak peristiwa besar yang dipelopori pemuda dalam bentuk aksi nyata bagi kemajuan bangsa. Reformasi pergerakan pada 1998 menjadi bukti yang tidak akan terlupakan negeri ini.
Kedua, pemuda sebagai agen of change. Tak bisa dipungkiri di era industri 4.0, kemajuan teknologi yang sangat pesat, informasi sangat mudah didapatkan melalui media sosial. Pun dengan hoax sangat cepat tersebar. Peran pemuda tentunya menjadi sangat penting dalam hal edukasi, ditambah lagi ke depanya Indonesia akan menikmati bonus demografi. Tentunya pemuda menjadi kompas kemana Indonesia akan berlabuh
Penutup
Peran pemuda sebagai pengawas partisipatif menjadi kekuatan yang menjanjikan. Penulis menggambarkan pemuda sebagai angin dalam mendorong kapal layar untuk bergerak dan masyarakat sebagai layar kapal yang menerima dorongan, sehingga bergerak sesuai dengan arah
Dilibatkannya pemuda dan masyarakat secara independen dalam mengawasi penyelenggaraan pemilu akan menciptakan pemilu yang berkualitas dan demokratis. Semoga saja!
====
Penulis Peserta Sekolah Kader Pengawas Partisipatif Tingkat Dasar Kabupaten Tapanuli Utara dan Koordinator Kajian Strategis KSM Mahardika FISIP USU.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]