Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
ANAK-ANAK yang sedang belajar di TK/PAUD di seantero nusantara pasti suka menyanyikan lagu “Kalau Kau Suka Hati”. Syair lagu ini beberapa bait disajikan berikut ini.
Kalau kau suka hati tepuk tangan
Kalau kau suka hati tepuk tangan
Kalau kau suka hati mari kita bersama
Kalau kau suka hati tepuk tangan
Kalau kau suka hati injak bumi
Kalau kau suka hati injak bumi
Kalau kau suka hati mari kita bersama
Kalau kau suka hati injak bumi
Kalau kau suka hati sorak hore
Kalau kau suka hati sorak hore
Kalau kau suka hati mari kita bersama
Kalau kau suka hati sorak hore
Lagu ini merupakan adaptasi dari lagu anak berbahasa Inggris yang berjudul "If You're Happy and You Know It". Biasanya para guru selalu mengajak anak-anak melakukan aktivitas fisik sesuai dengan syair lagu: bertepuk tangan, menghentakkan kaki, dan menyuarakan hore. Anak-anak senang sekali lagu ini. Apalagi jika (ibu) gurunya semangat menyanyikannya. Anak-anak pasti larut dalam suasana gembira.
Bagaimana jika ada satu atau dua orang yang tidak mau menyanyikannya? Apakah anak-anak tersebut disuruh berdiri atau disuruh keluar ruangan? Termasuk melakukan kekerasan verbal dengan kata “sontoloyo kau.” Serta melakukan interogasi dengan ucapan: kau anak siapa, sok-sokan, kau langsung keluar, pulang kau. Atau justru sebaliknya? Sang guru mendekati si anak, menunjukkan kasih sayang serta mengajak untuk bernyanyi, bertepuk tangan, menghentakkan kaki, dan bersorak hore?
Rasanya, sikap terakhir inilah yang selalu ditampilkan oleh guru-guru PAUD/TK. Mengapa? Karena para guru PAUD/TK termasuk guru di semua jenjang telah dibekali konsep mendidik dengan hati dan mengajar penuh kasih (salah satu kompetensi pedagogik).
Sontoloyo Kau!
Di pengujung tahun 2021 ini (27/12/2021) orang nomor satu di Sumatera Utara yang mengusung motto “Sumut Bermartabat” justru menunjukkan perilaku yang tidak sejalan dengan kebiasaan para guru PAUD/TK dalam hal bertepuk tangan. Media online medanbisnisdaily.com menulis berita dengan judul: “Gubernur Edy Rahmayadi Usir Pelatih Biliar Gegara Tak Tepuk Tangan: Sontoloyo Kau!” (Gubernur Edy Rahmayadi Usir Pelatih Biliar Gegara Tak Tepuk Tangan: Sontoloyo Kau!)
Ketika membaca berita tersebut, langsung teringat dengan lagu sebagaimana judul tulisan ini. Bahkan, ketika masih belajar di sekolah pendidikan guru, saya dan teman-teman sering memplesetkannya menjadi “Kalau kau susah hati diam saja”.
Dalam hal pengusiran ini, sejatinya tidak akan terjadi apabila Pak Edy memanfaatkan teori psikologi kepribadian. Setiap insan memiliki kepribadian yang berbeda-beda (baca: unik). Orang yang sedang gembira atau bersemangat tidak selalu diekspresikan dengan tertawa atau tepuk tangan. Bahkan tidak sedikit pribadi yang menangis sebagai wujud kegembiraannya.
BACA JUGA: Pelecehan Tradisi Pernikahan Etnis Nias
Pak Khairuddin Aritonang (pelatih olahraga biliar) PON XX Papua kemungkinan seorang pribadi yang tidak mewujudkan sikap semangat kesukaciataan dengan bertepuk tangan, sebagaimana teman-temannya yang sedang larut dalam kegembiraan. Pada saat Pak Gubernur berapi-api menyemangati para atlet, justru Pak Aritonang kemungkinan larut dalam keheningan memikirkan strategi jitu untuk para atlit biliar Sumut. Atau sedang tenggelam dalam berbagai dimanika kehidupan sebagai dampak dari pandemik covid-19. Yang tahu pasti adalah Pak Aritonang sendiri dan Sang Khalik.
Esensi Tepuk Tangan
Berkaitan dengan tepuk tangan, para ahli di bidang psikologi berpendapat bahwa tepuk tangan memiliki manfaat yang besar bagi otak manusia. Para ahli ini meyakini bahwa tepuk tangan yang berirama, senada, serempak, dan benar dapat memudahkan saraf-saraf otak terbuka. Hal ini memudahkan manusia menerima ilmu-ilmu pengetahuan baru karena memori otaknya menjadi lebih kuat.
Masih berkaitan dengan tepuk tangan ini, Kompasiana (19/11/2015) menyebutkan bahwa bagi penggemar olahraga, penggemar pertunjukan dan mereka yang sering menonton konser musik, tepuk tangan juga adalah bagian dari gaya hidupnya. Gaya hidup yang salah satu cerminannya adalah ungkapan rasa puas atas sesuatu yang telah dinikmatinya secara visual dan auditif.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa bagi para pembicara dan juga para kepala negara, tepuk tangan adalah bentuk respon apresiatif publik bagi pemaparan visinya. Meski nampaknya hanya saling mengatupkan dua telapak tangan hingga menghasilkan bunyi, tepuk tangan ternyata dalam dunia anak-anak, adalah sebuah permainan yang mengandung makna kebersamaan.
Jika merujuk pada esensi tepuk tangan tersebut, Gubernur Sumut yang berlatar belakang militer ini menghendaki semangat kebersamaan di antara pelatih dan atlie yang dikemasnya dalam tiga matra: motivasi, esprit de corps (jiwa korsa), dan harga diri. Untuk ketiga hal ini, satu kata untuk Pak Edy Rahmayadi: proficiat. Akan tetapi, harga diri setiap pribadi juga perlu diperhatikan.
Mengusir seseorang di depan publik serta menjuluki dengan sebutan sontoloyo tentu berpengaruh pada harga diri. Bukan saja kepada orang yang diusir atau dipermalukan tersebut, juga bagi pribadi orang yang melakukannya.
Penutup
Pak Edy Rahmayadi adalah pejabat publik, orang nomor satu di Sumatera Utara, orang tua kami. Izinkan saya meminjam kata-kata bijak leluhur Nias (satua zamahamaha’õ, iraono zo lo’õ-lo’õ) yang artinya perilaku/sikap orang tua akan ditiru oleh anak-anaknya.
Pak Gubernur adalah sosok yang terdepan menjadi tauladan dalam berbagai hal bagi rakyat Sumatera Utara (kurang lebih 15 juta jiwa). Pak Khairudin Aritonang bertepuk tanganlah, kendati hatimu gundah gulana. Mohon maaf Pak Gubernur, salam sehat!.
====
Penulis Dosen LLDikti Wilayah I Sumut dipekerjakan pada Universitas Prima Indonesia.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]