Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
KEMACETAN panjang terjadi selama ± 17 jam di Jalan Lintas Sumatera pada Jumat, 17 Desember hingga Sabtu, 18 Desember 2021, tepatnya di kawasan perkebunan PT. SMA, Desa Karang Baru, Kecamatan Datuk Tanah Datar, Kabupaten Batu Bara, yang disebabkan oleh kerusakan sebuah truk yang kemudian ditabrak oleh truk lainnya. Tanpa adanya peristiwa kecelakaan lalu lintas, secara keseharian arus lalu lintas jalan lintas Tebing Tinggi – Rantauprapat yang merupakan penghubung utama dari provinsi Sumatera Utara menuju Provinsi Riau sekitarnya sudah merupakan jalur macet yang diakibatkan kepadatan arus kendaraan.
Rutinitas kemacetan adalah salah satu indikasi penting, yang mensyaratkan pentingnya jalan alternatif bebas hambatan untuk mengurai kepadatan arus lalu lintas di ruas utama yang menghubungkan antar daerah. Pulau Sumatra sendiri baru memiliki ruas jalan bebas hambatan pada tahun 1986, yakni Jalan Tol Belawan – Medan – Tanjung Morawa ( Belmera ) sepanjang 34 km sebagai jalan tol pertama.
Dengan semakin tingginya jumlah kendaraan, perkembangan ekonomi dan kebutuhan arus perputaran logistik dan barang, serta kebutuhan perpindahan aktivitas kehidupan, tentunya sangat dibutuhkan jalur konektivitas yang cepat, terukur, aman dan nyaman dari hambatan.
Keputusan Presiden Joko Widodo untuk membangun jalan Tol Trans Sumatra sebagai bagian dari upaya mengejar ketertinggalan provinsi, kabupaten dan daerah di kawasan Pulau Sumatra, sebagai akses alternatif penghubung konektivitas kendaraan mulai dari Provinsi Aceh hingga Bakauheni, Provinsi Lampung.
Efektivitas pergerakan barang dan jasa sangat terasa saat ini dengan tersambungnya konektivitas jalan tol dari Kota Binjai, Pelabuhan Belawan, Kota Medan, Bandara Kuala Namu, hingga ke Kota Tebing Tinggi, telah memberikan dampak positif dalam memangkas biaya logistik, arus jasa dan pergerakan manusia, yang secara otomatis juga memudahkan distribusi produk antar daerah.
Tol Trans Sumatra dan Tantangan Pemda
Bagi masyarakat yang sering berpergian dari kota Medan menuju kota lainnya disekitar Kota Binjai dan Tebing Tinggi, tentunya sudah sangat merasakan bagaimana percepatan waktu tempuh yang dulunya 2.5 – 3 jam tanpa adanya kemacetan, namun menjadi ± 40 menit jika melalui jalan Tol Medan menuju Tebing tinggi
BACA JUGA: Memimpin dengan Hati
Karena itu sangat dibutuhkan percepatan pengerjaan tol Trans Sumatra, namun tidak boleh melupakan pemeliharaan dan perawatan jalan arteri lintas Sumatra, karena ledakan arus kendaraan di saat-saat hari besar keagamaan dan musim liburan sangat memungkinkan untuk terjadi.
Namun di balik percepatan lalu lintas darat khususnya dampak dari kehadiran tol Trans Sumatra, ada pihak lain yang menderita. Arus lalu lintas kendaraan umum, baik barang atau penumpang melalui ruas tol, maka secara otomatis traffik kendaraan di ruas jalan arteri khususnya para pedagang makanan dan olehioleh akan mengalami "mati" suri.
Kondisi yang menurunkan pendapatan ekonomi dan usaha masyarakat di sekitar jalur arteri jalan lintas Sumatra Utara, seperti yang terjadi di kawasan Sei Rampah daerah Pasar Bengkel, yang dulunya dikenal sebagai tempat pemberhentian atau peristirahatan dan dipenuhi aktivitas ekonomi mulai usaha restoran, kedai kopi, tambal ban, oleh-oleh serta lainnya.
Mayoritas masyarakat lokal sebelum adanya jalan tol mengais rezeki dari kunjungan dan istirahatnya para pengemudi dan penumpang kendaraan, dengan sajian khas makanan lokal seperti dodol dan lainnya, saat ini mengalami penurunan pendapatan yang drastis.
Sejatinya ketika pelaksanaan Jalan Tol Trans Sumatera sudah dimulai, para pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi sudah melakukan antisipasi yang terukur terhadap dampak ikutan terhadap para pedagang dan aktivitas ekonomi yang berada dikawasan jalan arteri.
Langkah antisipasi untuk menjaga agar putaran ekonomi bagi masyarakat yang selama ini bergantung pada kepadatan kendaraan di jalan arteri, untuk tetap dapat memperoleh memiliki pendapatan yang layak dalam menghidupi usaha dan keluarga.
Misalnya menjalin kesepakatan dengan pengelola jalan tol dengan kebijakan 50% pedagang di rest area adalah masyarakat lokal yang sebelumnya berjualan di jalan arteri, 50% sisanya menjadi hak pengelola untuk memasarkannya.
Kemudian melakukan pembangunan pusat perbelanjaan, oleh-oleh, restoran dan penginapan di kawasan pintu tol yang di hitung secara traffic cukup padat, sehingga memungkinkan para pengemudi dan penumpang nyaman beristirahat di kawasan pintu tol, karena tidak jauh untuk keluar dan masuk kembali ke jalur tol.
Jika Tol Trans Sumatera benar-benar selesai dan dapat dipergunakan, maka akan banyak kota dan kabupaten yang bergantung pada aktivitas ekonomi dari perlintasan kendaraan umum dan penumpang akan mengalami situasi yang sama dengan yang terjadi di Pasar Bengkel Kabupaten Serdang Bedagai, seperti Kota Pematang Siantar yang berpotensi mengalami nasib yang sama jika jalan tol sudah selesai hingga ke Parapat atau Sibolga.
Maka menjadi penting menyusun strategi mengantisipasi dari pemerintah kabupaten dan provinsi di Sumatra Utara, untuk bekerja sama dengan pemerintah pusat atau BUMN pengelola jalan tol untuk mencarikan solusi bagi ekonomi masyarakat di sepanjang jalan lintas Sumatra.
Jika kesepakatan antar pemerintah dan BUMN pengelola jalan tol tercapai, maka untuk alokasi pedagang rest area serta pusat perbelanjaan di kawasan pintu tol, kewajiban pemerintah daerah setempat untuk melakukan seleksi dan pendampingan, hingga penataan pada UMKM lokal dengan produk unggulannya.
Kemudian tantangan berikutnya ketika konektivitas dan kelancaran distribusi barang sudah mendukung, adalah mendorong pengembangan industri berbasis pada bahan baku lokal, seperti produk pertanian dan perkebunan yang memang potensial di Sumatra Utara. Jika memungkinkan BUMD dan UMKM didorong melakukan pengolahan hingga produk setengah jadi atau produk yang sudah layak dipasarkan, tidak lagi hanya pada pengolahan menjadi bahan baku.
Disinilah sangat dibutuhkan kemampuan pemerintah daerah untuk memaksimalkan pendekatan regional dan pendekatan sektoral sebagai langkah membangkitkan dan membangun daya saing lokal, dengan mendorong pembangunan sentra ekonomi atau industri dengan memberdayakan sektor unggulan yang menjadi basis ekonomi masyarakatnya.
Termasuk memperbaiki, merawat dan memelihara jalan arteri yang menjadi kewenangan pemerintah Kabupaten/Kota agar dapat mendorong distribusi bahan baku hasil pertanian dan perkebunan serta UMKM ke sentra ekonomi daerah dan juga perbaikan sesegera mungkin bagi jalan arteri sepanjang 447 km dari 3.000 km jalan yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Sehingga kehadiran Infrastruktur yang menjadi kewenangan Kabupaten dan Provinsi akan semakin memaksimalkan keberadaan jalan Tol sebagai roda penggerak pertumbuhan ekonomi, untuk memangkas waktu tempuh yang panjang, serta mengurangi tingginya biaya transportasi.
Kesempatan dan Kemampuan
Keberadaan Tol Trans Sumatra yang diharapkan menjadi pendorong pemerataan pertumbuhan ekonomi setiap daerah. Juga sangat ditentukan oleh kemampuan pemerintah daerah dalam menangkap peluang dan strategi yang tepat untuk memaksimalkan fungsi Tol Trans Sumatra bagi daerah dan masyarakatnya.
Dengan potensi pertanian, perkebunan hingga pariwisata yang tinggi, kesempatan bagi pemerintah daerah untuk mempercepat proses distribusi hasil pertanian menuju pasar luar daerah dengan harga yang lebih baik. Sedangkan hasil perkebunan mendorong pengolahan yang dikelola oleh BUMD menjadi barang jadi yang bisa menaikkan nilai ekonomis hasil perkebunan, apalagi dengan keberadaan Kawasan Ekonomi Khuhus ( KEK ) Sei Mangkei.
Begitu juga dengan potensi wisata, dengan kemewahan hutan hujan tropis yang sedemikian luasnya, pantai pesisir dan keanekaragaman budaya yang luar biasa, maka pemerintah daerah sudah selayaknya mendorong infrastruktur dan akses pendukung bagi jalan tol untuk membuka dan mempersingkat waktu tempuh menuju lokasi tujuan wisata, sehingga lokasi-lokasi wisata akan semakin berkembang.
Maka tergantung setiap pemerintah daerah untuk dapat memanfaatkan pembangunan tol Sumatra dalam meningkatkan konektivitas serta menyambungkan sentra-sentra perekonomian setiap daerah di Sumatra Utara.
====
Penulis Direktur Eksekutif Perhimpunan Suluh Muda Inspirasi (SMI)/penggiat HAM dan Demokrasi
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]