Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MEMASUKI tahun ketiga wabah pandemi Covid-19, kelapa sawit menjadi komoditi unggulan perkebunan di Sumatra Utara (Sumut). Selain mempunyai fungsi ekonomis tinggi,juga mampu meningkatkan nilai produktivitas sosial dan sistem ekologi bagi pengembangan sektor pertanian di Sumut.
Selama 2020, berdasarkan laporan dari Badan Karantina Pertanian Sumut, tahun 2020 ekspor benih kelapa sawit dari Bangun Bandar jumlahnya hanya 55.850 butir dengan nilai Rp 549.300.868 tujuan Kamerun. Kemudian 2021 meningkat signifikan menjadi 3.246.250 butir dengan nilai ekspor Rp 28.439.236.000 dengan tujuan Kamerun, India, Peru, Papua Nugini, dan Nigeria. (Badan Karantina Sumut, 2021).
Salah satu elemen yang memicu terjadi inflasi yang besar di Sumut adalah terjadinya kenaikan harga komoditas khususnya kelapa sawit. Pengendalian yang kuat akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Sumut pada kuartal keempat 2021.
Hal ini dirasakan sangat logis mengingat Nilai Tukar Petani (NTP) Sumut dalam beberapa bulan belakangan sangat terdorong oleh kinerja perkebunan sawit rakyat. Merujuk data BPS RI Sumut pada 2021, NTP Sumatera Utara mencapai 125,95 atau naik 0,16 persen dibandingkan NTP November 2021, sebesar 125,75. (BPS RI Sumut, 2021).
NTP merupakan indikator utama melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di pedesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.
Dalam pengendalian ini beberapa faktor yang sangat mempengaruhi kenaikan NTP Desember 2021 diantaranya adalah soal kenaikan NTP empat subsektor, yaitu tanaman pangan sebesar 0,20 persen; tanaman perkebunan rakyat 0,41 persen; peternakan 0,13 persen; dan perikanan 0,87 persen.(BPS RI Sumut, 2021).
Pada sektor tanaman perkebunan rakyat, Nilai Tukar Petani Perkebunan Rakyat (NTPR) naik 0,41 persen dari awalnya sebesar 159,45 persen pada November menjadi 160,10 persen pada Desember. Sementara, komoditas yang memiliki pengaruh besar pada kenaikan NTPR yakni kelapa sawit 0,61 persen; kopi 0,13 persen; dan karet sebesar 0,09 persen.
Hal ini membuktikan jika industri kelapa sawit masih menjadi penopang utama perekonomian di Sumatera Utara. Kondisi itu terjadi hingga akhir 2021. (Bank Indonesia Provinsi Sumut, 2021).Harga komoditi kelapa sawit yang bertahan tinggi saat ini mendorong peningkatan pendapatan petani kelapa sawit dan pelaku industri turunan kelapa sawit.
Tekanan Inflasi
Untuk saat ini laju inflasi di Sumut mencapai 0,46% secara bulanan (Desember 2021). Secara tahunan, inflasi Sumut merealisasikan angka 1,71%, lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional. (Kemenkeu RI,2021). Jika melihat data inflasi ini maka dapat disimpulkan jika inflasi harga pangan di Sumut masih lebih terkendali bila dibandingkan dengan inflasi yang terjadi pada wilayah lainnya. Pencapaian inflasi sebesar itu bukan karena Sumut yang tak dapat mengendalikan kenaikan harga tapi karena tekanan harga yang terjadi diluar wilayah Sumut.
Berdasarkan data ekonomi Badan Pusat Statistik Republik Indonesia wilayah Sumut (BPS RI Sumut), realisasi pertumbuhan ekonomi bisa saja bergerak dalam rentang 2% hingga 3,5%. (BPS RI Sumut, 2021). Jika realisasi pertumbuhan ekonomi hanya bergerak sebesar 2% maka kalkulasi ini jelas akan menunjukkan kondisi yang tak aman karena masih belum mampu menjauh dari realisasi inflasi sebesar 1,71%. Kalau lebih rendah dari 2% ini, maka ekonomi Sumut bisa saja dikatakan tidak tumbuh.Meskipun data secara statistik menunjukan nilai ekonomi Sumut yang tumbuh.
Artinya secara kontekstual, realisasi pertumbuhan ekonomi Sumut harus selalu berada di atas inflasi Sumut. Sekalipun nilai inflasi Sumut masih dibawah nasional. Tetapi semua komponen Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut tak harus terus berpatokan dengan angka yang relatif masih aman dibandingkan dengan angka inflasi nasional. Percepatan pertumbuhan ekonomi lokal harus menjadi nilai acuan utama demi menjaga kestabilan pangan demi tetap memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat termasuk kebutuhan minyak goreng yang menjadi konsumsi pokok para ibu rumah tangga.
Kebutuhan Penataan
Sejak memasuki tahun 2022, harga kelapa sawit di Provinsi Sumut meningkat secara signifikan. Berdasarkan data Dinas Perkebunan Sumut, harga TBS Kelapa sawit pada periode 5- 11 Januari 2022 berada pada harga Rp.3.397 per kg. Harga tandan buah Segar (TBS) kelapa sawit ini turun sebesar Rp.201 dibandingkan periode 29 Desember 2021-4 Januari 2022 sebesar Rp 3.196 per kg. (Dinas Perkebunan Provinsi Sumut, 2022). Meski terjadi penurunan kecil, tapi masih tingginya nilai TBS kelapa sawit ini jelas menjadi hal baik bagi pertumbuhan ekonomi lokal awal tahun 2022.
BACA JUGA: Inflasi Sumut dan Langkah Stabilisasi Harga Komoditas
Terjadinya nilai tinggi TBS kelapa sawit secara kontekstual telah memberi ruang peningkatan bagi kesejahteraan petani sawit di Sumut. Terlebih tingginya nilai sawit ini tidak hanya terjadi di wilayah Provinsi Sumut, di Provinsi Riau juga terjadi kenaikan harga tandan buah segar (TBS) dimana tertinggi di Provinsi Riau mencapai Rp. 3.500/kg. Harga TBS di sepanjang 2021 menunjukkan peningkatan 42,47 persen dibandingkan rata-rata harga TBS selama 2020. Hal itu sangat berdampak pada pendapatan petani dan kegiatan roda ekonomi di sentra sentra kelapa sawit.
Tingginya nilai sawit di banyak provinsi wilayah Sumatera sejatinya memberi tuntutan yang logis bagi ketersedian alokasi pupuk dan lahan. Karena biasanya petani kelapa sawit seringkali juga dikejutkan dengan naiknya harga pupuk bahkan terkadang nyaris mencapai kenaikan 100 persen. Hal semacam ini jelas mempengaruhi harga pokok produksi petani yang dapat berdampak petani mengurangi atau menunda pemupukan yang berimplikasi terjadinya penurunan produksi TBS kelapa sawit pada tahun mendatang.
Untuk menjaga kestabilan sawit, sektor kelapa sawit Sumut harus dalam sentrisme tata kelola yang baik termasuk kuat dalam membangun pergerakanhulu-hilir penataan kelapa sawit nasional. Termasuk menjaga kestabilan TBS kelapa sawit pada level keseimbangan atau balance, serta menekan kenaikan harga sarana dan prasarana.
Dalam perspektif ini, kebijakan ekonomi regional maupun global haruslah benar-benar memberi kesempatan besar untuk melakukan harmonisasi peningkatan kapasitas produksi pertanian maupun perbaikan struktur pasar dan pembentukan harga yang menjamin tingkat kesejahteraan petani kebun.
Dalam relasi lainnya, peningkatan efektivitas koordinasi dan konsolidasi instansi terkait pada pusat dan daerah dalam peningkatan produksi, daya saing, dan pelaksanaan regulasi perkebunan dan pengolahan kelapa sawit juga menjadi hal yang layak diperhatikan. Meskipun menghasilkan banyak keunggulan, kelapa sawit Indonesia menghadapi tantangan yang cukup berat, selain dalam peningkatan daya saing perdagangan komoditas.
Adanya dampak El Nino terhadap produksi dan kebakaran hutan/kebun serta pengelolaan kebun yang berkelanjutan.Hal semacam ini perlu diwaspadai karena pptensi gangguan alamiah dapat memberi dampak negatif bagi ekosistem bisnis kelapa sawit.
Untuk menunjang ekosistem bisnis kelapa sawit, perlu daya saing kelapa sawit yang mumpuni. Hal ini dapat ditentukan melalui kegiatan dan faktor pemantapan infrastruktur, sistem logistik yang handal dan efisien, iklim usaha dan investasi, dan sistem pembiayaan yang sangat kompeten.
Untuk memperbaiki daya saing ini diperlukan reformulasi kebijakan ekonomi nasional pada sektor kelapa sawit, untuk itulah perlu segera disusun masterplan peningkatan produksi dan daya saing komoditas kelapa sawit.
Selain soal tata kelola kelapa sawit dibutuhkan pula pengembangan teknologi agar Indonesia tak hanya menjadi produsen kelapa sawit, namun mampu memproduksi turunan kelapa sawit diantaranya pangan, energi, dan bahan baku industri. Selain juga memperbaiki berbagai kekurangan terkait ekspansi tanaman kelapa sawit agar kegiatan ekspor kelapa sawit tak memberi dampak buruk terhadap lingkungan, kelestarian alam dan masyarakat lokal.
====
Penulis Eksekutif Peneliti Jaringan Studi Indonesia.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]