Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Kejatuhan yang terjadi di pasar kripto menyebabkan kekhawatiran di kalangan investor. Jumat lalu bitcoin anjlok hampir 50% dari harga tertingginya. Kondisi ini menarik perhatian regulator yang ditugaskan menjaga stabilitas keuangan.
Beberapa hari terakhir harga aset kripto seperti TerraUSD terus turun dan membuat cemas para investor, regulator bahkan sampai Menteri Keuangan AS, Janet Yellen. Tether, stable coin yang dianggap aman bagi investor, bahkan hilang pasak terhadap dolar Amerika. Sementara harga Bitcoin turun menjadi US$ 26.350 atau Rp 382.075.000 (kurs Rp 14.500)
"Jika kita melihat ini berlanjut selama beberapa hari ke depan, maka kita akan mulai menjadi khawatir, sangat khawatir," kata Marcus Sotiriou, seorang analis kripto di Global Block, dikutip dari CNN Jumat (13/5/2022). Marcus menilai implikasinya terlalu luas dan sulit diprediksi.
Menurutnya untuk memahami situasi ini dibutuhkan penanganan cepat pada stablecoin dan algoritmanya. Stablecoin tradisional seperti Tether telah menjadi landasan di pasar kripto karena secara teoritis didukung sepenuhnya oleh aset yang biasanya uang nyata.
Federal Reserve System (FED) memperkirakan nilai stablecoin tumbuh pesat selama setahun terakhir melampaui US$ 180 miliar pada bulan Maret. Pertumbuhan ini memicu munculnya stablecoin algoritmik seperti TerraUSD.
Koin-koin ini secara teknis bernilai US$ 1. Tapi mereka tidak didukung oleh aset yang berbentuk dan malah menggunakan uang digital juga untuk mempertahankan koin mereka.
Dalam laporan yang diterbitkan FED awal bulan ini, bank sentral mengatakan jika beberapa pemain besar stablecoin mendominasi pasar tanpa pengawasan penuh. Hal ini memicu hilangnya kepercayaan yang dapat merusak ekonomi digital secara menyeluruh.
Apa yang terjadi kepada aset kripto akhir-akhir ini memang belum jelas. TerraUSD pertama kali goyah pada akhir pekan lalu. Nilainya sempat US$ 0.23 atau Rp 3.335 di hari rabu sebelum kembali bangkit beberapa saat. Saat penutupan nilainya menjadi US$ 0.58 atau Rp 8.410 yang membuat pemiliknya mengumumkan intervensi darurat.
"Ini persis seperti 'spiral kematian' yang diprediksi banyak orang," kata Henry Elder, kepala keuangan terdesentralisasi di Wave Financial. Turunnya harga Tether turut berpengaruh terhadap bitcoin, aset kripto paling populer. Bitcoin anjlok 10% dalam 24 jam terakhir.
Bahkan Menteri Ekonomi AS Janet Yellen ikut berkomentar mengenai kondisi ini. Dirinya khawatir situasi ini bakal menyebabkan kekacauan susulan bagi investor di semua sektor. "Stablecoin yang dikenal sebagai TerraUSD mengalami penurunan nilainya. Saya pikir itu hanya menggambarkan ini adalah produk yang berkembang pesat dan ada risiko pada stabilitas keuangan dan kami membutuhkan kerangka kerja yang sesuai," kata Yellen.(dtf)