Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
SELAMA ini ada anggapan masalah ketenagakerjaan tidak dapat dipidana. Semuanya cenderung harus diselesaikan menurut hukum acara perdata di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Anggapan ini tidak benar, karena sebenarnya terdapat aturan hukum tentang pemidanaan di bidang ketenagakerjaan.
Pengaturan pemidanaan dalam UU Ketenagakerjaan bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh agar mendapatkan hak-haknya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pengaturan hak-hak normatif dalam UU bersifat safety net, yang artinya perusahaan dilarang melaksanakan hak-hak pekerja/buruh lebih rendah dari ketentuan yang sudah diatur .
Dalam hal inilah berlaku pemidanaan terhadap pengusaha apabila melaksanakan hak-hak pekerja/ buruh lebih rendah dari aturannya. UU No 13 Tahun 2003 mengatur hal demikian, namun setelah UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja melakukan beberapa perubahan atas jenis-jenis tindak pidana dibidang ketenagakerjaan.
Pengetahuan tentang tindak pidana ketenagakerjaan ini sangat penting bagi pengusaha dan pekerja/buruh. Dengan demikian akan timbul upaya untuk mencegah proses pemidanaan dengan menjalin komunikasi yang baik antara keduanya untuk mewujudkan hubungan industrial yang baik.
Ketentuannya sangat jelas, yaitu pengusaha dilarang melaksanakan hak-hak normatif lebih rendah dari aturannya. Apabila terjadi pelanggaran, maka akan berurusan dengan pemidanaan. Hal ini akan menimbulkan kerugian terutama di pihak perusahaan.
Jenis-jenis Kejahatan Ketenagakerjaan
Pasal 185 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2020 mengatur 'Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 88A ayat (3), Pasal 88E ayat (2), Pasal 143, Pasal 156 ayat (1), atau Pasal 160 ayat (4) dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.10O.0OO.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.400.000.000,0O (empat ratus juta rupiah). Ketentuan ayat (2) nya menyebutkan perbuatan-perbuatan yang diklasifikan dalam ayat 1 tersebut adalah tindak pidana kejahatan'.
Adapun jenis-jenis perbuatan yang diklasifikasikan sebagai tindak pidana kejahatan diatur dalam UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Yo UU No 13 Tahun 2013 tentanga Ketenagakerjaan, yaitu:
1. Pemberi kerja orang perseorangan mempekerjakan tenaga kerja asing . Hal ini melanggar Pasal 42 ayat (1) UU No. 11/2020 ;
2. Pengusaha mempekerjakan anak. Hal ini melanggar Pasal 68 dan Pasal 69 ayat (2) UU No. 13 / 2013. Batasan usia anak yang sama sekali tidak boleh dipekerjaakan adalah 12 tahun. Selanjutnya usia 13-15 tahun dilakukan pengecualian dapat melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental dan sosial (Pasal 69 UU No. 13/2003) . Pengusaha juga diwajibkan untuk memenuhi sejumlah persyaratan, yaitu adanya izin tertulis dari orang tua, ada perjanjian tertulis dengan orang tua/wali, waktu kerja maksimal 3 jam, dan beberapa persyaratan lain yang diatur pada 69 UU No 13/2003.
3. Pengusaha tidak memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/ buruh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan adalah melanggar Pasal 80 UU No 13/2003.
4. Pengusaha tidak memberikan kepada pekerja/buruh perempuan yaitu hak untuk memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. Dan pengusaha tidak memberikan hak untuk istirahat bagi pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan selama 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan. Hal ini adalah melanggar Pasal 82 UU No 13/2003.
5. Pengusaha membayar upah lebih rendah dari kesepakatan adalah melanggar Pasal 88 A ayat (3) UU No. 11/2020. Dalam hal ini perlu dicatatkan bahwa pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja / buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan daam peraturan perundang-undangan (upah minimum).
6. Pembayaran upah yang lebih rendah dari upah minimum adalah melanggar Pasal 88E ayat (2). Hal ini mempertegas perlindungan upah kepada pekerja buruh tidak bleh lebih rendaha dari upah minimum kaupaten/ kota atau upah minimum provinsi yang ditetapkan oleh pemerintah.
7. Siapapun tidak dapat menghalang-halangi pekerja/buruh dan serikat pekerja/ serikat buruh untuk menggunakan hak mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai (Pasal 143 UU No. 13/2003). Ketentuan ini menegaskan hak mogok merupakan hak dasar yang dilindungan oleh negara sehingga siapapun yang menghalang-halanginya diklasifikasikan sebagai tindak pidana kejahatan.
8. Dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pengusaha wajib membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. Dengan demikian bila pengusaha melakukan Pemutusan Hubungan Kerja tanpa membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima diklasifikasikan sebagai tindak pidana kejahatan karena melanggar pasal 156 ayat (1) UU No 11/2020.
Perbuatan melakukan PHK tanpa membayar yang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak merupakan hal baru yang diklasifikasi sebagai tindak pidana ketenagakerjaan. Hal ini memang menjadi salah satu yang diharapkan oleh pekerja/ buruh. Karena selama ini cukup banyak pekerja/ buruh yang di PHK tanpa pembayaran uang pesangon. Berbagai pola dilakukan oleh pengusaha untuk menghindari pesangon.
Namun kalangan pekerja/ buruh masih menunggu peraturan pelaksana dari pemerintah bagaimana cara mengimplementasikan pemidanaan terhadap pengusaha yang tidak membayar uang pesangon kepada pekerja/ buruh yang di-PHK. Diharapkan hal ini segera diwujudkan agar PHK sewenang-wenang dapat diminimalkan.
9. Perbuatan pengusaha dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir dan pekerja/ buruh dinyatakan tidak bersalah, pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh. Sesuai dengan Pasal 160 ayat (4) UU No 11/ 2020.
BACA JUGA: Kedudukan Hukum Karyawan Kontrak Pasca UU Cipta Kerja
Ini juga ketentuan baru dalam UU No 11/2020. Pasal ini muncul akibat rawannya kriminalisasi terhadap pekerja/ buruh. Diharapkan dengan adanya pasal ini akan memberikan warning kepada kalangan pengusaha untuk berhati-hati melaporkan pekerja/buruh secara kriminal.
Karena apabila tuduhan kriminal tersebut tidak terbukti, maka pengusaha wajib mempekerjakan dan membayar upah selama proses kriminalisasi berjalan. Bila pengusaha menolak mempekerjakan, maka ancaman hukum pidana dan denda akan dapat diterapkan sbagai tindak pidana kejakatan sesuai Pasal 185ayat (1) UU No. 11/ 2020.
Implementasi Kejahatan Ketenagakerjaan
Kalangan pekerja/buruh tentu mengharapkan instansi yang berwenang dapat bekerja dengan baik. Sehingga tindakan-tindakan pengusaha yang melakukan ke-9 klasifikasi tindak pidana kejahatan di atas dapat diproses secara hukum sampai ke pengadilan.
Instansi yang berwenang melaksanakan pengawasan terhadapa kejahatan ketenagakerjaan tersebut adalah Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan unit kerja tersendiri pada instansi yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten kota (vide Pasal 176, 178 UU No 13/2003).
Dengan kata lain pengawasan ketenagakerjaan yang dilaksanakan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan berfungi sebagai pelaksana tugas penyelidikan. Apabila ditemukan unsur tindak pidana sebagaimana disebutkan di atas, maka penanganan kasus dapat ditindaklanjuti ke tahap penyidikan dengan menetapkan dari kalangan pengusaha sebagai tersangka.
Tugas penyidikan kewenangan dari Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dan pegawai pengawas ketenagakerjaan dapat diberi wewenang khusus sebagai penyidik pegawai negeri sipil sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Pelaksanaan penyidikan dilaksanakan sesuai Hukum Acara Pidana yang berlaku Indonesia.
Dengan adanya ketentuan pemidanaan yang disebut sebagai Tindak Pidana Ketenagakerjaan ini diharapkan dapat berjalan untuk memberikan efek jera. Meskipun sampai dengan sekarang pemidanaan di bidang ketenagakerjaan masih sangat jarang terjadi.
Hal ini berbanding terbalik dengan banyak pelanggaran hak-hak pekerja/ buruh. Pelanggaran hak-hak pekerja inilah yang paling mering memicu terjadi mogok kerja ataupun unjuk rasa pekerja/buruh. Jika pelaksanaan tindakan pidana kejahatan ketenagakerjaan dapat berjalan, akan mendorong kepatuhan terhadap UU Ketenagakerjaan.
====
Penulis adalah Ketua Firma Hukum Sentra Keadilan dan Dosen PTS pada STIH Graha Kirana Medan.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]