Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
DALAM pertemuan Menteri Pertanian G20, Direktur Jenderal Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa atau Food Agriculture Organization, QU Dongyu telah memperingatkan tentang adanya implikasi berbahaya (konflik perlambatan dan penurunan) melonjaknya harga makanan dan pupuk yang menjadi pendorong utama krisis pangan. Ia menggaungkan pentingnya mencapai perdamaian, mengatasi krisis iklim, dan meningkatkan ketahanan di berbagai tempat.
Melonjaknya harga pangan belakangan ini memiliki implikasi buruk bagi ekosistem ketahanan pangan dan gizi secara global. Harga pangan sangat tinggi bagi konsumen dan harga input sangat tinggi bagi petani. Ada beberapa tantangan yang menjadi masukan perbaikan bagi tata kelola pertanian seluruh dunia, diantaranya tentang menjaga ketahanan pasar gandum dan kedelai, tetapi prospek untuk jagung, beras, dan pupuk tetap mengalami kendala pasokan dan tidak stabil.
Dalam perspektif yang lain, FAO pun memberikan sebuah usulan mengenai Fasilitas Pembiayaan Impor Pangan (Food Import Financing Facility atau FIFF) untuk memungkinkan 62 negara net food importer berpenghasilan rendah (penduduk kurang lebih sekitar 1,8 miliar orang) mendanai kebutuhan mendesak. Selain itu, negara-negara untuk dapat diajak berinvestasi lebih banyak dalam sistem pertanian pangan yang berkelanjutan di dalam negeri.
Dalam mendukung ekosistem ketahanan pangan global, Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) sudah berupaya menawarkan upaya cepat untuk meningkatkan ketahanan sistem pertanian pangan dalam jangka pendek. Terdapat pula, tindakan jangka pendek lainnya, salah satunya meningkatkan ketersediaan pupuk dengan memastikan pupuk tidak masuk dalam daftar sanksi perang dan efisiensi penggunaannya. Langkah ini ditujukan demi menghindari krisis akses pangan sehingga tidak berkembang menjadi krisis ketersediaan pangan.
Dalam rasionalisasi strategi jangka menengah dan jangka panjang atensi seluruh masyarakat dunia terhadap ketahanan pangan merupakan hal yang tak dapat disampingkan. Dalam rasionalitas ini, semua strategi jangka menengah yang menitikberatkan pada ilmu pengetahuan dan inovasi akan menjadi langkah maju dalam menyelamatkan akses pangan secara luas.
Investasi dalam infrastruktur untuk mengurangi ketidaksetaraan, serta upaya mengurangi kerusakan sumber pangan. Sementara, strategi jangka panjang yang melibatkan peningkatan sistem akses akan memberi stimulus yang penting dalam meningkatkan produktivitas, meningkatkan perdagangan, dan menemukan solusi inovatif untuk mengatasi kendala pasokan pupuk.
Reformasi Pangan Nasional
Sejak pengesahan UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). UUPA merupakan produk anak bangsa yang diniscayakan membalik sistem sosial feodal warisan kolonialisme. Saat itu, sumberdaya agraria dikuasai segelintir elite. UUPA yang bercorak populis hendak membalik kondisi agraria yang tak adil. Sempitnya kesempatan kerja di perdesaan dan pertanian membuat tenaga kerja muda mengais rezeki ke kota jadi buruh.Namun, faktanya pemerintah lagi – lagi gagal membangun pembangunan pertanian dalam negeri menjadi ranah produktif yang berkualitas.
Ironis memang, kawasan pertanian yang melimpah diseluruh penjuru Indonesia kenyataan masih tak mampu menopang roda kesejahteraan masyarakat. Terlebih, bagi kehidupan masyarakat pedesaan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Per Maret 2022, angka kemiskinan di perdesaan Indonesia telah mencapai 14,34 juta orang atau 54,8% dari total warga miskin (BPS, 2022). Indikator ini menunjukkan jika ada sistem yang salah dalam tata kelola pangan di Indonesia.
Pembangunan nasional masih meminggirkan masyarakat terhadap peningkatan ketahanan pangan untuk kesejahteraan bersama. Dalam penalaran lain, peningkatan produksi pangan tidak membuat para petani menjadi semakin sejahtera tapi justru membuat masyarakat lokal harus terjebak dalam kolonisasi kemiskinan secara berkelanjutan.
Yang lebih membuat miris adalah soal produktivitas lahan pertanian yang semakin hari semakin menyusut. Dalam laporan dari Kementerian Pertanian (Kementan) Republik Indonesia, 2,2 ton pangan ekuivalen per ha padahal sebelumnya berada produktivitas lahan 5,6 ton per ha (Kementan RI, 2022).
Angka ini jelas menujukkan jika produktivitas dalam negeri mengalami krisis yang berarti, belum lagi minimnya perbaikan dan modernisasi irigasi dan gudang penyimpanan membuat masalah pertanian Indonesia menjadi semakin rumit. Situasi semacam ini jelas harus direformasi secara cepat dan efektif karena pertanian menjadi sektor yang masih konsisten untuk berkontribusi besar pada produk domestik bruto (PDB) selama kuartal II/2022.
BACA JUGA: Ikhtiar RUU Pelindungan Data Pribadi dalam Ekonomi Digital
Berdasarkan data BPS, sektor ini telah berkontribusi hingga 12, 98% terhadap pertumbuhan ekonomi pada rentang 3 bulan terakhir. Dengan demikian sumbangsih pertanian terhadap struktur Produk Domestik Bruto (PDB) akan terus meningkat. Untuk itulah dalam mereformasi tata kelola pangan secara nasional, pemerintah dituntut untuk dapat selalu fokus dalam pengendalian inflasi pangan melalui pembentukan satuan tugas khusus hingga dapat memberikan subsidi yang dapat memacu geliat perkembangan pertanian dalam negeri secara lebih luas.
Implementasi Praktis
Ada banyak hal yang harus dilakukan pemerintah dalam mengembangkan pertanian pada masa kini dan yang akan datang. Kesejahteraan petani dan keluarganya merupakan tujuan utama yang menjadi prioritas dalam melakukan program reformasi pertanian Indonesia. Pembangunan pertanian harus mengantisipasi tantangan global dan modernisasi pertanian untuk dapat menciptakan sistem ketahanan pangan yang berkelanjutan.
Salah satu upaya rasional mencapai ketahanan berkelanjutan adalah dengan menciptakan regenerasi masyarakat petani yang produktif. Karena tak dapat dipungkiri jika di wilayah perdesaan petani umumnya adalah orang-orang desa yang berusia di atas 50 tahun, yang saat ini kebingungan memikirkan bagaimana keberlanjutan usaha tani mereka, karena nyaris tidak ada anak-anaknya yang mau meneruskan pekerjaan yang sudah mereka tekuni dan warisi dari generasi ke generasi.
Menurunnya minat tenaga kerja muda di sektor pertanian terutama adalah citra sektor pertanian yang kurang bergengsi dan kurang bisa memberikan imbalan memadai. Hal ini berpangkal dari relatif sempitnya rata-rata penguasaan lahan usaha tani. Alasan lain adalah cara pandang dan way of life tenaga kerja muda telah berubah di era perkembangan masyarakat modern seperti sekarang.
Bagi anak-anak muda di perdesaan, sektor pertanian makin kehilangan daya tarik. Bukan sekadar karena secara ekonomi sektor pertanian makin tidak menjanjikan, tetapi keengganan anak-anak muda untuk bertani sesungguhnya juga dipengaruhi oleh subkultur baru yang berkembang di era digital seperti sekarang.
Terjadinya krisis petani muda di sektor pertanian dan dominannya petani tua memiliki konsekuensi terhadap pembangunan sektor pertanian berkelanjutan, khususnya terhadap produktivitas pertanian, daya saing pasar, kapasitas ekonomi perdesaan, dan lebih lanjut hal itu akan mengancam ketahanan pangan serta keberlanjutan sektor pertanian.
Disinilah, kita sangat mengharapkan pemerintah dapat melibatkan para pemuda sebagai generasi penerus untuk keberlanjutan sektor pertanian. Satu strategi yang perlu dilakukan untuk menarik minat pemuda bekerja di pertanian di antaranya dimulai dengan mengubah persepsi generasi muda bahwa pertanian merupakan sektor yang menarik dan menjanjikan bila dikelola dengan tekun dan sungguh-sungguh.
Sejalan dengan upaya itu diperlukan pengembangan agroindustri, inovasi teknologi, pemberian insentif khusus petani muda, pengembangan pertanian modern, pelatihan dan pemberdayaan petani muda demi dapat memperkenalkan pengembangan pertanian dan inovasi pertanian kepada generasi muda sejak dini. Jika hal semacam ini intens dilakukan bersama – sama maka bukan hal mustahil jika masa depan pertanian Indonesia menjadi sangat cerah.
====
Penulis Analis dan Eksekutif Jaringan Studi Indonesia.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG) posisi lanskap, data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]