Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
PELAKU industri ekonomi digital Indonesia saat ini lagi bersemangat karena Indonesia tengah menyambut momentum adanya pengesahan Rancangan Undang - Undang (RUU) Pelindungan Data Pribadi (PDP). RUU PDP disusun dengan maksud untuk dapat melindungi pemilik data dan mendorong kemampuan pengembangan industri pada ekosistem ekonomi digital. Hadirnya aturan perlindungan data pribadidapat meningkatkan literasi konsumen mengenai privasi dan keamanan ekosistem ekonomi digital, sehingga akan memberi rasa akuntabilitas dari setiap transaksi ataupun aktivitas ekonomi.
Adanya standardisasi tata kelola pemrosesan data pribadi melalui UU PDP juga menjadi insentif yang sangat baik bagi pengembangan industri ekonomi digital dengan meningkatkan kepercayaan dan keyakinan konsumen serta investor. Adanya kepastian hukum terhadap perlindungan data pribadi juga memberi dorongan implementatif, semangat daya saing usaha keberlanjutan serta kemauan untuk melakukan transformasi digital yang penting bagi pemulihan ekonomi pascapandemi.
Banalitas Kontekstual
Dengan hadirnya regulasi ekonomi yang baik, kondisi itu akan memberi dampak positif bagi kinerja pembangunan nasional. Namun, perlu diperhatikan pula konsekuensi logis yang juga akan muncul dari kewajiban-kewajiban yang disebutkan dalam undang - undang. mayoritas perusahaan digital terdampak dengan ketentuan dalam aturan PDP, khususnya terkait kewajiban pengendali data pribadi. Karena secara
faktual ada banyak perusahaan Indonesia yang masih membutuhkan waktu dalam membangun kesiapan di internal, kenyataan ini dibuktikan dengan mayoritas perusahaan digital (81,3 persen) belum memiliki Data Protection Officer (DPO). DPO merupakan amanah RUU PDP kepada pengendali data untuk dapat mengawasi tata kelola pemrosesan data pribadi dalam suatu instansi.
BACA JUGA: Dilema Pasokan, Permintaaan dan Harga Komoditas
Selain itu, sekitar 67,2 persen perusahaan di Indonesia masih belum mampu memenuhi ketentuan jangka waktu pemenuhan hak pemilik data pribadi. Karena menurut RUU PDP jika perusahaan menerima volume permohonan yang sangat tinggi dalam satu waktu tertentu. Maka, perusahaan, khususnya skala menengah atau kecil, berpotensi tidak bisa menerapkan segala macam bentuk tanggung jawab usahanya dengan baik.
Melihat celah ini, Pemerintah beserta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memang perlu mengkaji kembali dampak langsung dari adanya kepatuhan penerapan UU PDP dari kewajiban - kewajiban yang disebutkan dalam undang-undang.Salah satu aturan teknis yang akan menjadi tantangan adalah terkait ketentuan pemenuhan hak pemilik data pribadi yang cukup restriktif dari segi waktu. Karena jika meninjau dari berbagai regulasi internasional yang telah ada, pada umumnya ketentuan pemenuhan hak ini memiliki jangka waktu yang lebih lama dari aturan yang ada di dalam RUU PDP.
Nyaris mayoritas para pelaku industri di Indonesia sangat berharap jika RUU PDP ini bisa menciptakan aturan selaras dengan praktik internasional yang berlaku selama ini, yakni data pribadi dikelola secara independen tanpa harus campur tangan pemerintah dan pihak swasta. Hal ini dirasa sangat penting karena dalam RUU PDP Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memegang otoritas perlindungan data pribadi atau data protection authority (DPA) di Indonesia. Namun, RUU tersebut tidak menyebutkan secara jelas tugas dan tanggung jawab Kominfo dalam perannya sebagai otoritas pelindungan data pribadi.
Alasan otoritas independen inilah yang membuat RUU PDP banyak menuai kritikan dari masyarakat karena dikhawatirkan kebocoran data pribadi nyatanya disalahgunakan untuk kepentingan lain di luar dari motif kepentingan ekonomi, seperti politik dan terorisme misalnya.
Dalam tinjauan sisi yang lain semua peraturan teknis terkait perlindungan PDP yang mengatur standar industri, sebaiknya inisiatif itu dituangkan dalam peraturan yang dilakukan oleh Otoritas PDP, sehingga cakupan kepentingan data menjadi jelas semata untuk kepentingan ekonomi bisnis dan bukan hal lain.
Pemerintah dan DPR harus memiliki peran lebih dalam mendukung ketahanan hukum sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia, sehingga tak akan ada upaya tindakan kriminalitas dalam motif untuk mendapatkan kepentingan ekonomi secara luas dan global. Apalagi dalamundang – undang PDP ini sangat mendukung bagi stabilitas perkembangan ekonomi digital Indonesia supaya tak terjebak dengan pengaturan teknis. Undang- ndang sebaiknya mengatur ketentuan yang mengatur norma hukum dan prinsip umum sebagai payung hukum perlindungan data pribadi.
Langkah Rasional
Hadirnya RUU PDP jelas membawa angin segar bagi keharmonisasian interaksi digital masyarakat yang selama ini telah secara sadar menjadikan panggung dunia digital online sebagai spektrum utama dalam membangun komunikasi sosial. Tak dapat dihindari, seiring pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, data pribadi menjadi aset yang bernilai tinggi pada era serba data (big data) dan ekonomi digital seperti sekarang ini. Konsekuensinya, data pribadi merupakan wujud pengakuan hak yang harus dilindungi, sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) dan amanat yang disampaikan oleh konstitusi Negara Republik Indonesia serta Undang-Undang Dasar 1945.
Secara substantif, isi dari RUU PDP ini memuat 72 pasal dan 15 bab. Aturan itu sendiri mengatur definisi data pribadi, jenis, hak kepemilikan, pemrosesan, pengecualian, pengendali dan prosesor, pengiriman, lembaga berwenang yang mengatur data pribadi dan penyelesaian sengketa. Selain itu, RUU tersebut juga mengatur mengenai bentuk kerja sama internasional hingga sanksi yang dikenakan atas penyalahgunaan data pribadi. Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri telah menandatangani Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) pada 24 Januari 2020.
Sebagaimana yang termuat dalam RUU PDP, jenis-jenis data pribadi dalam Bab II pasal 3 ayat (1) RUU PDP disebutkan terbagi dua yaitu data pribadi yang bersifat umum dan data pribadi yang bersifat spesifik. Data pribadi yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi nama lengkap, jenis kelamin, kewarganegaraan, agama dan /atau data pribadi yang dikombinasikan untuk mengidentifikasi seseorang.
Sedangkan data pribadi yang bersifat spesifik sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b meliputi data dan informasi kesehatan, data biometrik, data genetika, kehidupan/orientasi seksual, pandangan politik, catatan kejahatan, data anak, data keuangan pribadi, dan/atau data lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terkait sanksi pidana atas pelanggaran penggunaan data pribadi RUU PDP juga mengenakan sanksi atas pelanggaran data pribadi. Pelaku yang mengungkapkan atau menggunakan data pribadi yang bukan miliknya secara melawan hukum akan dikenakan pidana penjara tujuh tahun atau dijatuhi denda uang maksimal Rp 70 miliar.
Melihat regulasi ekonomi ini jelas membuktikan jika nantinya penerapan UU PDP akan memberi dampak stimultan terhadap pemahaman sekaligus perilaku setiap masyarakat untuk patuh dan tunduk regulasi yang ditetapkan oleh regulasi atau konstitusi ekonomi.
Sejatinya konstitusi merupakan wujud dari perjanjian, konsensus, atau kesepakatan tertinggi dalam kegiatan bernegara. Pelaksanaan konstitusi ekonomi Indonesia termaktub dalam penjabaran UUD 1945 yang banyak memuat ketentuan-ketentuan mengenai hak asasi manusia dan prinsip- prinsip demokrasi dan kesejahteraan sosial.
Jika UU PDP telah resmi diberlakukan sebagai hukum ekonomi baru dalam hukum masyarakat Indonesia maka pemerintah harus akuntabel menjadikan UU PDP sebagai landasan hukum aktualisasi diri masyarakat Indonesia dalam pemenuhan segala kebutuhan hidupnya, termasuk dalam hal pemenuhan hak ekonomi secara umum.
Pemerintah dalam hal ini wajib menjamin akan tidak adanya sikap pembedaan terhadap upaya rasional masyarakat untuk mendapatkan setiap akses kesejahteraan ekonomi dan sosial. Konteks ini menjadi penting diperhatikan secara serius supaya UU PDP ini tidak melahirkan sikap eksklusivitas tinggi dalam lingkup aktivitas ekonomi publik yang akhirnya hanya melahirkan ketidakadilan dan penderitaan.
====
Penulis Analis dan Eksekutif Jaringan Studi Indonesia.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG) posisi lanskap, data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]