Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
BEBERAPA minggu yang lalu, Menteri Keuangan Republik Indonesia (Menkeu RI) Sri Mulyani Indrawati melakukan pertemuan intensif dengan para investor dan emerging market bond holde (pemegang surat utang negara berkembang), seperti Lazard, Citadel, Lord Abbet, Black Rock, Mackay Shields, HSBC AM, dan Van Eck. Dalam pertemuan ini Menkeu RI menyampaikan perkembangan pemulihan ekonomi Indonesia sejak pandemi Covid-19 melanda sampai masa sekarang yang menghadapkan kondisi ekonomi global pada gejolak keuangan global, masalah krisis pangan dan energi dunia.
Dalam forum internasional tersebut, Menkeu RI menjelaskan situasi rasional dari kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 dan kebijakan fiskal APBN 2023 dalam mengelola berbagai gejolak luar biasa ini. Secara komitmen, dalam pertemuan ini delegasi Indonesia turut mendapatkan informasi update dan masukan langsung dari para investor tentang risiko gejolak keuangan global yang masih akan mengancam kestabilan ekonomi dunia hingga tahun depan.
Pada poin ini, Indonesia masih dilihat sebagai negara dengan kebijakan kinerja ekonomi dan fiskal yang baik dan mampu menghadapi gejolak dan mengantisipasi segala macam bentuk tantangannya. Kinerja dan kebijakan ekonomi Indonesia yang baik diharapkan dapat terus terjaga dalam menghadapi guncangan yang tak mudah selama masa ancaman resesi ekonomi global.
Kebijakan Strategis
Hadirnya kebijakan bank sentral di seluruh dunia dalam upaya menaikkan suku bunga secara agresif dengan meredam inflasi yang sudah terlalu tinggi merupakan wujud penting dalam menata ulang kebijakan strategis secara rasional. Apalagi pada saat ini, sejumlah negara menghadapi risiko ledakan inflasi karena meningkatnya harga komoditas pangan hingga energi.
Inflasi menjadi musuh terbesar dunia sekarang. Kondisi badai global disebabkan krisis pangan dan energi yang dipicu konflik Rusia-Ukraina. Sampai titik ini, negara Indonesia juga tak lepas dari imbas ketidakpastian global. Yang paling terasa tentu saja soal kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Dalam banyak tantangan ekonomi,pemerintah perlu memberikan stimulus fiskal yang baik melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) demi memberikan bantalan sosial secara lebih efektif dan berdaya guna dalam meningkatkan ketahanan fiskal dalam negeri. Pada proporsi ini, pemerintah telah mengeluarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 500/4825/SJ tentang Penggunaan Belanja Tidak Terduga Dalam Rangka Pengendalian Inflasi Daerah untuk menjaga keterjangkauan harga dan daya beli masyarakat.
Pemerintah mengeluarkan kebijakan belanja wajib perlindungan sosial sebesar 2 persen dari Dana Transfer Umum yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) demi menjaga stabilitas fiskal dalam negeri. Kebijakan tersebut tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.07/2022 tentang Belanja Wajib dalam rangka Penanganan Dampak Inflasi Tahun Anggaran 2022 yang ditetapkan 5 September 2022. Total alokasi dana mencapai Rp2,17 triliun. Selain kebijakan fiskal dalam wujud bantalan sosial, pemerintah Indonesia juga memperhatikan tentang perubahan suku bunga acuan.
Dalam implementasi secara lebih matang, upaya Bank Sental AS dalam menaikkan suku bunga guna menekan angka inflasi mencapai 8,5% juga membawa dampak pada Indonesia. Untuk mengatasi terjadinya inflasi yang tinggi di Amerika, sekitar 8,5%, The Fed menaikkan suku bunga bahkan hampir sampai 4% lebih.
Dampaknya adalah akan terjadi capital outflow terbesar.Aliran modal keluar asing (capital outflow) merupakan keluarnya dana atau modal dari dalam negeri ke luar negeri baik secara langsung (direct investment) maupun tak langsung (indirect invesment). Situasi ini pun memberikan konsekuensi logis terhadap melemahnya nilai tukar rupiah.
BACA JUGA: Kesehatan Mental di Tengah Tekanan Pandemi dan Ekonomi
Merespons kebijakan The Fed dan flaktuasi kondisi ekonomi global, mau tidak mau Indonesia harus meningkatkan suku bunga. Beberapa saat lalu, Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan (BI Rate) menjadi 4,25%. (Bank Indonesia, 2022). Kenaikan ini memungkinkan nilai suku bunga menjadi ikut naik. Secara kalkulasi memang dampak pasti suku bunga perbankan juga akan naik sampai 3-6 bulan ke depan.. Kenaikan suku bunga acuan akan diikuti oleh cost of fund pada sektor riil yang ikut terdongkrak. Cost of fund merupakan biaya yang harus dibayar oleh suatu lembaga keuangan atau bank atas penggunaan uang yang sumbernya dari pihak lain (nasabah dan atau bank).
Adanya tambahan biaya ini membuat menggangu prospek ekonomi para pelaku usaha. Mereka tidak bisa leluasa melakukan ekspansi suku bunga terlalu tinggi. Pada tolok ukur inilah, pemerintah idealnya tidak menaikkan kebijakan BI Rate secara mendadak, tetapi melakukan revisi yang dilakukan secara bertahap. Idealnya, pemerintah Indonesia juga memberlakukan kebijakan moneter bertahap untuk menaikkan suka bunga. sehingga para pelaku usaha bisa menyesuaikan diri.
Dalam jangka waktu dekat, tugas pemerintah adalah bagaimana memastikan stok pangan cukup. Sehingga jika terjadi kenaikan (inflasi) tidak terlalu tinggi dan besar. Pada titik ini, pemerintah harus dapat memantau kestabilan pangan dari lintas daerah di Indonesia untuk dapat mendukung ketahanan pangan antar daerah di Indonesia.
Antisipasi Terpadu
Kebijakan fiskal merupakan upaya yang dilakukan pemerintah dalam mendukung percepatan pembangunan ekonomi. Disisi lain, stimulus fiskal juga menjadi penting sebagai kebijakan counter cyclical untuk mengembalikan mengembalikan kestabilan perekonomian yang mengalami resesi ekonomi.
Bank sentral dengan berbagai kebijakan moneternya, faktanya dapat mengintervensi sistem perekonomian sebuah negara dengan mengatur tingkat jumlah uang beredar, baik menambah jumlah uang beredar (kebijakan moneter ekspansif) maupun sebaliknya, melalui instrumen antara lain tingkat bunga dan rasio jumlah cadangan wajib perbankan. Sedangkan Pemerintah dengan kebijakan fiskalnya, juga mampu mengintervensi kerja roda perekonomian dengan kegiatan stimulus fiskal (melalui kebijakan fiskal ekspansif) maupun sebaliknya, melalui instrumen fiskal seperti pajak dan pengeluaran pemerintah.
Setidaknya ada beberapa kondisi yang harus diperhatikan agar stimulus fiskal dapat berjalan efektif memberikan dampak positif terhadap perekonomian. Stimulus fiskal harus dapat diberikan pada momen dan saat tepat terhadap insentif perekonomian.Pemberian stimulus yang terlalu lambat atau bahkan baru terlaksana ketika perekonomian membaik, berdampak pada peningkatan inflasi.
Selain itu, stimulus fiskla harus diberikan secara terukur dan efektif. Dalam kontekstual ini, stimulus fiskal yang berupa pemotongan pajak dan tambahan pengeluaran pemerintah harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kelompok masyarakat yang paling menderita akibat melemahnya perekonomian. Kondisi ini berpotensi memberikan dampak peningkatan ekonomi, kesempatan kerja, pendapatan rumah tangga, dan output sektoral. Pada posisi inilah pemerintah perlu mengantisipasi dampak kenaikan harga yang mungkin terjadi.
Bertolak inilah, ada 2 (dua) pendekatan penting dalam menata konsolidasi kebijakan fiskal di Indonesia supaya mampu bertahan ditengah tantangan resesi global dunia yang semakin kuat. Pertama, pemerintah harus dapat mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, dan pendapatan masyarakat.
Namun, meskipun keduanya memiliki dampak yang relatif setara, tapi instrumen penurunan pajak tidak langsung relatif lebih baik digunakan untuk mengurangi dampak kenaikan harga-harga secara umum dan kebijakan ini lebih mendukung pertumbuhan sektor riil.
Kedua, pemerintah harus selektif terhadap komoditas tertentu untuk menghindari dampak negatif terhadap penurunan produktivitas sektor produksi domestik akibat tekanan dari bagian kenaikan permintaan produk impor. Kebijakan penurunan tarif impor sejatinya akan memberikan dampak ekspansif pada sektor-sektor berbasis industri, maka realisasi dari kebijakan ini digunakan sebagai insentif untuk meningkatkan dan memperluas daya saing komparatif maupun kompetitif bagi komoditas domestik.
Jika semua upaya dilakukan secara terpadu maka konsolidasi kebijakan fiskal akan memberikan dampak yang bagi ruang pertumbuhan ekonomi Indonesia secara stabil.
====
Penulis Analis dan Eksekutif Jaringan Studi Indonesia.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG) posisi lanskap, data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]