Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
TANGAN pandemi Covid-19 belum sepenuhnya selesai. Namun masalah tekanan ekonomi faktanya masih belum menemukan ujung pangkal penyelesaian terbaiknya. Selama beberapa tahun pandemi, banyak negara secara intens menyampaikan tentang rasionalisasi pemulihan ekonomi pasca Covid-19. Dua tahun perjalanan masa pandemi telah terlewati, beberapa negara telah mengumumkan jika pandemi telah berakhir. Namun, perekonomian dunia yang belum sepenuhnya pulih, terpuruk akibat konflik geopolitik Rusia-Ukraina. Harga komoditas global pun menjadi sangat terganggu karena masalah ini.
Dalam laporan International Monetary Fund (IMF) terbaru, inflasi global tertinggi yang terjadi pada kuartal III tahun 2022 sebesar 9,5%, dan akan melandai sampai tingkat 8,8% pada akhir 2022. Kenaikan harga pangan dan energi masih akan terus terjadi dan meluas hingga 2023. (IMF, 2022). Dalam rasional ini, pertumbuhan ekonomi global juga diperkirakan melambat sebesar 3,2% (2021: 6,0%), serta turun 2.7% pada 2023. Sedangkan untuk Indonesia, IMF memprediksi ekonomi akan tetap tumbuh hingga 5.3% pada akhir 2022, dan turun menjadi 5% pada 2023.
Membaca data IMF maka jelas jika dalam periode tahun depan, maka jelas perlu perhitungan yang matang membaca kontekstual ekonomi pada masa mendatang karena jelas akan menemui berbagai tantangan yang berarti. Dengan ragam perekonomian yang dinamis maka ekonomi Indonesia diprediksi akan berada dalam jalur yang sangat dinamis. Mobilisasi pola konsumsi masyarakat akan membuat ketahanan ekonomi menjadi stabil dan resisten.
Dalam analisis yang dikeluarkan oleh The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan menjadi 4,7% (year on year/yoy) dari sebelumnya 4,8%.Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2023 oleh OECD yang mencapai 4,7% lebih rendah dibandingkan target pertumbuhan ekonomi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 yang mencapai 5,3% (yoy). Proyeksi penurunan pertumbuhan OECD ini diperkirakan karena,adanya permintaan domestik dan pertumbuhan konsumsi di sektor swasta yang tertahan di tengah inflasi yang masih akan tinggi. (OECD, 2022).
Kebutuhan Taktis
Dalam data terkini, Indonesia faktanya tumbuh positif sepanjang tiga kuartal terakhir pada 2022. Pada kuartal pertama pertumbuhan ekonomi mencapai 5,02% kemudian meningkat menjadi 5,46% pada kuartal kedua dan 5,72% pada kuartal ketiga. Keterkejutan itu dipicu berbagai indikator ekonomi yang menunjukkan situasi ekonomi domestik dan global yang tidak konstan. Pada sisi kontrol anggaran, realisasi APBN sampai dengan 30 September 2022 mencatat surplus sebesar 0,33 persen terhadap PDB. Realisasi pendapatan negara mencapai Rp 1.947,74 triliun, meningkat 45,74 persen (y-o-y). Realisasi pendapatan tersebut, salah satunya berasal dari penerimaan perpajakan yang telah mencapai Rp 1.542,64 triliun, atau sebesar 86,47 persen dari target pada Perpres 98/2022, dan tumbuh 49,34 persen (y-o-y).
Secara prediksi, laju tren pertumbuhan ekonomi global menuju pengujung 2022 makin melemah dan diperburuk dengan tekanan inflasi yang tinggi. Pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat (AS), Kawasan Eropa, dan Jepang diperkirakan melemah hingga 2023 dengan risiko mengalami resesi. Hal ini dipengaruhi ketegangan geopolitik yang berlanjut sehingga menimbulkan perubahan ekonomi, perdagangan, dan pengaruh produktivitas investasi. Kondisi ini juga yang menyebabkan bank sentral di banyak negara menaikkan suku bunga acuan. Bank Sentral AS secara terus menerus menaikkan suku bunga acuan, Fed Fund Rate, sehingga menimbulkan ketidakpastian di pasar keuangan global.
Tantangan inflasi masih relatif tinggi dan terus meningkat di seluruh wilayah di Tanah Air. Inflasi indeks harga konsumen (IHK) mencapai 5,95% secara tahunan (y-o-y) pada triwulan III - 2022 yang berarti terjadi peningkatan dari triwulan II - 2022 yang berada di level 4,35% (y-o-y). Inflasi yang tinggi akan mengurangi daya beli masyarakat dan menjadi disinsentif berinvestasi. Pada posisi ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS cenderung makin melemah dan berada di level 15.622,50 pada penutupan pasar 17 November 2022. Melemahnya nilai tukar rupiah akan meningkatkan biaya produksi barang yang mengandung komponen impor.
Tentu tak mudah dalam meningkatkan produktivitas secara utuh, apalagi realisasi belanja negara baru mencapai 61,6% atau Rp 1.913,9 triliun dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 yang sebesar Rp 3.106,4 triliun. Serapan belanja yang rendah dapat mengurangi efektivitas APBN dalam menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Pada tolok ukur ini, kenaikan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) yang dilakukan secara berturut-turut selama empat bulan telah menyebabkan suku bunga acuan meningkat sebesar 1,75% yaitu dari 3,5% pada Juli 2022 hingga menjadi 5,25% pada November 2022.
BACA JUGA: Komitmen Ekonomi Hijau dalam Akselerasi Nasional
Adanya kenaikan suku bunga acuan menyebabkan kenaikan suku bunga simpanan dan suku bunga kredit meskipun tidak secara simultan. Konsekuensinya, investasi menurun, produksi dan produktivitas stagnan jika tak melambat. Untuk itulah, perekonomian nasional harus benar – benar dapat melakukan langkah perbaikan yang signifikan. Dalam langkah taktisnya permintaan domestik harus dapat disokong oleh konsumsi swasta yang tinggi, investasi yang tetap positif, dan ekspor yang terus bertumbuh. Meningkatnya mobilitas aktivitas ekonomi, dan kuatnya keyakinan konsumen menyebabkan kegiatan produksi terus bertumbuh.
Skema Produktif
Kebijakan stimulus pemerintah memberikan bantuan sosial menyebabkan daya beli masyarakat dapat dipertahankan di tengah kenaikan inflasi akibat pengalihan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Terjadinya kenaikan suku bunga pinjaman akan naik signifikan dalam beberapa bulan ke depan. Oleh karena itu, mitigasi atas kenaikan suku bunga pinjaman melalui operasi moneter perlu dilakukan secara terukur, prudent, dan berkelanjutan.Kenaikan suku bunga pinjaman semakin membebani pengusaha karena biaya modal yang bertambah dan di saat yang sama harga input produksi dan energi juga meningkat.
Untuk itu, pemerintah dan juga pihak Bank Indonesia perlu memberikan insentif berproduksi melalui pengurangan pungutan dan keringanan pajak bagi para pelaku industri. Di samping itu, pemerintah perlu memberikan subsidi bunga kepada pelaku usaha atau industri mikro, kecil, dan menengah. Pada titik ini, kondisi ekonomi global yang masih bergejolak akan menekan laju ekspor komoditas primer Indonesia. Oleh karena itu, ide atau keinginan pemerintah untuk hilirisasi pengembangan sumber daya alam (SDA) secara maksimal.
Untuk mempertahankan tingkat konsumsi dan daya beli masyarakat yang tergerus kenaikan harga, pemerintah perlu meluncurkan program jaring pengaman sosia seperti bantuan sosial, bantuan langsung tunai dan bantuan subsidi upah. Kebijakan ini tidak hanya menjadi insentif berproduksi bagi pelaku industri/usaha, tetapi juga menjaga pertumbuhan ekonomi positif sehingga kegiatan usaha masyarakat terus berkembang dan kesempatan kerja.
Fondasi yang dapat dimaksimalisasikan untuk menjaga ekonomi dapat positif adalah dengan tetap menjaga peluang pembangunan kawasan strategis ekonomi Indonesia. Tiga fondasi tersebut adalah pembangunan green industry, smart industry, dan halal industry.Terkait green industry, industri dituntut untuk menjalankan konsep industri yang ramah lingkungan melalui pembangunan Eco Industrial Park. Konsep ini merupakan bentuk pengembangan kawasan industri generasi ketiga yang dilengkapi dengan infrastruktur memadai dan terpadu.
Untuk smart industry, sektor industri dituntut untuk dapat memanfaatkan teknologi sesuai era revolusi industri 4.0. Kawasan industri didorong untuk membangun infrastruktur digital dan mentransformasi digital pengelolaan industri sehingga dapat mempermudah komunikasi dan pemberian layanan.Kinerja baik sektor manufaktur merupakan peluang melanjutkan agenda pembangunan kawasan strategis ekonomi secara lebih inklusif dan berkelanjutan.
====
Penulis Analis dan Eksekutif Jaringan Studi Indonesia.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG) posisi lanskap, data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]