Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Palas. Petani karet di Desa Sabahotang, Kecamatan Barumun Baru, Kabupaten Padang Lawas (Palas), tidak punya pilihan untuk mengganti kebun karetnya dengan tanaman lain. Pasalnya, petani tidak punya modal akibat harga karet yang tidak kunjung naik.
Nurholila Harahap (52) petani karet di Desa Sabahotang mengaku terpaksa bertahan sebagai penyadap karet meski harga karet sekarang hanya Rp 7.200 hingga 9.000 per kilogram.
"Masih bertahan di karet, selain karena belum punya modal untuk mengganti ketanaman lain, seperti kelapa sawit. Kebun karet ini pencarian utama keluarga saya, sejak nenek, kakek hingga sampai ke kita," kata Nurholila Harahap kepada medanbisnisdaily.com, Minggu (10/2/2023).
Menurutnya, sebagian petani di desanya yang punya modal sudah beralih menjadi petani kelapa sawit.
Hampir 70 persen masyarakat Desa Sabahotang sudah beralih menjadi petani kelapa sawit, sebagian warga masih mempertahankan kebun karetnya walaupun harga karet murah. Sisanya warga bekerja ke sawah bertani padi.
"Kalau kami belum sanggup karena modal untuk numbang karet, bibit sawit pupuk dan lainnya butuh modal besar. Kebun kami pun hanya sedikit cuma 1 hektare. Hanya orang tertentu yang beralih ke sawit, yang cuma punya modal," ujarnya.
Penghasilan dalam satu kali timbang setiap putaran, seminggu sekali perputaran. Pohon karet yang sudah tua, ditambah cuaca panas seperti saat ini, kata Norholila paling banyak hanya dapat hasil 60-70 kilogram.
Tapi hasil itu tidak menentu, karena berpatokan pada berkembangnya daun pohon karet. Ketika daun pohon karet gugur, disitulah getah karet berkurang.
"Kadang dapat Rp 500-600 ribu satu kali timbang dalam satu minggu, di toke belum masuk potongan. Belum lagi kita kadang minjam uang sama toke, pas timbang karet harus bayar berapa, tergantung berapa kesepakatan awal waktu kita pinjam duit," katanya.
Biasanya, para petani setempat menjual hasil panen getah mereka kepada toke di sekitar desa. Setelah itu, toke menjual ke berbagai pabrik, seperti pabrik di Panompuan, Tapanuli Selatan ataupun ke Kota Padangsidimpuan.
Dengan harga seperti saat ini, tentunya petani karet kekurangan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan biaya anak untuk bersekolah.
Menurutnya, hasil itu cuma bisa memenuhi makan untuk sehari-hari, tidak bisa memenuhi kebutuhan lain.
"Kalau harga di atas Rp 10 ribu, paling minim Rp 10 ribu bisa mungkin kita buat untuk simpanan 200 ribuan satu kali timbang. Kalau sekarang langsung habis hasil penen itu," sebutnya.
Norholila berharap, harga karet kembali seperti 15 tahun yang lalu, yakni Rp 18.000 per kilogramnya.
"Sekarang 3 kilogram harga getah karet baru cukup buat beli beras 1 liter, begitulah perbandingannya. Gimana mau menyimpan, semoga harga getah karet bisa kembali seperti 15 tahun yang lalu, Rp18.000 per kilogramnya. Kalau harga segitu kita petani karet bisa menyimpan," tutupnya.