Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Wali Kota Sibolga Jamaluddin Pohan menyatakan BPN mempersilakan Pemko untuk memasukkan permohonan tindak lanjut pensertifikatan lahan eks tangkahan UD Budi Jaya seluas 5.665,25 M2 yang berada di Jalan KH Ahmad Dahlan, Kota Sibolga.
Hal tiu disampaikan Wali Kota Sibolga Jamaluddin Pohan saat memimpin pemaparan pensertifikatan tanah eks tangkahan UD Budi Jaya oleh Kantor BPN Kota Sibolga, di Aula Nusantara Kantor Wali Kota Sibolga, Rabu (13/12/2023).
Terkait itu, kuasa hukum Kartono/Sukino sebagai pemilik tangkahan UD Budi Jaya, Darmawan Yusuf SH SE MPd MH CTLA Med, memberikan tanggapannya kepada wartawan. Jumat (15/12/2023).
Pimpinan Law Firm DYA (Darmawan Yusuf Associates) itu menegaskan, kalau lahan (tangkahan/Pelabuhan UD Budi Jaya), dulunya permukaan air laut sehingga bagaimana bisa jadi lahan milik Pemko Sibolga.
“Jadi dari mana dasarnya? Kapan Pemko Sibolga menimbun tanah itu?” sindir Darmawan Yusuf.
Dirinya membuktikan, berdasarkan hasil rekomendasi DPRD Sibolga (Nomor 555), maupun masyarakat, semua mengatakan tangkahan UD Budi Jaya memang dulunya laut, lalu ditimbun Kartono dengan tanah hingga berdiri usaha tangkahannya itu.
BACA JUGA: BPN Segera Terbitkan Sertifikat Tanah Eks Tangkahan Budi Jaya untuk Pemko Sibolga
“Yang benar saja Kepala BPN Sibolga, apa bisa percaya surat yang dicoret itu dijadikan dasar Wali Kkota Jamaluddin untuk mengajukan surat sertifikat? Mereka (Pemko Sibolga) menggugat klien kita (UD. Budi Jaya), faktanya tidak diterima oleh pengadilan. Negara kita negara hukum, bukan negara kekuasaan. Janganlah mempertontonkan kepada masyarakat hal-hal yang sulit diterima oleh akal sehat,” tegasnya.
“Kan Pemko Sibolga sudah coba uji melawan kita di pengadilan, hasilnya kan pengadilan pun tidak mau menerima gugatan mereka. Janganlah diputar-putar bicara untuk mengelabui kenyataan,” sebutnya lagi.
Oleh sebab itu, pihaknya berharap BPN sebagai pihak yang mempunyai kewenangan mengeluarkan sertifikat, janganlah bisa menerima pendapat-pendapat yang di luar akal sehat.
“BPN bisa bertanya, menelusuri informasi dari banyak pihak tentang sejarah lahan tangkahan Budi Jaya itu. Jangan mengambil kesimpulan, apalagi sampai bertindak hanya berdasarkan kedekatan dengan Walikota. Sekali lagi saya tegaskan, jelas-jelas tanah yang berdiri Tangkahan Budi Jaya itu dulunya laut, lalu ditimbun oleh Kartono untuk didirikan usaha tangkahan,” tegas Darmawan Yusuf.
Ditegaskannya, kalau memang mau punya tangkahan, Pemko Sibolga kan bisa menimbun permukaan air laut yang lain, kenapa harus mengambil lahan UD Budi Jaya yang sudah lama diusahai kliennya dan sebagian lahan itu resmi sudah bersertifikat.
“Sebagai informasi melalui saluran media, saya beritahukan kepada BPN Sibolga, dari hasil rekomendasi DPRD Sibolga di poin 1.4 dan diminta keterangan ke BPN Sibolga, bahwa surat sewa-menyewa tanah pada 5 Juni 1980 antara Pemko Sibolga dengan PT Laut Indonesia tidak mempunyai unsur penguatan kepemilikan. Jadi kenapa kalau itu lahan Pemko, ketika klien kami dulu membuat SHM ke BPN tidak disanggah pihak Pemko Sibolga, kan punya waktu sanggah.” sebutnya.
Darmawan Yusuf yakin, Kepala BPN Sibolga tidak akan segampang itu dipengaruhi oleh pihak Pemko Sibolga untuk mengeluarkan sertifikat lahan UD Budi Jaya ke Pemko Sibolga.
“Karena BPN Sibolga sebelumnya kan sudah mengakui kepemilikan Kartono/Sukino atas lahan itu, makanya sebagian SHM kami ada, kalau BPN Sibolga tiba-tiba mengeluarkan lagi SHM ke Pemko Sibolga, kan jadi bisa menimbulkan ketidakpastian hukum dan masyarakat akan menganggap apakah BPN Sibolga bisa diintervensi oleh kekuasaan?,” bilangnya lagi.
“Harusnya BPN memberikan rekomendasi, karena sudah ada SHM Nomor 363 yang duluan terbit di areal lahan yang sama, Pemko Sibolga batalkan dulu SHM Kartono/Sukino di PTUN, kalau sudah menang dan inkracht, baru dari pihak BPN Sibolga bisa mengeluarkan SHM ke Pemko Sibolga, kan seperti itu mekanismenya,” tegas Darmawan Yusuf.
Informasi diperoleh menyebutkan, tangkahan UD Budi Jaya memang sebelumnya permukaan air laut. Di kawasan tersebut juga sekitar tahun 1970 hingga 1980-an banyak rumah-rumah warga yang berdiri di atas air laut dengan tiang-tiang penyangga rumah dibuat dari kayu mangrove atau disebut kayu bakau.
Di masa tersebut, meski masih permukaan air laut, lokasi sekitar yang sekarang bernama Jalan KH Ahmad Dahlan memang sudah banyak diperjual-belikan oleh masyarakat di sana.
Seiring bertambahnya penduduk maupun pendatang yang tinggal di kawasan tersebut, lama-kelamaan permukaan air laut menjadi dangkal akibat sampah-sampah rumah tangga yang dibuangi ke bawah rumah.
Terus berlanjut, banyak pula warga maupun pengusaha yang membeli di pinggiran meski permukaan air laut, karena sudah menjadi dangkal lalu melakukan penimbunan, seperti yang dilakukan Kartono/Sukino dalam mendirikan tangkahan UD Budi Jaya tersebut hingga seperti saat ini menjadi yang paling strategis.