Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Pasca kecelakaan yang menimpa Setya Novanto, beragam meme muncul dan tersebar di media sosial. Inisiator Gerakan Muda Partai Golkar (GMPG) Mirwan Bz Vauli melihat fenomena ini sebagai respons masyarakat.
"Kalau dikatakan sanksi sosial, ya inilah demokrasi. Kritik dari publik itu bagian penting dari demokrasi. Saya kira itu adalah hukuman sosial. Kemudian masyarakat kita kan semakin pintar melihat banyak sekali hal-hal. Di Indonesia ini kan banyak hukum," ucap Mirwan dalam diskusi Polemik SindoTrijaya 'Dramaturgi Setya Novanto' di Warung Daun, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (18/11).
Dia juga memperhatikan sikap Ketua DPR itu saat dipanggil KPK. Menurutnya, Novanto kurang memperhatikan esensi dari hukum sendiri dan hanya menjadikannya alat berlindung.
"Penegakan hukum itu alat saja. Tapi tidak melihat sebagai pondasi adat atau pondasi perilaku. Ini soal pranata hukum. Jadi kalau dipanggil, datanglah," kata Mirwan lagi.
Hal senada juga disampaikan mantan fungsionaris Partai Golkar, Poempida Hidayatulloh. Sanksi sosial di Indonesia merupakan konsekuensi lumrah yang harus dihadapai.
"Kalau masalah sanksi sosial saya lihatnya bangsa kita itu wow. Apalagi judulnya politik, wow-nya bisa seribu kali," ujar Poempida.
Dia kemudian mengungkit kasus yang sempat mendera mantan Ketua Umum Golkar Akbar Tandjung. Saat itu salah satu media membuat ilustrasi Akbar dengan hidung yang dipanjangkan bak Pinokio. Golkar saat itu gempar hingga akhirnya melayangkan gugatan.
"Namun kan sekarang ada UU ITE, jadi kita nggak boleh menyebar kebencian lewat postingan. Jadi saya harap hati-hatilah," ucapnya mengingatkan.
Menurut Poempida, walau demikian, untuk kasus Novanto biar hukum yang membuktikan siapa yang bersalah.
"Benar-salah pasti akan ditetapkan lewat hukum. Nah, yang saya harapkan hormati saja dulu proses hukumnya. Memang image yang terjadi saat ini hanya dua, beliau (Setya Novanto) merasa tidak bersalah (dengan) mencari solusi hukum yang dapat berpihak sama dia, atau ya dia mencari-cari saja. Hukum di Indonesia ini berpihak sekali pada kemanusiaan," pungkasnya.
Ketua DPR Setya Novanto yang ditetapkan sebagai tersangka kembali dalam kasus e-KTP, absen dari panggilan KPK. Lembaga antirasuah ini kemudian mengeluarkan surat penangkapan atas Novanto dan berupaya menjemputnya pada Rabu (15/11).
Novanto sempat menghilang hingga KPK meminta dikeluarkannya surat Daftar Pencarian Orang (DPO) pada Polri dan Interpol. Novanto kemudian muncul saat dikabarkan mengalami kecelakaan pada Kamis (16/11).
KPK resmi mengeluarkan surat perintah penahanan terhadap tersangka kasus korupsi e-KTP itu. Penahanan dilakukan untuk 20 hari pertama di Rumah Tahanan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK.
Namun, karena masih dirawat, Novanto dibantarkan. Novanto saat ini berada di RSCM. Sebelumnya, dia berada di RS Medika Permata Hijau. Selama proses pembantaran itu, Novanto akan dijaga ketat oleh KPK yang dibantu Polri. Sesuai dengan aturan hukum, KPK tetap melanjutkan proses terkait pembantaran penahanan, yang berarti masa tahanan tidak dihitung selama tersangka menjalani perawatan di rumah sakit.(dtc)