Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Manado. Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) bisa meniru keberanian India yang telah membuat aturan pengenaan pajak pada setiap transaksi toko online atau e-commerce.
Hal tersebut diungkapkan oleh Pengamat Pajak dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Darussalam dalam Media Gathering Pajak di Manado, Kamis (23/11).
Darussalam mengatakan, India bisa menjadi referensi pemerintah dalam menerapkan peraturan pajak di sektor digital ekonomi.
"Negara mana yang menjadi contoh soal memajaki digital ekonomi, contoh yang paling menarik dan cocok kasusnya di India, itu berani membuat satu aturan baru memajaki transaksi digital ekonomi keluar dari PPh," kata Darussalam.
Dia menjelaskan, India membuat aturan pajak bagi e-commerce secara sendiri atau tidak tergabung dalam aturan khusus mengenai pajak penghasilan (PPh). Hal itu, juga dinilai mujarab lantaran tidak memberikan ruang bagi perusahaan digital ekonomi untuk memanfaatkan celah penghindaran pajak.
"Kalau itu (aturan) masuk ke PPh, nanti sifatnya lintas batas dikaitkan dengan tax treaty lagi, maka hak pemajakan harus memiliki BUT atau tidak, padahal dia hadir tanpa kehadiran fisik, jadi banyak negara memaksakan ke PPh itu susah, harus keluar dari induk PPh," tambah dia.
Selain India, kata Darussalam, Inggris dan Australia juga telah memiliki aturan pajak khusus untuk sektor digital ekonomi. Khusus untuk India, tarif yang dikenakan sebesar 6% dari gross penghasilan, sedangkan Inggris dikenal dengan google tax yang tarifnya sebesar 20%, sedangkan Australia sebesar 40%.
"Yang perlu dilakukan, Indonesia harus berani menerbitkan aturan baru di luar penerbitan aturan PPh, dengan dicantolkan dalam PNBP, menurut saya negara harus agresif karena untuk melawan skema tax planning yang agresif juga, jadi kenapa harus takut tidak agresif juga melawan itu, jadi penuh tantangan memajaki digital ekonomi," ungkap dia.(dtf)