Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Kudus. Kayu limbah rupanya masih bisa bermanfaat, dan bisa dikreasikan menjadi karya frame kacamata kekinian. Selain menambah gaya bagi si pemakai, juga mengurangi limbah, serta membuka lapangan pekerjaan bagi mereka yang membutuhkan.
Adalah Aska Nakayuni (32), warga RT 2 RW 4, Gang 9, Desa Gondosari, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus, dan temannya, Amir Syarifudin, warga Bangsri, Kabupaten Jepara. Keduanya sepakat untuk peduli pada limbah, dan mengubahnya jadi produk bernilai ekonomi tinggi.
"Saya mulanya melihat banyak limbah kayu terbuang di Jepara. Eman-eman (sayang) kalau sekadar jadi kayu bakar. Akhirnya saya memutar otak. Saya browsing, dan menemukan ide untuk mengolah limbah kayu menjadi frame kacamata," kata Aska ditemui di tempat produksi kacamatanya di Gondosari, Senin (30/2018).
Berbekal nekat dan modal seadanya, Aska terus mengembangkan idenya. Tiga tahun lalu, ide pembuatan frame kacamatanya muncul. Bukan perkara mudah untuk merealisasikannya. Latar belakangnya yang bukan seorang tukang kayu, membuatnya memutar otak lebih keras.
Dia merogoh koceknya sekitar Rp 5 juta untuk memulai usaha pembuatan frame kacamata berbahan limbah kayu. Modalnya di antaranya dipakai untuk beli peralatan kerja, seperti mesin gergaji kecil, mesin bor duduk, kayu limbah kayu jenis veneer. Kayu itu dari importir mebel di Jepara. Dia menjadi pihak yang memproduksi, sedangkan Amir memegang kendali memasarkan produk kacamata.
Nama produk kerajinannya adalah Motka. Nama itu juga bisa diartikan sebagai 'Kocomoto' (kacamata) Kayu. Motka, juga diambilnya dari Bahasa Rusia, yang berarti Anugerah Tuhan. "Otak-atik gatuk," ungkapnya.
Sekilas untuk cara pembuatannya, dia nekat mencoba membuat menggunakan bahan solid. Ternyata tidak mudah. Kegagalan percobaan dari yang patah hingga keterbatasan alat harus bolak balik Kudus-Jepara. Aska membentuk pola frame di Kudus. Selepas itu, dibawa ke tukang kayu yang memiliki alat grinder di Jepara.
Dia bertanya kepada tetangganya yang bekerja di pabrik triplek. Belajar menyusun lapisan-lapisan dan sebagainya. Aska terus mencobanya hingga satu tahun lamanya. Kemudian, 2012 ada hasil dari kegagalan yang dialami.
Kini dia bisa mengerjakan karyanya sendiri. Kayu limbah dipotong sesuai ukuran kacamata pada umumnya. Lantas, kayu itu ditumpuk menjadi 8 lembar, kemudian ditempel dengan lem. Setelah itu kayu dibor, dan digergaji, serta dibentuknya menjadi frame kacamata. Setelah rapi, dipasangi engsel pegas, dan kaca UV. Sampai akhirnya, kacamata benar-benar jadi layak pakai dan layak jual.
"Setiap hari kami rata-rata bisa membuat 10 frame kacamata. Ada yang dibuat stok, ada juga yang dikirim ke pengorder," beber pria lulusan Desain Komunikasi Visual salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta itu.
Saat ramai, bisa sampai ratusan buah frame kacamata dipesan. Jika saat normal, dia bisa menjual sampai 30 buah hingga 50 buah frame kacamata. Sejauh ini, hasil kerajinannya dipasarkan di Kuta Bali, Gili Lombok, Bandung, dan Semarang.
"Kadang door to door juga ke instansi," ucapnya.
Seperti di Kementerian Pariwisata, beberapa waktu lalu. Di instansi itu, pihaknya mendapat orderan hingga 500 buah, dengan label tulisan Wonderful Indonesia, Made By Motka Indonesia. Untuk harga jualnya kisaran Rp 300 ribu-Rp 400 ribu per buah.
"Dengan segmentasi pasarnya adalah kalangan di usia 20-40 tahun," terang pehobi fotografi.
Saat ini ada sekitar 15 seri bentuk kacamata yang dibuat. Dengan penamaan serinya berupa angka. Setiap hari ada empat orang karyawan yang berjibaku menghasilkan kacamata berbahan kayu dengan desain menarik.
Kemudian, Aska bersama Amir merancang market untuk penjualan melalui media sosial (medsos). Akhirnya, banyak yang tahu produk mereka dan banjir pesanan. Dia juga ingin mengembangkan jam kayu yang saat ini baru uji coba. Selain itu, radio dan lampu belajar yang bahannya dari kayu.
Dua orang karyawannya, Hendri (17) dan Samsa (20) mengaku banyak belajar membuat frame kacamata.
"Saya bisa mendapatkan ilmu tentang frame kacamata kayu. Saya nggak punya basic tukang kayu. Saya dulunya pekerja bangunan. Jelas senang kerja di sini (frame kacamata kayu)," kata Hendri. (dtc)