Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sebenarnya bisa saja dimunculkan untuk menampik pasal-pasal sakti dalam Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Namun, Istana bergeming dan sederet pasal kontroversial di UU MD3 itu pun telah membentengi anggota dewan.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memilih untuk tidak menandatangani UU MD3 yang membuat UU itu berlaku selepas 30 hari, tanpa tanda tangan presiden. Jokowi pun menyadari pilihannya itu.
"Saya sadar, saya mengerti, saya tahu bahwa sesuai ketentuan, undang-undang itu tetap akan berlaku, walaupun tidak ada tanda tangan saya," ujar Jokowi kepada wartawan di Kota Serang, Banten, Rabu (14/3).
Dengan berlakunya UU itu sejak Rabu (14/3), maka pasal-pasal kontroversial di UU itu mulai berlaku. Pasal-pasal itu di antaranya pemanggilan terhadap orang, kelompok, ataupun badan hukum yang menghina atau merendahkan kehormatan DPR melalui kepolisian hingga hak imunitas bagi anggota DPR yang dinilai banyak pihak berlebihan.
Sederet gugatan sebenarnya telah dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pasal-pasal itu. Jokowi juga telah mempersilakan publik untuk mengajukan gugatan ke MK.
"Kenapa tidak dikeluarkan Perppu? Ya sama saja. Perppu itu kan kalau sudah jadi kan harus disetujui oleh DPR. Gitu loh. Masak pada nggak ngerti," terang Jokowi.
Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Universitas Jember Bayu Dwi Anggono menilai Jokowi memiliki andil terhadap isi UU MD3 itu. Namun, langkah Jokowi disebut politis berkaitan dengan tidak menandatangani UU MD3 itu.
"Tidak menandatangani dengan tujuan ingin menunjukkan secara politik keberatan terhadap isi UU MD3 dan terkesan menyerahkan ke MK," ujar Bayu, Kamis (15/3).
Menurut Bayu, urusan UU MD3 adalah hal yang penting karena dianggap meresahkan. Seharusnya, lanjut Bayu, Jokowi mengambil sikap.
"Apakah urusan sepenting UU MD3 yang dianggap meresahkan publik karena dianggap antidemokrasi dan antikritik cukup hanya ke MK?" sebut Bayu.
"Tapi okelah, mungkin presiden ingin mengambil jalan tengah," imbuh Bayu.(dtc)